The Friends, The Lovers, The Family

Pada posting kali ini saya mau ngomongin beberapa orang yang suka secara sengaja saya hindari tapi selalu mengejar-ngejar saya. Mereka telah meneror kehidupan kampus saya dengan penuh tawa dan hinaan. Hmmm, pertemanan kami cukup sederhana. Entah ini berawal dari apa dan kenapa. Awalnya kami memiliki komunitas yang berlainan, bahkan di antara kami juga sempat tidak saling kenal sehingga muncul kecurigaan-kecurigaan, tapi seperti biasa, kegiatan-kegiatan kemahasiswaan menyatukan kami. Dari mulai Globalisation (nama ospek yang menjadikan kami maba imut nan ingin ditendang), Porang (pertandingan olahraga antarangkatan), Makrab (malam keakraban), KPU, HIMA, I’09 atau Interdependence 09 (nama ospek yang menjadikan kami senior ramah dan malu punya ketua kayak Mufli), Symphonesia 3 jilid, sampai Prakprof atau Praktikum Profesi. Pokoknya dari Cimahi sampai Singapura! Itu baru acara besar yang menyita waktu minimal enam bulan dengan rapat, makan siang sampai makan malam, menjajah kosan dan mobil, serta tidur sembarangan. Masih ada acara-acara ‘kecil’ yang juga membuat kam sulit terpisahkan dan tahu kebiasaan tidur masing-masing.

Hmmm, menginjak semester 8 ini saya jadi merasa mellow. Sudah terlalu banyak hal-hal yang kami lakukan bersama sehingga semua terasa sebagai rutinitas. Ah, bayangkan bagaimana rasanya melepaskan rutinitas! Menyesakkan, kan? Nah, itu yang nanti akan terjadi pada diri kami beberapa saat lagi. Mana ada nanti makan siang di Pedca? Nongkrongin meja batu di depan jurusan, menjajah gazebo, ngadem di kuburan cina, leyeh-leyeh di depan dekanat, goyangin mobil Fahmi, buka puasa bareng di kampus, bagi-bagi oleh-oleh lebaran dari Padang, Medan, Jakarta, Palembang, Jambi di kosan Riri atau Febe? Ah, susaaaahhhh! Bahkan mungkin untuk datang ke makrab tiap tahun aja susah! Hahaha. Sedih.

Nah, tapi jangan karena membaca posting ini dan merasakan betapa sayangnya saya sama mereka membuat kalian berpikir bahwa mereka yang akan saya sebutkan di bawah ini adalah orang-orang dengan tampang minimal kayak Indra L. Brugmann atau Nikita Willy. Awalnya iya, mereka sebangsa Indra dan Nikita, hanya saja karena kerasnya hidup di Jatinangor, susah air, susah makan, dan susah punya pacar, maka jadilah saya dan mereka bertampang pas-pasan dan harus cukup puas dengan modal sedikit pengetahuan tentang Realisme, Liberalisme, Humanitarian Intervention, Perang Dunia, Queer Theory, Power/Knowledge, dan Glokalisasi.


1. Ayie

Koor pubdok abadi. Fotografer andalan 2007. Nyawa 2007 terletak pada kamera Ayi. Anaknya Oom Kudang. Seperti papanya, Ayi selalu penuh petuah sehingga selalu menjadi Mamah 2007. Kalau naik mobil harus selalu di depan. Kalau lagi bête maunya sendirian. Teman smsan yang paling rame. Orang yang paling logis untuk diajak curhat. Orang yang paling gokil kalau diajak menggila. Pemberani. Suka main jauh-jauh. Semoga kelak bahagia dengan Kang Ag*s. Hahahahaha. Pisss Mamahhhhhhh. Aku sayang bangeeeeeetttttt ama kamuuuuu, Ayiii!!!


2. Riri

Koor konsumsi abadi. Kadep Sosial abadi. Korban bullying abadi. Paus terdampar. Nikita FREE Willy. Putri Dugong. Cita-citanya buat megang Prada, Gucci asli sudah terealisasi di Singapura waktu Prakprof. Sekarang pemilik akun @megantika ini selain sibuk menghalau pembajak status dan twit, ia juga sibuk mempersiapkan diri meraih cita-citanya untuk menjadi artis agar tidak galau setiap UAS. Lebih suka ditabok Jupe daripada UAS dijagain apangkuput.


