Cerita lagi, ah. Mumpung laptop belum kambuh ngadatnya. Hehehhe. Ada dua hal yang saya lakukan dengan penuh pengorbanan nggak tidur semalaman dua bulan terakhir ini. Ini hal terhebat yang pernah saya lakukan selama masa kuliah saya. Bener-bener hal di luar kewajaranlah pokoknya. Bahkan untuk bikin bahan ngajar, bikin tugas kuliah, dan menjelang UAS pun saya nggak bakal ngorbanin waktu tidur saya. Hahha. Hayo apa coba yang saya kerjain sampai saya rela nggak tidur?
1. Nonton film seri Korea
2. Baca buku tentang ASEAN
Ahahahha.
Kenapa nonton film seri Korea dari abis solat isya sampai adzan subuh itu hebat bagi saya?
Pertama, karena itu adalah hal yang paling tolol yang pernah saya lakukan sejak UAN SMP dimana ketika masa itu saya juga nggak belajar sungguh-sungguh karena nonton film seri Taiwan ORIGINAL (menyisihkan uang jajan hingga terkumpul ratusan ribu cuma untuk memiliki film seri Taiwan itu), yang alhamdulillah saya masih bisa masuk SMA Negeri. Hahaha.
Kenapa tolol? Ya, untuk nonton tiga judul film Korea itu saya emang nggak beli atau nyewa, sih. Ada temen saya yang berbaik hati minjemin. Yang bikin tolol itu ya berapa beban listrik yang harus dibayar sebelum tanggal 20 setiap bulannya dengan saya melewatkan malam sama pria baik hati dan tampan di film Korea itu. Ahahahha. Menyesal selalu datang kemudian. Yah, tapai gimana lagi. Kalau saya nonton siang-sang, bisa-bisa saya males solat, lagian juga kalau siang ada banyak yang harus dikerjain. Kalau nggak malam, kapan lagi? Habis isya kan nggak ada solat wajib lagi (heheheh), malam-malam juga kamar saya jauh dari mana-mana, malam-malam juga nggak ada kerepotan yang berarti, lagian juga biar ada semangat buat solat Subuh. Bheuh, kalau hari biasa mah solat subuh males banget, diiingiiiiiiin. Nah, dengan menonton film sampai adzan, saya kan nggak punya alasan untuk nggak solat subuh. Secara nggak merem gituh. Adzan juga jelas-jelas kedengeran. heheheheh. Tapi ya tetep aja sih tolol banget gituh nonton film. Ngapain juga coba saya mengulang masa-masa abege yang mendambakan pria baik hati, serta rela mengorbankan segalanya demi gadis miskin, bodoh, konyol, namun periang dan baik hati???? hahahaha. Hal yang begituh mah cuma ada di film, mustahil di kehidupan nyata. Hmmmm. Saya sebenernya sadar kalau nonton film Korea itu adalah cara lain untuk menyakiti diri sendiri. Hahhaa.
Yah, memang sih tolol, tapi saya cukup senang dan terhibur dengan film Korea itu. Tenang aja, saya nggak akan jadi freak sama pria-pria itu kok. Hahaha. Seenggaknya, dari film Korea yang saya tonton semalaman suntuk itu saya bisa mendapat banyak pelajaran selain mendapat kesempatan bersenam mulut alias tertawa dan akhirnya terhibur. Dari mulai harus kuat, jangan gampang menyerah, harus yakin sama diri sendiri, nilai-nilai kekeluargaan, nilai-nilai pertemanan, kejujuran, ketepatan janji, cita-cita, sampai betapa berbahayanya orang-orang yang sok baik dan menusuk dari belakang. Hahaha.
Dari ketiga judul film seri Korea yang saya tonton, My Girl, Spring Waltz, dan tentu saja BOYS BEFORE FLOWERS yang sedang sangat digila-gilai itu, selain mengenai si tampan yang sayang sekali kurang berani dalam memperjuangkan cintanya secara radikal, arghhhhhh, saya nemuin kesamaan.
