My First Day not Being a Teacher

Hari ini hari pertama saya bekerja nggak sebagai pengajar, tetapi sebagai pegawai. Saya punya meja di depan ruangan VP dan untuk pertama kali dalam hidup, saya baru tahu bahwa sidik jari adalah hal yang berharga dalam hidup. Tanpa sidik jari, saya nggak akan bisa ngebuka pintu ke lantai divisi saya. Lebih bahaya lagi, saya bisa terancam nggak digaji dan nggak dapat uang lembur. Sidik jari itu penting. Catat.

Hari ini belum banyak pekerjaan yang saya lakukan. Saya tadi cuma ngisi formulir permintaan ATK, IT, dan balik ke kosan ngambil laptop yang saya pakai buat ngetwit, donwload The Good Wife 2 epsiode, Modern Family 1 episode, dan The Big Bang Theory 1 episode. Nah, lumayan kan kerjaan saya hari ini? Haha. Tertawa miris. Hari ini saya bekerja dengan nilai gaji yang beberapa kali lebih tinggi dari gaji saya sebelumnya namun penggunaan otak saya hari ini sungguh sungguh minim hampir tak terpakai. Anak baru, coy, belom banyak kerjaan, cuma ngurus diri sendiri. Satu-satunya yang terpakai hingga habis hari ini adalah laptop. Habis ini laptop saya baterainya habis sehingga saya sangat berharap pacar saya nanti malam habis kerja mampir ke kosan buat colokin casan laptop. Yes, saya masih takut nyolokin listrik. Sampai kapan pun saya takut.

Sekarang jam setengah empat sore. Minggu lalu dan minggu-minggu lalu lainnya, kira-kira hitung hingga empat setengah tahun yang lalu, jam segini dan hari ini saya lagi berdiri ngajar. Kalau hari ini saya belum jadi seorang staf Corporate Communication, saya lagi ngebahas soal UTS Bahasa Indonesia kelas 8 dan nanti setengah lima sore saya ngebahas soal Ujian Nasional Bahasa Inggris tahun 2009 ke anak-anak kelas 9 SMP.

Ah iya, membicarakan murid saya, jadi ingat deh Sabtu lalu *kalau nggak salah*, saya terharu. Ada murid saya yang mengirim sms, "Bu, kenapa nggak ngajar kita kemarin?" Aih, saya baru sadar. Dari 14 kelas yang saya ajar semester ini, saya baru sempat pamit sama 3 kelas. Sedihnya lagi, dari 11 kelas yang tidak sempat saya pamiti itu, ada kelas-kelas yang menjadi favorit saya karena ketenangan, kemauan, dan kecerdasan anak-anaknya. Hmmmm, sedih. Saya akhirnya smsan sama murid saya itu. Sepertinya, si Silvia yang smsan sama saya itu ngesms temannya, Mia, jadi saya smsan juga sama Mia. Isi sms Silvia lumayan mellow, malah bilang dia sampai nangis segala terus jadi nggak semangat les. Entah itu lebay atau beneran, hehe, saya jadi terharu. Nah, beda sama Mia. Meski di awal Mia bilang, "Ibu kenapa nggak ngajar kita lagi padahal kita senang banget Ibu yang ngajar?", waktu saya cerita ke Mia kalau saya nggak ngajar karena ada cita-cita lain yang saya kejar, Mia menanggapi saya dengan sangat dewasa. Mia menyemangati saya sambil berpesan jangan lupa sama kelas mereka karena mereka bakal selalu kangen saya. Kalau bisa sih saya juga menyempatkan diri untuk mengunjungi kelas mereka kalau saya lagi ke Bandung.

Bersms ria dengan Mia dan Silvia membuat saya jadi termangu. Hmmmm, jadi ada rasa yang hilang dalam hati saya. Ya, bagaimana tidak, saya sudah mengajar sejak 4,5 tahun lalu dan menyaksikan murid keluar masuk. Nggak ada yang lebih membahagiakan selain mendengar laporan mereka yang berhasil UN dan SNMPTN lalu berterima kasih karena materi yang sudah saya terangkan dijadikan salah satu soal dan mereka berhasil menjawabnya. Saya juga sudah pernah bilang, kan, bahwa setiap kali saya pergi mengajar dengan hati dongkol, saya selalu pulang dengan hati riang karena interaksi dengan mereka yang selalu menyenangkan. Ya, mengajar selalu menyenangkan.

Sejauh ini saya belum bisa membuat perbandingan lebih menyenangkan mana, menjadi pengajar atau menjadi  staf. Periode waktunya belum mencukupi. Ah, saya hanya bisa melaksanakan apa yang ada di depan mata saya secara serius dan ikhlas. Dulu ketika saya pertama kali mengajar juga saya merasa asing, tapi akhirnya saya beradaptasi dan senang juga.  Saya rasa saya bukan orang idealis. Saya sih pragmatis saja. Di satu sisi saya merasa bahwa mengajar, apakah itu di Ganesha atau di kampus, adalah pekerjaan yang menyenangkan dan yang paling bisa mendefinisikan diri saya. Namun di sisi lain, saya tahu bahwa impian itu mahal harganya. Saya nggak bisa bilang bahwa apa yang saya kerjakan sekarang adalah upaya menyerah. Masih terlalu dini. Saya pikir saat ini belum waktunya saya bersikap keras untuk mempertahankan keinginan saya padahal saya tahu saya nggak mampu-mampu banget dan di belakang saya, ada keluarga saya yang mesti saya pikirkan. Ya tapi saya juga nggak bisa bilang juga bahwa suatu hari saya akan kembali meraih cita-cita saya sebagai pengajar. Ya, saya pikir, apa yang ada saat ini itulah yang saya kerjakan. Mengenai ke depan, saya akan merangkainya pelan-pelan sambil saya mengamati hal yang saya kerjakan pada saat ini.

Ah, baiklah, sudah hampir setengah lima, mari siap-siap pulang hehehehehe. Saya mau belanja buat kamar kosan mumpung besok libur jadi besok saya bisa beres-beres.

Ah iya, sebelum saya pulang, saya mau berpesan sedikit sama murid saya yang kemarin belum sempat saya pamiti dan accidentally mampir ke sini,

"Dear, students. Semua hal yang perlu aku kasih ke kalian untuk ujian udah aku kasih. Nanti bakal ada guru baru. Siapa pun gurunya, kalian harus tetap semangat belajar ya, jangan dikerjain gurunya. Dengarkan yang baik. Kalian juga belajar yang rajin. Jangan cuma di sekolah dan di tempat les saja. Kalian juga harus rajin belajar di rumah. Ingat, persaingan nilai UN makin ketat. Kalau kalian mau sekolah di negeri yang bagus, usaha kalian harus berlipat kali dari yang sekarang. Okeee? Nah, semoga nanti kita bertemu lagi ketika kalian sudah menjadi orang yang jauh lebih berhasil dari sekarang yaaa...Aku minta maaf aku banyak salah dan semoga ilmu yang udah aku kasih terus kalian ingat dan bermanfaat buat kalian."