3. Dewa

Penasehat cinta. Pecinta Fabregas. Rajin makan biskuat. Punya jam tidur yang aneh. Di saat orang-orang ngetwit, “Selamat pagiiii…!”, dia akan ngetwit, “Saya tidur dulu yaaaaa…!” -___-

Susah bangun, susah sadar, mandi lama. Kalau janjian sama Dewa dan dia ngesms, “Oke gw otw,” itu artinya dia otw ke kamar mandi, tunggulah 3 jam lagi (syarat dan ketentuan berlaku, semakin jauh jarak tempat ketemuan dengan kamar mandi, maka semakin lama… dia bangun).

Unyu. Bijak. Lebay. Sabar. Tahan tekanan. Terlalu visioner cenderung overlap. Cobalah curhat tentang kecengan, dia bakal bahas sampai ke kehidupan pernikahan. Pernikahan anak cucu kalian, malah.

Saya sayang Dewa :-*


4. Febe

Encim. Labil. Coba aja dia ke Pedca, setengah jam bakal dia habiskan untuk memilih nasi gila atau soto atau sate atau batagor atau nasi kuning yang akhirnya berakhir pada kesimpulan, “Yah, gw kan lupa belom ngambil duit!” dan dia pun langsung balik ke kosan ngambil ATM padahal ada banyak donator yang mau minjemin duit dengan bunga ringan. Selalu dikelilingi pria-pria aneh yang meneror dengan cinta. Hatinya lembut cenderung sensitif. Agak perfeksionis tapi berakhir pada keteledoran gara-gara ketiduran di depan laptop dengan posisi telentang di lantai sampai pagi.

Nggak ada Febe nggak rame.


5. Fransis

Kalau Febe encim, Fransis cicinya. Lembut. Bijak. Penyayang. Unyu. Pecinta Korea. Sering digosipkan bersaudara dekat dengan Sodako. Misterius. Suka hilang tiba-tiba. Sedang rajin mengerjakan skripsi di Bosa Café. Nggak tahu sama siapa. Nggak punya pacar. Banyak dikeceng sama 2007 secara diam-diam.


6. Mufli

Namanya terangkat sejak menjadi ketua Interdependence’09. Mukanya ga bagus. Kalau lagi setres lebih ngga bagus lagi. Berhasil punya pacar akibat nembak Niki di kala senja. Konyol. Gokil. Kocak. Mpok Nori versi cowok. Ngga tau malu. Nggak tau kalau teman-temannya pada malu punya teman kayak dia.


7. Fahmi

Vokalis D’Massiv. Koor Transportasi 2007. Berbehel. Dengan tampang nggak jauh dari Mufli dan Bayu, dia sudah dua kali punya pacar dan dua-duanya cewek. Terios biru dengan huruf nopol MR miliknya sudah terlalu banyak menampung kebrutalan 2007. Joknya sudah penuh dengan cap pantat 2007 macam Dewa was Here, Riri was here, Mufli was here. Selain itu saya yakin setiap kali ada 2007 naik, pintu mobil itu udah teriak-teriak “Shit happens, shit happens!” tapi nggak pernah ada yang peduli.


8. Vita

Ratu LEBAY sedunia. Sepupu dekat Dewa. Nama Vita mengorbit sejak menjadi bintang utama Ada Apa dengan Cinta. Koor acara yang selalu disiplin dan punya kepribadian ganda. Kalo galak ga nahan, kalo lebay pengen disambit gada. Sensasional. Bermental artis. Imut. Penyayang Riri.


9. Rizka

Mukanya galak. Hatinya preman. Hanya takluk dengan pacarnya. Sudah bertekad kalau nanti nikah ngga mau ngundang 2007. Kalau terpaksa ketauan nikah, minimal nanti bakal bikin tenda sendiri buat menampung kebrutalan 2007.


10. Bayu

Sempat tertikung dan terpuruk, tapi mas poni lempar anak Pak Eddy ini akhirnya bisa menegakkan panji-panji kejayaan! Seperti Mufli dan Fahmi, Bayu sudah mempersunting wanita dan sudah berani mesra-mesraan di twitter. Kayaknya sih dia nggak cinta-cinta amat sama pacarnya sebagaimana pacarnya juga nggak cinta-cinta amat sama dia. Bayu mah rajin ngetwit co chiiiid ke pacarnya cuma buat pamer doang.