Satu, lagi-lagi pria kaya yang punya segalanya kecuali cinta yang jatuh cinta kepada seorang gadis yang miskin, rajin bekerja, periang, polos, dan baik hati. Always. Di balik kedua tokoh sentral tersebut ada beberapa tokoh seperti sahabat, dimana sang sahabat adalah pria yang juga kaya dan tampan dan baik hati, namun karena di tahu betapa besar cinta si kedua tokoh utama maka ia terpaksa harus memendam perasaannya sendiri. Lalu ada juga wanita pilihan orang tua, dimana wanita itu adalah wanita yang subhanallah sempurna banget, dari mulai fisik, otak, dan rezeki yang bling bling namun karena cintanya kepada si pria tokoh utama tak terbalas, si wanita itu pun diceritakan memiliki jiwa yang kejam dan muka yang judes. Hahhaha. Tokoh lain tentu saja adalah orang tua si kaya yang sangat protektif dan orang tua si gadis miskin yang sangat menyebalkan, dari mulai maniak judi dan terlilit utang sampai matre. Hihihihi. Jalan ceritanya juga sebenernya mah begitu-gitu aja. Awalnya tengkar trus taunya jatuh cinta, tapi ini masih tahap jatuh cinta yang masih saling gengsi dan cuman bisa ketawa-ketawa sendirian di belakang. Nah, tapi justru bagian ini yang paling saya sukain. Romatisnya dapet. Cihuyyyyy. Ahahahaha. Lucu aja gituh. Udah jelas, saling suka, tapi tetep aja itu gengsi dan sok jual mahal. Udah gitu yang bikin deg deg syerrrrr itu kalau si tokoh utama laki-laki itu melakukan hal-hal di luar kebiasaannya. Kan biasanya si tokoh utama laki-laki itu kan diceritainnya kaku, kesepian, sombong, arogan, yah begitu-begitulah, nah sejak dia jatuh cinta ya dia jadi perhatian dan sering senyum, tapi perhatian dan sering senyumnya itu nggak diliatin secara ekstrim ke cewek itu. Yah, gara-gara gengsinya ituh tuh. Maksud hati sih perhatian, tapi pas keluar di mulut dan di tangan ya kayak marah-marah. Nah, habis beres di bagian ini, mulailah masuk ke tahap jatuh cinta yang agak susah. Nah, mereka udah mulai saling ngaku nih kalau mereka nggak bisa hidup jauh-jauh satu sama lain, tapi masalah mulai muncul dengan kehadiran si perusak kebahagiaan, baik dari si wanita antagonis yang mukanya, cih judes dan licik bener, dan dari orang tua tokoh utama pria yang suombonggggggnyaaaa masya allah. Pasti mereka adalah orang-orang pertama yang masuk neraka dah kalau mereka dihisab di hari Kiamat. Nah, masuk tahapan itu yang selalu bikin saya malas. Kalau saya sih setiap masuk ke bagian ini DVD-nya langsung saya forward. Nggak suka ah liat yang kejam-kejam. Tapi kalau bagian ini termasuk penting dan sayang untuk dilewatkan dengan beberapa kali diforward, nah bagian itu langsung saya stop dan saya ganti sama episode terakhir. Ahahahhahah. Kalau hasil akhirnya hepi ending, baru saya terusin lagi nontonnya. Yah, seengganya saya udah ada peganganlah mau begimana jahatnya itu si wanita penyihir dan orang tua kaya, yang jelas, usaha mereka akan sia-sia karena filmnya bakal hepi ending. Hahahha. Selepas dari berbagai kesulitan, masuklah ke tahap ending. Di tahap ending, sebenernya persoalan lebih klimaks, tapi karena si tokoh utama pria dan wanita sudah memiliki ketetapan hati yang lebih baik daripada episode-episode sebelumnya, klimaks pun dengan segera berubah menjadi antiklimaks. Hmmmm, antiklimas ini yang saya suka. Romantis lagi gituh. Cihuyyyyy. Romantisnya nggak harus karena menikah juga, tapi simbol yang mengatakan bahwa mereka emang nggak bakal terpisahkan lagi itu yang bikin romantisssssssssssssss. Bheuhhhhhhhh. Dapet bener dah itu cerita. Ahayyyyy. Ya ya ya, saya tahu itu nggak akan terjadi dalam kehidupan nyata, tapi biarlah sekali ini saya merasa bahagia untuk kebahagiaan orang lain. Hahahha.
Selain karena jalan cerita yang romantis, film-film Korea juga menarik karena jalan cerita yang logis dan sangat rapi. Logis karena pada setiap hal yang diketengahkan selalu ada lanjutan dari adegan sebelumnya. Jadi nggak tiba-tiba jatuh cinta, nggak tiba-tiba benci, nggak tiba-tiba amnesia, dan nggak tiba-tiba sadar. Kerapian juga sangat kentara terlihat dalam film seri Korea karena adanya jalinan simbol yang berkelanjutan dari awal episode sampai akhir. Misalnya waktu episode awal diceritain kalau si tokoh utama wanita dapet kado, nah pas di episode terakhir, kado itu masih ada dan ternyata jadi simbol apaaaaa lah gitu. Oia, hal lain yang saya sukai adalah meski tokoh jahat diceritakan sanagt jahat, tapi jahatnya nggak lebai kayak di film-film kita. Nggak sesaiko penjahat di sinetronlah. Ketika seorang tokoh melakukan hal yang kita bilang jahat, ternyata dia punya alasan kenapa melakukan kejahatan tersebut dan ketika kejahatan tersebut terbongkar, dia mau mengakui kejahatan tersebut. Ending bagi si jahat pun nggak kejam-kejam amat kayak di film kita. Kan kalau di film kita mah ending buat si jahat, kalau bukan masuk rumah sakit jiwa ya pasti mati, kalau dia berubah jadi baik pun kayaknya maksa banget gituh prosesnya, ga logislah. Nah, beda sama film seri Korea, si jahat juga diceritain menerima sebuah proses panjang yang logis sehingga akhirnya dia sadar, jadi orang baik, dan akhirnya nemuin kebahagiaannya sendiri. Sungguh film Korea adalah film yang sangat menjunjung tinggi HAM. Hahaha. Nggak cuma orang baik aja yang berhak bahagia, tapi orang jahat juga berhak bahagia. Hahhaha.
