Aged-Pregnancy dan Patriarki

Sepertinya posting kali ini agak berbahaya dan bisa menimbulkan salah interpretasi, jadi mohon disiapkan tisunya yang banyak *lohhh. Posting kali ini berkaitan dengan wacana yang saya temukan di soal ujian SPMB tahun 2010 kode 346 yang menurut saya bias gender. Nggak hanya dari isi teksnya, tetapi juga dari soal dan jawaban benarnya. Rasanya menemukan teks dan soal yang isinya bertabrakan dengan pandangan saya tapi saya harus bersikap netral karena teks itu adalah teks ujian yang harus disampaikan dengan seada-adanya jawaban wih berat sekali. Untungnya itu teks terakhir jadi saya betenya nggak kelamaan. Oke, ini dia teksnya dan tulisan yang saya tebalkan adalah framing yang saya pikir bias gender:

"It is common knowledge that as women get older, pregnancy becomes a riskier enterprise. Advanced maternal age is linked to a number of developmental disorders in children, such as Down's syndrome. Now, a study has confirmed that older mothers are more likely to give birth to a child with autism, too. The authors of the epidemiological study, published February 8 in Autism Research, examined the parental age of more than 5 12,000 children with autism and nearly five million "control" children between 1990 and 1999, all living in California. The researchers found that mothers over 40 had a 51 percent higher risk of having a child with autism than mothers 25 to 29, and a 77 percent higher risk than mothers under 25.

Autism-a developmental disorder characterized by impaired social interaction" and communication appears to be on the rise. The U.S. Centers for Disease Control and Prevention now estimates that as many 10 as one in 110 children in the U.S. has an autistic spectrum disorder-a group of developmental disorders including autism, Asperger's syndrome and pervasive developmental disorder. The prevalence of autistic spectrum disorders in California in 2007 was 12 times that from 1987, representing an average annual growth of 13 percent, according to a report from the California Department of Developmental Services. Only a fraction of these extra cases can be explained by changes to diagnostic criteria and earlier diagnoses.

15 Maternal age is also increasing in the USA. California-based study reported a three-fold increase in the number of births to women aged 40 to 44 between 1982 and 2004. But this trend toward delayed childbearing accounted for less than 5 percent of the total increase in autism diagnoses in California over the decade, according to the study-a finding that surprised Janie Shelton, a doctoral student in University of California, Davis's Department of Public Health Sciences and the study's lead author. "I would have expected to see 20 more of a contribution, because age is a risk factor and women are having kids later," she says. Earlier work had suggested that both maternal and paternal ages are independently associated with autism risk. But the current study found that paternal age is  only a risk factor when the mother is under 30."

Lalu ini soal dan pilihan jawabannya, yang saya tebalkan itu yang bias gender :

41.ln the text above the writer deals with a topic on ...
(A) prevalence of autism among children.
(B) possible biological causes of autism.
(C) research findings on mental disorders.
(D) maternal age and autism in children.
(E) negative effects of delayed pregnancy.

43. It can be concluded from the text that ...
(A) a big age difference of parents of 40 years or beyond may result in autism.
(B) several mental disorders can be prevented by having kids earlier.
(C) women today show a general trend in delaying pregnancy.
(D) the paternal age only partly explains the case of mental disorders among children.
(E) the case of autism among children remains a mystery among scientists.

44. Which of the following best describes the author's purpose in this study?
(A) To reveal that the case of autism among children is prevalent
(B) To analyse how delayed pregnancy brings about autism
(C) To make the readers aware of the consequence of delayed pregnancy
(D) To refute a common misconception about the cause of autism
(E) To demonstrate that autism is associated with delayed pregnancy

45. From the information in the first and second paragraphs, it can be inferred that ...
(A) developmental disorders in children are close to delayed pregnancy.
(8) modified diagnosis criteria can detect many cases of autism.
(C) many of the children in the US obviously suffer from autism.
(0) Asperger's syndrome is not related in any way to autism.
(E) studies on autism have not successfully revealed its causes.

Poin yang saya buat dari teks dan soal di atas adalah :
  1. Perempuan (ibu) masih menjadi pihak yang paling bertanggung jawab mengenai perkembangan anak, tidak hanya ketika anak tersebut bertumbuh kembang di dunia, tetapi juga sejak anak masih menjadi janin, sementara laki-laki (ayah) hanya menjadi pihak yang sebagian bertanggung jawab.
  2. Perempuan dibuat berada dalam keadaan yang sulit untuk mengambil keputusan, yakni bekerja di luar atau tetap berada di sektor domestik, karena taruhannya adalah masa depan anak yang nanti ia kandung. 
  3. Power patriarki yang lahir dari ego laki-laki semakin dikukuhkan dengan knowledge yang dibuat sealamiah mungkin, salah satunya melalui sains yang secara common sense sudah diterima sebagai sumber pengetahuan yang paling sahih.
Oke,mari kita bahas, tapi sebelumnya saya mau bilang bahwa posisi saya di sini hanya sebagai penganalisis. Metode penganalisisan dalam posting ini nonpartisipan dan tidak reflektif jadi jangan tempatkan saya sebagai pihak yang mendukung delayed pregnancy. Jodoh saya belum datang kok jadi kalau nanti saya termasuk dalam golongan ini, itu semua hanya karena suratan takdir, bukan karena pilihan saya ahahahaha. Jangan plis atuhlah ya allah. Tapi kalau misalnya saya segera bertemu jodoh dan saya tidak melakukan delayed pregnancy juga dorongannya bukan karena ketakutan adanya kecenderungan disorder pada anak, melainkan karena sudah takdirnya saya punya anak. Oke masbro?