11. Ari

Harusnya Ari bisa jadi orang ganteng. Harusnya Ari bisa jadi pria yang diidolakan banyak wanita. Sayang sekali, Ari ini orangnya pemalu cenderung malu-maluin. Hatinya sensitif. Coba aja katain dia, pasti langsung diketik jadi twit yang hopeless. Sepanjang sejarah kuliah, saya jarang nemu gosip miring tentang Ari. Sebabnya satu, segala hal yang janggal dari Ari itu bukan gosip tapi kenyataan. Hahaha. Semoga Ari bisa jadian ya sama Dewa.


12. Alex

My lovely Uda Bebebz. Awal kami menjadi teman dekat adalah gara-gara terlalu banyak terlibat satu kelompok. Entah sudah berapa mata kuliah Dabebz (panggilan sayang) ini memasukkan nama saya di dalam kertas. Saya sebenarnya sebal sama dia. Gara-gara dia, kehidupan cinta saya tersendat. Semua angkatan mengira saya pacaran sama Alex! Tapi Dabebz ini adalah satu-satunya pria yang paling waras kalau saya ajak ngomong. Mungkin disebabkan oleh jam terbang ‘tertikung’-nya yang agak expert.


13. Gigih

Semenjak putus (kalau nggak salah) 2 tahun lalu, Gigih tidak pernah pacaran lagi. Bukan dia masih cinta mati sama mantannya, tapi gara-gara nggak berani nembak kecengan baru aja. Tersiar kabar bahwa ketika di Singapura Gigih sempat menghilang selama beberapa jam hanya untuk galau dan akhirnya membelikan sesuatu untuk kecengannya. Tapi saya rasa itu bohong. Gigih nggak seberani itu.


14. Solpa

Pria yang suka pengen pamer dan sombong kalau dia pintar tapi sayang selalu GAGAL. Hanya percaya pada Tuhan dan hal empirik. Hal yang paling khas pria penikmat film ini adalah tawanya yang begitu mengejek. Sambil menggelengkan kepala ala India, mulutnya akan menceracau, “Menyehehehehehehehekkkk………”


15. Remon

Orang paling waras dan paling bisa diandalkan kalau ngerjain tugas. Rasional. Hati-hati. Tekun. Celotehannya jarang-jarang tapi semua petuah. Penenang jiwa. Nggak pernah gentar walaupun dikejar Vita. Malah tercium indikasi bahwa Remon mulai menyimpan hati untuk Vita. Kecil-kecil cabe rawit. Sangat bertenggang rasa. Suka deh sama Remon!


16. Ronal

Suami Riri. Berbadan besar. Paling tahu peta cewek cantik di angkatan bawah. Nggak gentar ngejar cewek-cewek itu walaupun Riri udah melotot dan mengaum. Penanggung jawab akomodasi dan travel selama Prakprof. Tertarik pada hal-hal berbau ketuhanan, terutama sejak Prakprof dan ngobrol banyak sama Pak Kiagus.


17. Bima

Suka deh nyubitin Bima! Berbadan besar. Suka Jepang. Suka menelepon saya lama banget. Suka smsan sama saya seharian. Sahabat sejati. Bersolidaritas tinggi. Loyal. Tempat curhat yang selalu care. Fotografer 2007 kayak Ayi. Selalu berhubungan dengan urusan multimedia. Setiap makrab rumahnya selalu jadi basecamp. Drummer. Gamer. Kadang saya suka kesel sama Bima tapi saya selalu balik lagi sama Bima. Sayang Bimaaaaaaa !!



18. Aros

Aslina? Aslina? Sinih, sama Aa! Aa Aros. Arief Rosadi.

Koor Medik yang memiliki raut muka yang polos. Medok Sunda. Agak suka panik. Punya cita-cita yang besar. Mukanya muka rawan dibully tapi ngga ada yang berani ngebully Aros. Faktor pertama, nggak tega. Faktor kedua, bisa-bisa nggak ada lagi yang minjemin OHP. Pengertian. Tertutup masalah cinta.



19. Diva

She’s really a diva literally! Diva itu ya diva! Pusat perhatian. Cantik. Modis. Bintang. Nggak jaim, Nggak tahu malu. Heboh. Pengertian. Ekspresif. Penasehat cinta. Penata gaya. Pembangkit semangat. Suka mendengar. Ngakak. BERISIK. HIPERAKTIF.