Tapi euy, film Korea teh agak aneh juga. Itu, tentang tokoh utama pria. Satu, kenapa dandanannya harus kayak cewek? Bheuh, gantengnya lebih ke arah cantik dan sangat metroseksual sekali eung. Ya, emang sih saya juga jadi kemimpi-mimpi, mungkin nggak ya punya pacar setampan itu, tapi ya gituh weh, aneh deh kayaknya kalau di Jatinangor saya digandeng sama pria seperti di film itu. Berasa digandeng boneka kaca yang nggak boleh jatuh. Huhuhu. Dua, kenapa sih jati diri mereka munculnya lama banget? Kan katanya suka, ya perjuangin dong, aduhhhhhhh, masa yang selalu ada dalam masa-masa sulit si tokoh utama wanita harus selalu si sahabat tokoh utama cowok yang jelas-jelas cintanya bakal ditolak? Ini sungguh membuat penonton seperti saya geram dan iba karena kita jadi menaruh simpati ke si sahabat. Aduh, ngapain sih kamu baik-baik begituh, nanti kamu tuh bakal ditolak, sini dekatin aku ajah. Ahahhahahhahaa.
Yah, beneran eung ini mah, nonton film Korea nggak cuma berhasil bikin saya nggak tidur tapi juga bisa bikin saya gila sama jalan cerita. Hahahha. Suspensnya keren dah itu. Pasti penulisnya gila juga nih. Gila, keren banget.Hahha. Ya, kagum aja gituh saya sama orang-orang yang bisa nulis tema cinta. Dari awal saya nulis sampai sekarang, tema yang nggak pernah bisa saya tulis itu tema tentang cinta. Cinta laki-laki dan perempuan. Pernah sih nulis tema cinta, tapi ujungnya nggak hepi ending. Nggak tau eung. Nggak bisa saya nulis tema cinta.
Okey, beranjak ke kegiatan kedua yang saya lakukan sampai saya rela nggak tidur. Membaca buku tentang ASEAN. Kenapa membaca buku tentang ASEAN sangat menakjubkan bagi saya? Hmmmm. Saya bukan orang yang suka membaca kecuali besok UAS atau seminggu lagi ada deadline tulisan, apalagi kalau buku itu berbahasa asing. Kalau saya ada waktu luang ya lebih baik saya tidur atau paling rajin dan ada pulsa, baca koran online di hp. Beberapa waktu yang lalu, ketika saya sedang mengalami turbulensi kayak yang udah saya ceritain di postingan lain dan ketika itu saya mencoba kabur dengan nggak pengen ketemu atau ngobrol sama orang, saya sempat main ke perpus. Nah, pas di perpus, saya nemu beberapa buku, hmmmm, kayaknya ada sepuluh buku, deh, tentang ASEAN. Baca sedikit bagian pendahuluan, isi, dan bab akhir, eh ternyata menarik, akhirnya saya memutuskan untuk meminjam buku itu. Nggak langsung sepuluh buku, tapi tiga dulu. Bukunya menarik. Hmmm, sangat menarik malah. Saya terkesan sama penulisnya. Subhanallah, analisisnya mendalam sekali. Benar-benar mengajak saya mejelajahi alam yang nggak pernah saya pikirkan. Argh, keren, cuyyyyy!!!
Hmmmm. Lalu, mengapa harus buku tentang ASEAN? Mengenai ASEAN, sebenarnya ada alasan khusus kenapa dari zaman dulu masih sekolah sampai sekarang saya sangat tertarik dengan tema ini. Ya, kalau mau cerita yang bagian idealisnya ya karena ASEAN adalah hal yang paling dekat sama kita. Secara saya orang Indonesia gituh, kayaknya agak malu kalau saya lebih menguasai Uni Eropa ketimbang ASEAN. Ibarat pepatah tentang kuman dan gajah. Tapi di samping alasan itu, masih ada alasan khusus kenapa konsentrasi saya pada kawasan ini. Alasan ini berkaitan dengan kenapa saya memilih HI sebagai jurusan saya kuliah sampai saya rela nggak full ngisi LJK SPMB IPA supaya saya nggak diterima di pilihan pertama yang IPA dan diterimanya di HI aja. Gimana nyeritainnya ya? Yah, yang jelas, konsentrasi ke ASEAN ada sejarah pribadinya. Itu yang menyebabkan saya sangat menyukai tema ini. Kalau UAS semua mata kuliah ada pertanyaan tentang ASEAN-nya, bheuhhhhh, bisa lulus tanpa ada sejarah ngulang kayaknya. Hahahaha. Alasan kenapa bisa menjawab semua pertanyaan tentang ASEAN bukan karena saya sok ngerasa nguasain (ilmu saya mah jelas masih kurang, apalagi kalau dibandingkan dengan penulis buku ituh, arghhhhhh, bagaikan matahari dengan pluto, nggak cuma jauh jaraknya, tapi ukurannya juga beda) melainkan karena saya suka. Ada perasaan lain yang ikut kalau saya membaca dan menjawab pertanyaan tentang ASEAN. Perasaannya beda kalau saya mbaca atau ditanya tentang masalah Palestina-Israel, Korea Utara, atau masalah lainnya. Perasaan kalau menemukan tentang ASEAN tuh ibaratnya kayak perasaan nemuin Gu Jun Pyo si pria tampan dalam Boys Before Flowers berdiri di depan motor saya trus ngajakkin saya pulang naik mobilnya sampai maksa-maksa. Ahahahhahahahahha. Gila lagi. Ya enggak begitu juga, ah. Berasa abege aja itu statement. Hihi. Ya pokoknya ada perasaan yang beda lah kalau nemuin tentang ASEAN-lah. Mungkin nanti saya bakal jadi Sekjen ASEAN. Aaaaaaahahhahhaahaha. Bilang amin jangan ya? Hehe.
