Waktu, Kata Pak Tata

    Setelah lama nggak posting!!!! Haha.

    Apa kabar di bulan yang ternyata sudah memasuki penghujung Oktober ini?

    Oia, anak SMA yang biasanya nulis di sini sekarang udah jadi mahasiswa!

    Bener, sama sekali nggak kerasa! Tiga tahun masa SMA telah terlewati dan kini, tarararraaaa…semua urusan persekolahan dari MOS pada awal tahun, belajar, ujian, remedial, darmawisata, belajar, pemantapan, ujian-ujian akhir, sampai prom terselesaikan sudah! Ada banyak kenangan yang terciptakan dan nggak tahu kenapa, segala urusan persekolahan yang dulu saya anggap sebagai rutinitas biasa kini malah terasa sebagai dimensi yang…singkatnya, Ngangenin!

    “Waktu adalah besaran yang tidak pernah bisa kembali…”

    Begitu tulis salah seorang wali kelas di buku tahunan angkatan saya. Yup, setuju, Pak! Waktu sama sekali nggak bisa kita rengkuh untuk kembali. Jangankan merengkuh saat yang sudah lewat sejak tiga tahun lalu, untuk merengkuh lagi satu detik yang lewat saja kita nggak bakal pernah bisa.

    Mengenang semua yang terlewati, ternyata ada banyak evaluasi diri yang muncul. Dari mulai ngetawain tingkah bodoh dan malu-maluin, mencari jawaban atas pertanyaan, “Kok dulu bisa gitu ya?” ; “Ngapain juga dulu pake kayak gitu segala?” ; “Kok dulu mikirnya kayak gitu ya?”, penyalahan diri sendiri kayak, “Yah, ini sih gue yang salah tuh!”, penyesalan-penyesalan yang bikin sedih atau malu, sampai semangat untuk memperbaiki diri atas segala kekhilafan masa lalu!

    Mungkin poin terakhir tersebut adalah makna paling dalam mengapa Tuhan menciptakan orde-orde revolusi dan rotasi bagi Bumi. Tanpa ada orde tersebut, manusia tidak akan berusaha mengenal waktu. Tanpa ada waktu, tak akan ada perubahan, bahkan tak kurang juga kemungkinannya tak akan ada kehidupan.

    Hah, kalo gini sih, ujungnya ngapain Tuhan nyiptain kehidupan? Kalo gitu, unsur paling penting dari kehidupan adalah adanya perjalanan waktu, dong! Perjalanan! Bukan perputaran!

    Kalo Tuhan menciptakan perputaran, kehidupan juga bakal jadi nggak bermakna. Manusia cuma muter di situ doang. Mungkin perenungan atas kesalahan dan semangat untuk memperbaiki masih tetep ada, tapi hal itu sebenarnya malah menjebak manusia dalam penyepelean. Bagi saya, pasti bakal ada pandangan, “Yah, entar juga bakal bisa diperbaiki kok. Ntar-ntar aja deh!” Nggak ada semangat untuk menjadi yang terbaik dan menjadikan suatu hal sebagai yang terbaik.

    Lah, kalau kayak gitu, ngapain hidup?

    Hidup selalu berjalan bersinergi dengan perjalanan waktu. Nyawa dari kehidupan adalah si perjalanan waktu, dalam pandangan saya. Dan ini menjadikan waktu sebagai suatu yang harus kita hargai. Tanpa ada waktu, takkan ada kehidupan. Tak ada kehidupan, kita juga nggak bakal ada.

    Sekarang sudah hampir memasuki bulan November, upssss penghujung tahun nih! Apa saja yang sudah kita capai selama sebelas bulan ini? Gimana kabar si resolusi awal tahun itu? Udah seberapa jauh kita berubah dan berkembang? Udah berapa banyak waktu yang kita habiskan dan manfaatnya bisa kita rasakan sekarang? Udah berapa banyak evaluasi yang kita lakukan tahun ini untuk menyusun rencana revisi resolusi mendatang?

    Waktu selalu berjalan dan kita nggak mungkin cuma tetap diam. Harus ada hal yang kita lakukan agar waktu yang semakin menjauh itu bisa meninggalkan jejak yang bisa kita genggam sebagai suatu pencapaian. Inti dari semua ayat Qur’an tentang pertanggungjawaban kita sebagai manusia sebenarnya adalah pertanggungjawaban atas waktu yang diberikan untuk kita dari Allah. Ibadah nggak cuma tentang solat dan puasa aja. Ibadah juga mencakup penggunaan waktu. Ya kan?

    Okeyyyy, kita masih punya November dan Desember dalam tahun ini. Untuk resolusi-resolusi yang belum tercapai, nggak ada salahnya kita cicil dulu dari sekarang kalau emang niatnya bakal dipending sampai resolusi berikutnya. Nggak ada alasan menjadikan istilah ‘Terlambat’ sebagai penghalang pertanggungjawaban kita terhadap waktu.

    Inget lagi kata Pak Tata, si guru Fisika saya, “Waktu adalah besaran yang tidak pernah bisa kembali…”


Ark.Okt ’07.