20. Geni

Akhirnya kesampean juga naik pesawat ke luar negeri gara-gara ke Singapura. Pisss Gen. Hahaha. Suka wisata kuliner. Suka laki-laki ganteng. Kalau jalan-jalan ke mall, emang cuma sama Geni lah saya bisa berbagi pandangan mana yang ganteng tanpa perlu teriak-teriak dengan mulut. Cukup mengerlingkan mata lalu tersenyum iblis. Teman berbagi saat galau tapi bukan teman yang tepat untuk berbagi kasur. Hobi menendang dan mengigau di kala tidur.


21. Ami

Polos. Gaampang galau gara-gara Kang Dede, pacarnya yang berdad bidang. Sering salah ngomong dan salah pakai istilah. Istilah saru, tabu, dan nggak pantas diucapkan wanita solehah tiba-tiba dengan ringan dan kerasnya keluar dari Ami hanya karena dia salah pengertian dan nggak tau kalau kata-kata itu adalah kata-kata yang salah. Manja. Jaim depan Kang Dede. Ngakunya nggak suka makan banyak di depan Kang Dede, tapi pas Kang Dede pulang, mewek-mewek kelaparan. Ngakunya nggak suka make up tapi sempat kepergok habis solat pakai bedak lagi. Baik. Imut. Suaranya melankolis.


22. Aki

Udah tua. Kalau ketawa bikin kesel. Selalu selamat dari ledekan karena sudah punya pacar dan sudah tua. Biasa, orang tua kalau ngomong suka jadi kejadian makanya ngga ada yang berani. Kalau makan banyak.

Another Story tentang Diskusi dalam SMS

Tulisan ini berawal dari smsan saya sama Ayi Minggu malam. Berawal dari peluapan kekesalan saya terhadap parodi twit para pesolek prestise, Ayi pun ikut menyuarakan kekesalan hatinya atas masalah lain.

Saya : Sumpah deh geli ya baca twitnyaaaa hahahaha bête tapi ngakaklah aku hahahahaha.

Ayi : Twitnya sapa siiiihhhhhhh? **** apa ****? Eh sori baru bales, lg2 aku kesel sama pendapat org2 ttg org berkerudung. Huff.

Saya : 22nyaaa haha. Knp lg nih berkerudung..? ada apah ada apah?

Ayi : Ini loh ada orang bilang, “Duh, ni cewek kerudungan ngerokok, lepas ajalah mbak kerudungnya” Aku kesel sumpah!

Saya : Bwhahahahaha. Dikata lepas kerudung kyk lepas mukena abis beres solat. Hmmm tp pelik juga tuh permasalahan itu.

Ayi : Gimana ya riki, bagiku gak bisa juga ngerokok tuh dianggap salah. Kalo misalnya pake kerudung tapi dadanya atau belahan dada/pantat keliatan iya itu mslh karena dia gak komit, terutama dalam melindungi aurat tubuh. Tapi kalo ngerokok? Dalam agama aja itu makruh. Gak ada dosa dan memang itu kegiatan sia-sia. Kenapa kyai gak pernah disalahin krn mereka merokok? Apa karena mereka cowok? Aku benci pandangan begitu, kesannya orang pake kerudung harus selalu benar. Gitu. Makanya aku suka bete walopun bukan aku yang diomongin. Krn aku tau aku pake kerudung dan aku melakukan byk kesalahan. Aku juga ngerasain beratnya dibilang, “Kamu kan pake kerudung” gitu. Loh kok aku malah curhat?!?!?!

Asyik, kan? Panjang banget sms Ayi dan jawaban saya juga lebih panjang. Bahkan saking panjangnya bisa saya jadiin bahan nulis posting ini! Cekiprotssss!


All about Image

Seperti yang saya bilang, saya membalas sms Ayi dengan sms yang lebih panjang. Oh iya, Teman-teman harus tahu bahwa smsan panjang adalah salah satu seni yang perlu dilestarikan. Haha.