Dari kedua hal tidak biasa yang saya lakukan itu, saya jadi nemuin hal baru, perasaan baru, dan manfaat baru. Satu, saya jadi tahu bahwa menonton film, khususnya film romantis, terutama film tersebut kita dapatkan dengan cuma-cuma, heheh, bisa membuat perasaan kita lebih enak. Saya bukan orang yang suka nonton film, apalagi kalau itu adalah film di bioskop. Argh, sumpah dah nih dah, paling males kalau punya pacar atau lagi deket sama orang diajakinnya ke bioskop. Nggak suka!!!! Sayang banget gituh sepuluh ribu dibuang buat nonton film dua jam di bioskop dan film itu nggak bisa kita simpen. Selama hidup, bisa dihitung jari tuh saya berapa kali pergi ke bioskop. Itu juga bukan pake uang saya. Pasti dipaksa dan dibayarin. Pernah sih sekali ngerasa santai nonton di bioskop, walaupun tetep ngerasa ngantuk juga, hehehe, layarnya gede bener dah, hmmmm, itu waktu pas lagi ke Surabaya, diajak nonton Bourne sama kakak saya tercintaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, hahhaa. Nah, Bourne adalah salah satu film terbaik sepanjang masa dan nggak rugi banget tuh nontonnya (rugi apaan, ngeluarin duit juga kaga..hehehe). Ya, baiklah, terima kasih sekali, Mas, sudah mengajak (memaksa) saya nonton film bagus. Dua, saya juga jadi tahu bahwa membaca itu membawamanfaat yang banyak. Membaca itu bisa mengasah daya analisis kita sampai kepada hal sederhana yang ternyata bermakna besar! Membaca juga membuat kita berani berpikir out of the box dan menemukan hal-hal baru. Ahahahha. Dasar saya si pemalas nomor satu. Hal yang baru saya temukan itu kan adalah hal yang sangat umum dan udah jadi pepatah sehari-hari. Hahahha. Ya, tapi liat-liat dulu isi bukunya, sih. Nggak semua buku ditulis dengan bahasa yang bagus dan membuat kita tertantang untuk membaca lebih banyak lagi. Ngggak semua penulis bisa menuliskan hal yang ia minati dengan bahasa yang mampu mengajak orang lain untuk ikut berminat pada bidang tersebut.
Yah, akhirnya dari fenomena yang jaaaaaaaaaaarrrrang sekali terjadi tersebut, baik menonton film yang mampu menghanyutkan logika, perasaan, dan emosi maupun membaca buku mengenai ASEAN yang sangat dalam analisisnya, saya jadi punya harapan baru untuk meningkatkan kemampuan menulis saya sehingga akan lahir orang-orang baru yang karena terinspirasi skenario film dan tulisan saya menjadi sadar pentingnya membaca. Ahahahha. Harapan lain adalah saya harus bisa mengatur waktu lebih baik supaya saya bisa meluangkan waktu untuk main ke perpustakaan dan menemukan buku-buku bagus lain dan tentu saja meluangkan waktu yang banyak untuk membaca. Yah, kalau untuk film sih, nggak bakal banyak-banyak, ah. Udah cukup nonton 3 judul, nih tinggal 1 judul lagi udah gitu udahan ah. Sayang duitnya buat bayar listrik, apalagi ini lagi menjelang krisis energi, pasti di luar sana di waktu yang akan datang akan ada orang yang kekurangan listrik padahal lagi buth-butuhnya pakai listrik tapi karena jatah listrik sudah saya habiskan pada abad ini hanya demi 25 episode film Korea yang pada akhirnya hanya akan membuat saya sakit hati karena percintaan di sana nggak bakal ada dalam kenyataan, si orang yang butuh tersebut akan mengalami kecelakaan fatal, hufffff...saya nggak mau nambah dosa di masa depan dan dihisab oleh Allah dengan tuduhan mencelakakan orang lain akibat keborosan. Oh tidak. Saya tidak mau hal tersebut terjadi. Hahahhaa. Yah, kalau untuk membaca buku pasti akan saya tingkatkan, tapi yang untuk film, seriusnya, nggak bakal saya tingkatkan. Hahaha. Suerrrrrrr. Tapi 1 film lagi yaaaaa!!! Hehehehhe.