Hal pertama yang saya sesalkan dari teks di atas adalah cepatnya sang penulis memutuskan bahwa aged pregnancy disebabkan oleh wanita yang memutuskan untuk men-delay pregnancy-nya. Bagi saya, tidak semua aged pregnancy disebabkan oleh keputusan men-delay preganncy. Salahnya lagi, teks tersebut juga kurang lengkap menyebutkan apakah anak-anak yang terkena mental disorder karena dilahirkan oleh ibu yang berusia di atas 40 itu merupakan anak pertama atau anak tengah atau anak bungsu. Bisa saja kan seorang ibu hamil pada usia 40 dan itu bukan kehamilannya yang pertama? Ibu saya dan beberapa ibu teman saya juga melahirkan anak bungsu pada usia 40. Kemudian, bagaimana juga dengan ibu yang sudah lama tidak dikaruniai anak dan baru diberi anak pada usia 40? Apakah aged pregnancy-nya disebabkan ileh pilihannya untuk menunda kehamilan? Posisi saya jelas di sini, bagi saya, aged pregnancy tidak bisa disinonimkan dengan delayed-pregnancy.

Namun demikian, andaikata memang ada wanita yang men-delay pregnancy-nya sehingga ia mengalami aged-pregnancy, apakah itu juga sikap yang salah sehingga harus ditertibkan dengan keberadaan rezim pengetahuan bahwa delayed pregnancy itu mengorbankan perkembangan anak? Pertama ini soal pilihan. Ada perempuan yang memilih menikah dan punya anak, ada pula perempuan yang memilih untuk menyelesaikan dulu keinginan, cita-cita, dan tuntutan sektor nondomestik. Ini juga bukan soal egois tidak egois, tetapi ini adalah cara pandang seseorang yang pasti berbeda dari orang-orang lain. Laki-laki juga sama kok, mereka punya pilihan, apakah menikah atau tidak menikah. Mengapa hanya pilihan perempuan yang dipermasalahkan? 

Saya melihat fenomena bermasalahnya perempuan yang memilih untuk tidak atau menunda pernikahan dan kehamilan ini sebagai produk budaya kita, yang tidak hanya terbatas di Indonesia, di Timur, dan di agama-agama, tetapi juga tersebar diamini secara universal. Ya, saya rasa ini hal yang sudah dianut secara universal : perempuan seharusnya manut ada di sektor domestik. Perempuan yang mencoba menghindari kewajiban budaya ini secara otomatis dianggap sebagai perempuan yang salah. 

Pengikatan perempuan untuk berada di sektor domestik pun saya rasa sudah dipraktekan sejak lama. Adanya tabu, pamali, cap buruk, dosa mengenai perempuan yang memilih untuk berasa di luar rumah saya yakini merupakan bentuk pengikatan bagi perempuan untuk menjaga rezim patriarki. Namun seiring dengan perkembangan zaman, tentu tabu, pamali, stereotype, dan dosa ini makin terasa tradisionalitasnya sehingga kurang ampuh untuk mengekang perempuan. Lahirlah kemudian knowledge yang berasal dari ilmu pengetahuan yang metodenya disepakati sebagai metode ilmiah yang akhirnya membuat semua pengetahuan yang lahir darinya sebagai pengetahun ilmiah yang obyektif, nyata, sahih, dan benar. Studi-studi mengenai penundaan kehamilan pun bermunculan untuk memberi gambaran apa 'dosa' yang paling faktual dan instan dari penundaan kehamilan, yakni lahirnya anak yang seharusnya suci dan bahagia tapi malah 'berbeda' dari anak kebanyakan yang lahir dari perempuan (ibu) baik-baik yang menurut pada budaya patriarki.  

Masalahnya lagi adalah rezim patriarki ini pun tidak hanya didukung oleh laki-laki, tetapi juga dari kalangan perempuan sendiri. Contohnya bisa dilihat pada paragraf terakhir teks di atas. 
"I would have expected to see 20 more of a contribution, because age is a risk factor and women are having kids later," she says.
Keberadaan perempuan-perempuan yang memihak budaya patriarki merupakan hal yang penting bagi penguatan budaya patriarki. Mereka akan membuat perempuan lain yang ingin menentang budaya patriarki merasa salah dengan keputusannya. Selain itu, mereka juga adalah contoh dan teladan baik yang akan membuat perempuan yang tidak seperti mereka terdemonisasi secara otomatis. Mereka adalah batas biner antara yang baik dan buruk di dalam grup perempuan.

Saya nggak bermaksud bilang bahwa perempuan yang manut pada budaya patriarki itu jahat dan perempuan yang berani menentang budaya patriarki sebagai pihak yang baik. Saya hanya menyesalkan mengapa harus ada penguatan suatu budaya tertentu yang membuat dikotomi biner antara baik dan buruk. Bagi saya, mustahil bila kita membuat suatu dikotomi dan generalisasi mengenai apa yang baik dan buruk. Setiap orang (perempuan) tentu memiliki pandangan dan pengalaman masing-masing yang sepatutnya bukan dihakimi, melainkan dihormati. 

Ark.Apr'12.