Hihihi. Iya yi.. Ekspektasi orang-orang awam sama perempuan muslim yang berkerudung itu ya begitu, harus yang alim-alim akhwat jilbab panjang, [ucapan] penuh dengan kalimat thoyyibah, mukanya selalu bersemu merah, ghadul bashar, tabah dipoligami, dan ga ngerokok. Terus juga nilai Timur memandang cewek itu ga pantes ngerokok. Terus pandangan mereka [orang yang memiliki konstruksi seperti itu] kan sempit, jadi dengan adanya nilai cewek jangan ngerokok&imej soleh muslim alim yang melekat di perempuan yang berkerudung, ya jadilah mereka gampang ngatain perempuan yang berkerudung. Selain itu, di dalam diri mereka ada keenggasukaan, kesinisan, dan mereka juga meremehkan cewek2 berkerudung. Mereka itu bersikap let’s see bisa ngga pake kerudung ke cewek-cewek karena pada dasarnya pandangan mereka ke cewek itu udah jelek. Mereka memiliki pandangan bahwa cewek itu ya penggoda, hiasan, ga kuat, dan ga mungkin bisa kaffah berkerudung.

Intinya, bagi saya, penyebab utama mengapa bisa timbul pengejekan kepada perempuan berkerudung dan merokok ya karena ada image yang bersemayam di dalam pemikiran dan hati si orang yang mengejek. Image itu begitu kuat bersemayam dan berkembang menjadi wacana. Ia pun melekat menjadi sesuatu yang seolah-olah universal dan nyata. Ketika hal tersebut dipertemukan dengan realita yang berbeda, seperti cewek berkerudung dan merokok, ia mengalami suatu guncangan dan memutuskan bahwa hal yang berlainan dengan kepercayaannya itu sebagai hal yang salah. Ia tidak akan mengoreksi dirinya sendiri lalu menjadikan hal tersebut sebagai wawasan baru atau minimal eksepsional yang ia apresiasi. Ia akan langsung mengklasifikasikan hal tersebut sebagai hal yang aneh, salah, dan harus dibasmi.

Hey, itu menyakitkan!

Citra atau image yang berasal dari bahasa Latin, yaitu imitari yang artinya meniru itu tidak lain tidak bukan, seperti yang didefinisikan Berger dan Karl, adalah hal yang tidak sebenarnya. Ia adalah hal yang telah direproduksi. Ia adalah representasi yang seharusnya tidak ditumpangtindihkan dengan objek material asli. Kita nggak bisa begitu saja mempercayainya. Kita nggak bisa memutuskan suatu hal sebagai hal yang salah atau benar hanya atas dasar citra yang berkembang di masyarakat menjadi wacana dan akhirnya menjadi kaidah yang (seolah-olah) universal dan given.


Kasihannya Cewek

Saya suka deh sama kata-kata Ayi yang dia protes kenapa cewek berkerudung dan merokok diprotes sedangkan kalau laki-laki nggak diprotes. Saya yakin hampir semua orang akan menjawab, “Ya karena perempuan itu sebaiknya tidak merokok.” Nah, iya, tapi kenapa? Kenapa perempuan sebaiknya tidak merokok? Kenapa nilai Timur kita memegang hal demikian?

Saya dan Ayi juga nggak merokok. Saya dan Ayi juga suka bête sama asap rokok. Saya dan Ayi cuma nggak habis pikir mengapa rokok menjadi hal yang permisif bagi laki-laki sementara bagi perempuan ia adalah suatu ketidakpantasan, bahkan penentangan terhadap norma sosial. Nilai itu bahkan sudah menjadi justifikasi perendahan martabat perempuan yang sudah menggunakan atribut kemuliaan seperti kerudung. Ia dianggap tidak legal lagi menggunakan kerudung hanya karena ia merokok.

Tidak hanya rokok saja yang memiliki power untuk merendahkan perempuan. Selingkuh, misalnya. Selingkuh merupakan dualitas yang unik. Di satu sisi ia adalah peristiwa yang lazim dikutuk ibu-ibu di seluruh dunia, namun di sisi lain ibu-ibu ini pun masih mau memaafkan dan menerima suami mereka padahal mereka tahu dengan jelas dan hati yang luka bahwa suaminya berselingkuh. Penerimaan kembali dari istri kepada suaminya itu merupakan bukti bahwa laki-laki secara tidak langsung ‘diizinkan’ untuk berselingkuh. Tanggapan orang-orang sekitar juga tidak akan menyudutkan si suami. Perselingkuhan yang dilakukan suami sudah dianggap sebagai hal yang biasa, bahkan disebut juga sebagai imbas ketidakmampuan istri memenuhi ekspektasi suami. Lagi-lagi perempuan yang disalahkan dalam pelanggaran janji pernikahan.