Ark. Juli '09.
1. Nonton film seri Korea
2. Baca buku tentang ASEAN
Ahahahha.
Kenapa nonton film seri Korea dari abis solat isya sampai adzan subuh itu hebat bagi saya?
Pertama, karena itu adalah hal yang paling tolol yang pernah saya lakukan sejak UAN SMP dimana ketika masa itu saya juga nggak belajar sungguh-sungguh karena nonton film seri Taiwan ORIGINAL (menyisihkan uang jajan hingga terkumpul ratusan ribu cuma untuk memiliki film seri Taiwan itu), yang alhamdulillah saya masih bisa masuk SMA Negeri. Hahaha.
Kenapa tolol? Ya, untuk nonton tiga judul film Korea itu saya emang nggak beli atau nyewa, sih. Ada temen saya yang berbaik hati minjemin. Yang bikin tolol itu ya berapa beban listrik yang harus dibayar sebelum tanggal 20 setiap bulannya dengan saya melewatkan malam sama pria baik hati dan tampan di film Korea itu. Ahahahha. Menyesal selalu datang kemudian. Yah, tapai gimana lagi. Kalau saya nonton siang-sang, bisa-bisa saya males solat, lagian juga kalau siang ada banyak yang harus dikerjain. Kalau nggak malam, kapan lagi? Habis isya kan nggak ada solat wajib lagi (heheheh), malam-malam juga kamar saya jauh dari mana-mana, malam-malam juga nggak ada kerepotan yang berarti, lagian juga biar ada semangat buat solat Subuh. Bheuh, kalau hari biasa mah solat subuh males banget, diiingiiiiiiin. Nah, dengan menonton film sampai adzan, saya kan nggak punya alasan untuk nggak solat subuh. Secara nggak merem gituh. Adzan juga jelas-jelas kedengeran. heheheheh. Tapi ya tetep aja sih tolol banget gituh nonton film. Ngapain juga coba saya mengulang masa-masa abege yang mendambakan pria baik hati, serta rela mengorbankan segalanya demi gadis miskin, bodoh, konyol, namun periang dan baik hati???? hahahaha. Hal yang begituh mah cuma ada di film, mustahil di kehidupan nyata. Hmmmm. Saya sebenernya sadar kalau nonton film Korea itu adalah cara lain untuk menyakiti diri sendiri. Hahhaa.
Yah, memang sih tolol, tapi saya cukup senang dan terhibur dengan film Korea itu. Tenang aja, saya nggak akan jadi freak sama pria-pria itu kok. Hahaha. Seenggaknya, dari film Korea yang saya tonton semalaman suntuk itu saya bisa mendapat banyak pelajaran selain mendapat kesempatan bersenam mulut alias tertawa dan akhirnya terhibur. Dari mulai harus kuat, jangan gampang menyerah, harus yakin sama diri sendiri, nilai-nilai kekeluargaan, nilai-nilai pertemanan, kejujuran, ketepatan janji, cita-cita, sampai betapa berbahayanya orang-orang yang sok baik dan menusuk dari belakang. Hahaha.
Dari ketiga judul film seri Korea yang saya tonton, My Girl, Spring Waltz, dan tentu saja BOYS BEFORE FLOWERS yang sedang sangat digila-gilai itu, selain mengenai si tampan yang sayang sekali kurang berani dalam memperjuangkan cintanya secara radikal, arghhhhhh, saya nemuin kesamaan.
Satu, lagi-lagi pria kaya yang punya segalanya kecuali cinta yang jatuh cinta kepada seorang gadis yang miskin, rajin bekerja, periang, polos, dan baik hati. Always. Di balik kedua tokoh sentral tersebut ada beberapa tokoh seperti sahabat, dimana sang sahabat adalah pria yang juga kaya dan tampan dan baik hati, namun karena di tahu betapa besar cinta si kedua tokoh utama maka ia terpaksa harus memendam perasaannya sendiri. Lalu ada juga wanita pilihan orang tua, dimana wanita itu adalah wanita yang subhanallah sempurna banget, dari mulai fisik, otak, dan rezeki yang bling bling namun karena cintanya kepada si pria tokoh utama tak terbalas, si wanita itu pun diceritakan memiliki jiwa yang kejam dan muka yang judes. Hahhaha. Tokoh lain tentu saja adalah orang tua si kaya yang sangat protektif dan orang tua si gadis miskin yang sangat menyebalkan, dari mulai maniak judi dan terlilit utang sampai matre. Hihihihi. Jalan ceritanya juga sebenernya mah begitu-gitu aja. Awalnya tengkar trus taunya jatuh cinta, tapi ini masih tahap jatuh cinta yang masih saling gengsi dan cuman bisa ketawa-ketawa sendirian di belakang. Nah, tapi justru bagian ini yang paling saya sukain. Romatisnya dapet. Cihuyyyyy. Ahahahaha. Lucu aja gituh. Udah jelas, saling suka, tapi tetep aja itu gengsi dan sok jual mahal. Udah gitu yang bikin deg deg syerrrrr itu kalau si tokoh utama laki-laki itu melakukan hal-hal di luar kebiasaannya. Kan biasanya si tokoh utama laki-laki itu kan diceritainnya kaku, kesepian, sombong, arogan, yah begitu-begitulah, nah sejak dia jatuh cinta ya dia jadi perhatian dan sering senyum, tapi perhatian dan sering senyumnya itu nggak diliatin secara ekstrim ke cewek itu. Yah, gara-gara gengsinya ituh tuh. Maksud hati sih perhatian, tapi pas keluar di mulut dan di tangan ya kayak marah-marah. Nah, habis beres di bagian ini, mulailah masuk ke tahap jatuh cinta yang agak susah. Nah, mereka udah mulai saling ngaku nih kalau mereka nggak bisa hidup jauh-jauh satu sama lain, tapi masalah mulai muncul dengan kehadiran si perusak kebahagiaan, baik dari si wanita antagonis yang mukanya, cih judes dan licik bener, dan dari orang tua tokoh utama pria yang suombonggggggnyaaaa masya allah. Pasti mereka adalah orang-orang pertama yang masuk neraka dah kalau mereka dihisab di hari Kiamat. Nah, masuk tahapan itu yang selalu bikin saya malas. Kalau saya sih setiap masuk ke bagian ini DVD-nya langsung saya forward. Nggak suka ah liat yang kejam-kejam. Tapi kalau bagian ini termasuk penting dan sayang untuk dilewatkan dengan beberapa kali diforward, nah bagian itu langsung saya stop dan saya ganti sama episode terakhir. Ahahahhahah. Kalau hasil akhirnya hepi ending, baru saya terusin lagi nontonnya. Yah, seengganya saya udah ada peganganlah mau begimana jahatnya itu si wanita penyihir dan orang tua kaya, yang jelas, usaha mereka akan sia-sia karena filmnya bakal hepi ending. Hahahha. Selepas dari berbagai kesulitan, masuklah ke tahap ending. Di tahap ending, sebenernya persoalan lebih klimaks, tapi karena si tokoh utama pria dan wanita sudah memiliki ketetapan hati yang lebih baik daripada episode-episode sebelumnya, klimaks pun dengan segera berubah menjadi antiklimaks. Hmmmm, antiklimas ini yang saya suka. Romantis lagi gituh. Cihuyyyyy. Romantisnya nggak harus karena menikah juga, tapi simbol yang mengatakan bahwa mereka emang nggak bakal terpisahkan lagi itu yang bikin romantisssssssssssssss. Bheuhhhhhhhh. Dapet bener dah itu cerita. Ahayyyyy. Ya ya ya, saya tahu itu nggak akan terjadi dalam kehidupan nyata, tapi biarlah sekali ini saya merasa bahagia untuk kebahagiaan orang lain. Hahahha.
Selain karena jalan cerita yang romantis, film-film Korea juga menarik karena jalan cerita yang logis dan sangat rapi. Logis karena pada setiap hal yang diketengahkan selalu ada lanjutan dari adegan sebelumnya. Jadi nggak tiba-tiba jatuh cinta, nggak tiba-tiba benci, nggak tiba-tiba amnesia, dan nggak tiba-tiba sadar. Kerapian juga sangat kentara terlihat dalam film seri Korea karena adanya jalinan simbol yang berkelanjutan dari awal episode sampai akhir. Misalnya waktu episode awal diceritain kalau si tokoh utama wanita dapet kado, nah pas di episode terakhir, kado itu masih ada dan ternyata jadi simbol apaaaaa lah gitu. Oia, hal lain yang saya sukai adalah meski tokoh jahat diceritakan sanagt jahat, tapi jahatnya nggak lebai kayak di film-film kita. Nggak sesaiko penjahat di sinetronlah. Ketika seorang tokoh melakukan hal yang kita bilang jahat, ternyata dia punya alasan kenapa melakukan kejahatan tersebut dan ketika kejahatan tersebut terbongkar, dia mau mengakui kejahatan tersebut. Ending bagi si jahat pun nggak kejam-kejam amat kayak di film kita. Kan kalau di film kita mah ending buat si jahat, kalau bukan masuk rumah sakit jiwa ya pasti mati, kalau dia berubah jadi baik pun kayaknya maksa banget gituh prosesnya, ga logislah. Nah, beda sama film seri Korea, si jahat juga diceritain menerima sebuah proses panjang yang logis sehingga akhirnya dia sadar, jadi orang baik, dan akhirnya nemuin kebahagiaannya sendiri. Sungguh film Korea adalah film yang sangat menjunjung tinggi HAM. Hahaha. Nggak cuma orang baik aja yang berhak bahagia, tapi orang jahat juga berhak bahagia. Hahhaha.