Nah, menyakitkannya lagi, coba jika kita balikkan kondisi tersebut. Bagaimana jika istri yang berselingkuh? Pertanyaannya, pertama, apakah suami mereka akan menerima istrinya dengan hati yang lapang? Kedua, apakah pandangan lingkungan sekitar akan menyudutkan suami dengan menuduh suami sebagai pihak yang tidak mampu memenuhi kebutuhan istri? Pada pertanyaan pertama, jawaban ‘ya’ akan sangat jarang terjadi. Perselingkuhan yang dimotori oleh istri biasanya akan berakhir di tangan suami, baik melalui penyiksaan fisik maupun penandatanganan surat talak. Pun pada pertanyaan kedua. Awalnya, ya, masyarakat akan menduga bahwa suami tidak mampu memenuhi kebutuhan istri. Namun, pada akhirnya, lagi-lagi istri yang disalahkan dengan sebuatn tidak mensyukuri dan menghargai suami. Akhirnya, perempuan itu akan dicap serakah dan materialistis.

Masalah lain adalah hubungan seksual, khususnya dalam penyunatan klitoris pada wanita. Perdebatan agama untuk memperkuat boleh tidaknya hal ini dilakukan sangat banyak. Saya nggak mengikutinya dengan baik jadi saya nggak akan membahas dari sudut agama. Saya hanya akan membahas dari sisi ketimpangan gender. Penyunatan klitoris ini nggak hanya mengerikan kalau dibayangkan pelaksanaannya, tetapi juga mengerikan kalau dibayangkan akibat pascapenyunatan. Klitoris adalah organ yang penting dalam menerima rangsangan dalam hubungan seksual. Kalau nggak ada klitoris, masalah urgennya nggak hanya terletak pada ketidakmampuan si perempuan menerima rangsang sehingga ia tidak mendapatkan kepuasan yang setara dengan suaminya, tetapi juga pada bagaimana perempuan itu mengatasi kesakitan ketika melakukan hubungan seksual. Itu hal pertama yang merugikan perempuan. Ia akan menjadi pihak yang kesakitan dalam hubungan seksual, lebih jelasnya dalam pemenuhan nafsu laki-laki. Ketika hubungan seksual menjadikan salah satu pihak yang terlibat di dalamnya kesakitan, dan pihak itu kebetulan adalah perempuan, maka ketika itulah kekerasan terhadap perempuan terjadi, bahkan di dalam ranah yang sangat privat sekali.

Kedua, karena klitoris adalah organ yang sangat berkaitan dengan rangsang, ada yang mengatakan bahwa penyunatan itu dilakukan untuk membatasi nafsu seksual perempuan yang dipercaya lebih tinggi daripada laki-laki. Pertanyaannya, memang ada yang salah jika nafsu perempuan lebih tinggi? Apa yang ditakutkan oleh laki-laki dari kenyataan tersebut? Tidak cukupkah selama ini mereka ‘menyunat’ nafsu perempuan melalui kaidah sosial yang meletakkan perempuan yang ‘tidak bisa mengendalikan’ nafsu seksualnya sebagai perempuan sundal, binal, jalang, dan berkelainan sehingga akhirnya mereka pun mewacanakan penyunatan klitoris? Mengapa permasalahan nafsu seksual tinggi menjadi hal yang permisif bila hal tersebut dikaitkan dengan laki-laki sementara bila dikaitkan dengan perempuan, perempuan tersebut secara otomatis terdemonisasi menjadi sosok lacur?