Tapi euy, film Korea teh agak aneh juga. Itu, tentang tokoh utama pria. Satu, kenapa dandanannya harus kayak cewek? Bheuh, gantengnya lebih ke arah cantik dan sangat metroseksual sekali eung. Ya, emang sih saya juga jadi kemimpi-mimpi, mungkin nggak ya punya pacar setampan itu, tapi ya gituh weh, aneh deh kayaknya kalau di Jatinangor saya digandeng sama pria seperti di film itu. Berasa digandeng boneka kaca yang nggak boleh jatuh. Huhuhu. Dua, kenapa sih jati diri mereka munculnya lama banget? Kan katanya suka, ya perjuangin dong, aduhhhhhhh, masa yang selalu ada dalam masa-masa sulit si tokoh utama wanita harus selalu si sahabat tokoh utama cowok yang jelas-jelas cintanya bakal ditolak? Ini sungguh membuat penonton seperti saya geram dan iba karena kita jadi menaruh simpati ke si sahabat. Aduh, ngapain sih kamu baik-baik begituh, nanti kamu tuh bakal ditolak, sini dekatin aku ajah. Ahahhahahhahaa.
Yah, beneran eung ini mah, nonton film Korea nggak cuma berhasil bikin saya nggak tidur tapi juga bisa bikin saya gila sama jalan cerita. Hahahha. Suspensnya keren dah itu. Pasti penulisnya gila juga nih. Gila, keren banget.Hahha. Ya, kagum aja gituh saya sama orang-orang yang bisa nulis tema cinta. Dari awal saya nulis sampai sekarang, tema yang nggak pernah bisa saya tulis itu tema tentang cinta. Cinta laki-laki dan perempuan. Pernah sih nulis tema cinta, tapi ujungnya nggak hepi ending. Nggak tau eung. Nggak bisa saya nulis tema cinta.
Okey, beranjak ke kegiatan kedua yang saya lakukan sampai saya rela nggak tidur. Membaca buku tentang ASEAN. Kenapa membaca buku tentang ASEAN sangat menakjubkan bagi saya? Hmmmm. Saya bukan orang yang suka membaca kecuali besok UAS atau seminggu lagi ada deadline tulisan, apalagi kalau buku itu berbahasa asing. Kalau saya ada waktu luang ya lebih baik saya tidur atau paling rajin dan ada pulsa, baca koran online di hp. Beberapa waktu yang lalu, ketika saya sedang mengalami turbulensi kayak yang udah saya ceritain di postingan lain dan ketika itu saya mencoba kabur dengan nggak pengen ketemu atau ngobrol sama orang, saya sempat main ke perpus. Nah, pas di perpus, saya nemu beberapa buku, hmmmm, kayaknya ada sepuluh buku, deh, tentang ASEAN. Baca sedikit bagian pendahuluan, isi, dan bab akhir, eh ternyata menarik, akhirnya saya memutuskan untuk meminjam buku itu. Nggak langsung sepuluh buku, tapi tiga dulu. Bukunya menarik. Hmmm, sangat menarik malah. Saya terkesan sama penulisnya. Subhanallah, analisisnya mendalam sekali. Benar-benar mengajak saya mejelajahi alam yang nggak pernah saya pikirkan. Argh, keren, cuyyyyy!!!
Hmmmm. Lalu, mengapa harus buku tentang ASEAN? Mengenai ASEAN, sebenarnya ada alasan khusus kenapa dari zaman dulu masih sekolah sampai sekarang saya sangat tertarik dengan tema ini. Ya, kalau mau cerita yang bagian idealisnya ya karena ASEAN adalah hal yang paling dekat sama kita. Secara saya orang Indonesia gituh, kayaknya agak malu kalau saya lebih menguasai Uni Eropa ketimbang ASEAN. Ibarat pepatah tentang kuman dan gajah. Tapi di samping alasan itu, masih ada alasan khusus kenapa konsentrasi saya pada kawasan ini. Alasan ini berkaitan dengan kenapa saya memilih HI sebagai jurusan saya kuliah sampai saya rela nggak full ngisi LJK SPMB IPA supaya saya nggak diterima di pilihan pertama yang IPA dan diterimanya di HI aja. Gimana nyeritainnya ya? Yah, yang jelas, konsentrasi ke ASEAN ada sejarah pribadinya. Itu yang menyebabkan saya sangat menyukai tema ini. Kalau UAS semua mata kuliah ada pertanyaan tentang ASEAN-nya, bheuhhhhh, bisa lulus tanpa ada sejarah ngulang kayaknya. Hahahaha. Alasan kenapa bisa menjawab semua pertanyaan tentang ASEAN bukan karena saya sok ngerasa nguasain (ilmu saya mah jelas masih kurang, apalagi kalau dibandingkan dengan penulis buku ituh, arghhhhhh, bagaikan matahari dengan pluto, nggak cuma jauh jaraknya, tapi ukurannya juga beda) melainkan karena saya suka. Ada perasaan lain yang ikut kalau saya membaca dan menjawab pertanyaan tentang ASEAN. Perasaannya beda kalau saya mbaca atau ditanya tentang masalah Palestina-Israel, Korea Utara, atau masalah lainnya. Perasaan kalau menemukan tentang ASEAN tuh ibaratnya kayak perasaan nemuin Gu Jun Pyo si pria tampan dalam Boys Before Flowers berdiri di depan motor saya trus ngajakkin saya pulang naik mobilnya sampai maksa-maksa. Ahahahhahahahahha. Gila lagi. Ya enggak begitu juga, ah. Berasa abege aja itu statement. Hihi. Ya pokoknya ada perasaan yang beda lah kalau nemuin tentang ASEAN-lah. Mungkin nanti saya bakal jadi Sekjen ASEAN. Aaaaaaahahhahhaahaha. Bilang amin jangan ya? Hehe.
Dari kedua hal tidak biasa yang saya lakukan itu, saya jadi nemuin hal baru, perasaan baru, dan manfaat baru. Satu, saya jadi tahu bahwa menonton film, khususnya film romantis, terutama film tersebut kita dapatkan dengan cuma-cuma, heheh, bisa membuat perasaan kita lebih enak. Saya bukan orang yang suka nonton film, apalagi kalau itu adalah film di bioskop. Argh, sumpah dah nih dah, paling males kalau punya pacar atau lagi deket sama orang diajakinnya ke bioskop. Nggak suka!!!! Sayang banget gituh sepuluh ribu dibuang buat nonton film dua jam di bioskop dan film itu nggak bisa kita simpen. Selama hidup, bisa dihitung jari tuh saya berapa kali pergi ke bioskop. Itu juga bukan pake uang saya. Pasti dipaksa dan dibayarin. Pernah sih sekali ngerasa santai nonton di bioskop, walaupun tetep ngerasa ngantuk juga, hehehe, layarnya gede bener dah, hmmmm, itu waktu pas lagi ke Surabaya, diajak nonton Bourne sama kakak saya tercintaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, hahhaa. Nah, Bourne adalah salah satu film terbaik sepanjang masa dan nggak rugi banget tuh nontonnya (rugi apaan, ngeluarin duit juga kaga..hehehe). Ya, baiklah, terima kasih sekali, Mas, sudah mengajak (memaksa) saya nonton film bagus. Dua, saya juga jadi tahu bahwa membaca itu membawamanfaat yang banyak. Membaca itu bisa mengasah daya analisis kita sampai kepada hal sederhana yang ternyata bermakna besar! Membaca juga membuat kita berani berpikir out of the box dan menemukan hal-hal baru. Ahahahha. Dasar saya si pemalas nomor satu. Hal yang baru saya temukan itu kan adalah hal yang sangat umum dan udah jadi pepatah sehari-hari. Hahahha. Ya, tapi liat-liat dulu isi bukunya, sih. Nggak semua buku ditulis dengan bahasa yang bagus dan membuat kita tertantang untuk membaca lebih banyak lagi. Ngggak semua penulis bisa menuliskan hal yang ia minati dengan bahasa yang mampu mengajak orang lain untuk ikut berminat pada bidang tersebut.
Yah, akhirnya dari fenomena yang jaaaaaaaaaaarrrrang sekali terjadi tersebut, baik menonton film yang mampu menghanyutkan logika, perasaan, dan emosi maupun membaca buku mengenai ASEAN yang sangat dalam analisisnya, saya jadi punya harapan baru untuk meningkatkan kemampuan menulis saya sehingga akan lahir orang-orang baru yang karena terinspirasi skenario film dan tulisan saya menjadi sadar pentingnya membaca. Ahahahha. Harapan lain adalah saya harus bisa mengatur waktu lebih baik supaya saya bisa meluangkan waktu untuk main ke perpustakaan dan menemukan buku-buku bagus lain dan tentu saja meluangkan waktu yang banyak untuk membaca. Yah, kalau untuk film sih, nggak bakal banyak-banyak, ah. Udah cukup nonton 3 judul, nih tinggal 1 judul lagi udah gitu udahan ah. Sayang duitnya buat bayar listrik, apalagi ini lagi menjelang krisis energi, pasti di luar sana di waktu yang akan datang akan ada orang yang kekurangan listrik padahal lagi buth-butuhnya pakai listrik tapi karena jatah listrik sudah saya habiskan pada abad ini hanya demi 25 episode film Korea yang pada akhirnya hanya akan membuat saya sakit hati karena percintaan di sana nggak bakal ada dalam kenyataan, si orang yang butuh tersebut akan mengalami kecelakaan fatal, hufffff...saya nggak mau nambah dosa di masa depan dan dihisab oleh Allah dengan tuduhan mencelakakan orang lain akibat keborosan. Oh tidak. Saya tidak mau hal tersebut terjadi. Hahahhaa. Yah, kalau untuk membaca buku pasti akan saya tingkatkan, tapi yang untuk film, seriusnya, nggak bakal saya tingkatkan. Hahaha. Suerrrrrrr. Tapi 1 film lagi yaaaaa!!! Hehehehhe.
Ark. Juli '09.