Selain permasalahan rokok, selingkuh, dan hubungan seksual, masih banyak lagi permasalahan yang mengitari perempuan. Banyak sekali batasan yang tidak boleh dilanggar perempuan yang kemudian hal tersebut menjadi ranah yang otoritasnya hanya dipegang laki-laki. Batasan itu lebih berat lagi dihadapi oleh perempuan-perempuan yang sudah berkerudung. Citra kemuliaan yang kemudian berkembang menjadi wacana-wacana kemuliaan banyak disodorkan kepada mereka dan diperkuat lagi oleh keniscayaan agama. Mereka dipaksa untuk tunduk, mengabdi, patuh, afirmatif, dan permisif atas banyak hal yang sebenarnya buatan interpretasi dan kepentingan manusia, khususnya laki-laki. Mereka pun bahkan dilatih untuk tidak bertanya dan tidak berpikir di luar batasan yang ditetapkan laki-laki. Mereka hanya boleh memodifikasi hal yang didesain laki-laki untuk bisa dimodifikasi. Mereka disenangkan dan dipuja agar tetap patuh pada norma yang dibuat laki-laki sehingga mereka sendiri yang memustahilkan kesetaraan gender. Bahkan untuk menyetarakan gender mereka yang terinjak, mereka harus menunggu persetujuan laki-laki. Mana bakal bisa tercapai itu kesetaraan yang dari tahun kapan sudah diperjuangkan? Bila ada satu perempuan yang berani keluar dari batasan, secara otomatis mereka akan dikenai sanksi yang tentu saja berat, baik dari laki-laki maupun dari kaum perempuan sendiri. Ya, seperti yang Ayi bilang tadi. Begitu ada perempuan berkerudung merokok, ya langsung dicerca, padahal kenal juga engga dan padahal juga beriman tidaknya seorang hamba nggak diindikasikan dengan merokok tidaknya ia.


Lalu ?

Lalu gimana?

Saya nggak bertujuan mengajari kefrontalan dalam blog ini. Saya cuma ingin membuka pandangan Teman-teman. Nah, karena itu saya nggak akan mengusulkan Gerakan 1000 Wanita Kerudung Boleh Merokok yang bakal turun protes ke Gedung DPR tepat pas saya ulang tahun nanti untuk mengatasi permasalahan ini.

Ada dua skenario. Pertama, jika tidak ingin menuai protes dari masyarakat yang memegang teguh norma sosial tentang bagaimana seharusnya bertindak, maka sadarilah posisi dan kewajiban yang Teman-teman emban. Turuti kaidah sosial dengan kaffah. Jangan melakukan hal-hal labil seperti sok nekat melanggar peraturan tapi takut menghadapi resiko dikucilkan, diejek, dicerca, dan bahkan dirajam omongan sinis. Hadapi resiko atau diam sama sekali.

Kedua, belajar menyadari dan menghargai. Sadari bahwa kaidah sosial yang mengitari kita adalah bikinan manusia yang harus kita pilah mana yang logis sehingga perlu diikuti dan mana yang irasional dan nyeleneh sehingga boleh kita negosiasikan. Sadari bahwa peraturan buatan manusia itu memang berkekurangan di sana-sini dan hanya berlaku pada tempat dan masa tertentu. Jangan terlalu percaya dan tunduk pada peraturan manusia. Percayalah pada Tuhan, Rasul, Kitab, Malaikat, dan Hari Akhir saja. Selama kita masih berstatus manusia yang ilmunya terbatas, jangan coba-coba menegosiasikan urusan itu. Ah, ya, satu hal lagiyang penting adalah jangan mencampuradukkan peraturan manusia dengan peraturan keagamaan. Udah dosa, sok tau, belum tentu bener pula! Haha.

Lalu setelah sadari, tahap berikutnya adalah hargai. Yang laki-laki hargai perempuan. Jangan mudah menyudutkan, jangan berekspektasi terlalu tinggi, apalagi sampai mengikat perempuan untuk memenuhi ekspektasi tersebut. Dengarkan perspektif perempuan dan berikan kesempatan baginya untuk menginterpretasikan hal-hal di sekitarnya menurut perspektifnya. Sebaliknya buat perempuan, hargai juga laki-laki.

Secara umum, kita juga harus menghargai perbedaan yang muncul di sekitar kita. Jangan gampang mengklasifikasikan hal-hal di luar kepercayaan kita sebagai hal yang aneh, salah, dan patut dibasmi. Kita juga harus mencoba memandang dari perspektif yang berbeda dari perspektif kita dan tidak bersikap keras kepala apalagi antipati terhadap hal-hal baru itu.

Nasihat itu juga berlaku buat saya, sebenarnya. Terutama lagi soal kekesalan saya yang suka meluap kayak banjir bandang sama hal-hal nyeleneh di sekitar saya yang saya tumpahkan di twitter. Hihihi. Ya, implementasi itu selalu lebih susah daripada teorisasi. Ah tapi yang penting twitter ramelah. Hahahha.

Ark. Mar’11.