Hal cukup melegakan terjadi pada
penerimaan peserta didik kota Bandung tahun 2013 ini. Passing grade SMP dan SMA
favorit yang terkumpul dalam cluster 1 mengalami penurunan ke tingkat yang saya
sebut normal. SMAN 3 Bandung, contohnya. Setelah tahun 2012 lalu berpassing
grade 39,1 atau kasarnya si calon siswa harus punya 3 nilai 10 dan 1 nilai 9
koma, tahun 2013 ini 'hanya' mensyaratkan nilai UN minimal 36,7.
Turunnya passing grade secara
signifikan tersebut bagi saya jelas merupakan prestasi. Bahkan kalau saya boleh
berlebihan, hal tersebut juga saya lihat sebagai arah perkembangan pendidikan
yang lebih fair. Terdapat dua hal yang membuat saya berkata demikian, sekaligus
yang saya lihat sebagai faktor pendorong turunnya passing grade. Pertama
mengenai pengamanan UN tahun ini dari kebocoran, kedua mengenai penghapusan
RSBI.
20 Paket UN
Saya awalnya mengira bahwa UN 20
paket hanya isu untuk menakuti murid agar lebih rajin belajar. Biasalah, saya
juga pernah mengalami 'ancaman' kengerian UN saat saya sekolah. Masa-masa awal
kelas 3 SMP/SMA memang sudah diskenariokan untuk melecut murid-murid lebih
serius menghadapi hidup. Karena saya berpikir demikian, saya acuh saja saat
murid-murid saya di Ganesha dulu sering sekali mengeluhkan ketakutannya,
"Atuh, Bu, gimana dong UN sekarang mah 20 soal. Sekelas pada beda semua.
Kita juga ngga dikasih tahu bakal dapat paket berapa. Guru-guru juga ngga ada
yang tahu. Pokoknya on the spot." Tanggapan saya sok-sok netral
saja (padahal dalam hati tertawa), "Makanya kalian belajar yang serius
dari sekarang."
Eh, ternyata UN 20 paket bukan
sekadar isapan jempol. Sempat diwarnai kepanikan karena soal yang terlambat
datang di beberapa daerah, akhirnya UN 20 paket benar-benar terlaksana. Saya
masih agak skeptis dengan teknisnya tapi kemudian murid saya curhat, "Bu,
susah banget soal UN-nya. Mana 20 paket, sekelas nggak ada yang sama jadi
terpaksa mengerjakan sendiri. Pusing."
Saya nggak paham sih dengan
keluhan si murid yang masih sempat-sempatnya bilang, "terpaksa mengerjakan
sendiri," bukankah memang seharusnya mengerjakan sendiri? Haha. Saya tanya
soal sms kunci, dia mengeluh lagi. Katanya boro-boro mau nyari sms, dia aja
nggak tahu bakal dapat soal tipe apa. Balik lagi ke mengerjakan
semampu-mampunya otak mengerjakan.
Dahsyatnya soal UN 20 paket
terlihat dari perolehan nilai UN para murid. Saya tahu nilai UN tidak sebesar
biasanya saat murid saya mengirim message di fesbuk saya memberikan daftar
nilai UN kawan-kawan sekelasnya di Ganesha. Dengan standar saya pada passing
grade tahun lalu yang bahkan nilai 36 saja harus siap-siap terlempar ke sekolah
swasta, saya sempat stres juga membaca message tersebut. Dua murid teratas saya
di Ganesha Cabang Cinunuk, 'hanya' mendapat nilai 35 padahal mereka ingin
melanjutkan ke kotamadya. Beberapa belas murid saya yang lain nilainya malah
lebih mengenaskan lagi, antara 28-32. Aduh UN rata-rata nilai 7 mah atuh mau
dibawa kemana. Saya tanya kenapa nilai mereka kecil, mereka bilang mereka juga
nggak tahu. Yang jelas, di sekolah mereka, memang kebanyakan mendapat nilai
28-36. Bahkan ada juga yang di bawah 28. Nyut nyut.
Masuk ke musim penerimaan peserta
didik baru (PPDB), data SMA macet tidak ada perubahan siginifikan hingga hari
Jumat. Nilai-nilai yang masuk ke sekolah cluster 1 'masih' di kisaran 36. Saya
pikir ini orang-orang kok berani banget ya nilai 36 masuk ke SMA 3, SMA 5, SMA
8. Sedikit menyinggung di tingkat SMP, hal yang hampir serupa juga terjadi di sana.
SMP favorit lebih banyak diisi oleh nilai 27, padahal tahun lalu 27 sudah nggak
punya tempat di cluster 1. Pemandangan berbeda justru saya lihat di SMP cluster
2. SMPN 17 Bandung yang notabene 'di bawah' SMPN 8 Bandung passig grade-nya
melambung melebihi passing grade di SMPN 8 saat itu. Di sekolah lain dalam
cluster 2 dan 3 pun serupa, nilai-nilai 26 berjubel. Saya rasa ibu-ibu muda
yang mendaftrakan anaknya ke SMP punya perhitungan takut terlempar dari cluster
1 makanya memadati cluster 2 dan 3.
Tunggu punya tunggu, Sabtu akhirnya
datang. Data SMA memang bertambah, namun angka passing grade tidak ada yang
melonjak hingga ke angka 38. SMAN 3 Bandung yang tahun lalu memiliki 28
pendaftar dengan nilai terkecil 39,1 tahun ini sama sekali tidak memiliki
pendaftar dengan nilai 39. Nilai terbesar hanya 38,95 dan dipegang oleh satu
orang. Pemilik nilai 38 pun hanya 43 orang. Pun di SMAN 5, SMAN 8, SMAN 2.
Tahun lalu saya ingat sekali nilai 39 dan 38 memadati seratus ranking teratas
pendaftar. Berbeda dengan tahun ini yang tidak satu pun di antara mereka yang
memiliki pendaftar dengan nilai 39.
Melihat tren nilai yang normal
tersebut, saya jadi bingung . Saya yakin SKL UN punya standar yang baku setiap
tahun. Dengan kata lain, saya nggak yakin kalau soal tahun ini lebih sulit
dibanding tahun-tahun sebelumnya. Lagipula, masih banyak juga yang mendapat
nilai 9 meski tak sebanyak tahun sebelumnya. Saya rasa penormalan nilai
tersebut lebih didorong oleh 20 paket soal UN yang terbilang baru dibanding
tahun-tahun sebelumnya yang hanya 2 atau 5 paket.
Dasar kesimpulan saya juga
sebenarnya buruk, sih. Saya tetap merasa bahwa UN tahun-tahun sebelumnya
diwarnai kecurangan. Kalau hanya 2 atau 5 paket soal sih mudah saja bagi
pihak-pihak yang terlibat dalam UN untuk mengakali UN, apalagi anak-anak pun
sudah tahu mereka akan mendapat paket yang mana. Berbeda pada UN kali ini.
Kecurangan dikunci sedemikian rupa sehingga anak-anak pun dipaksa untuk
berkonsentrasi menundukkan kepala menghadap soal, bukan lagi menghadap kolong
bangku membaca secarik kertas salinan kunci atau bahkan menghadap meja membaca
kunci jawaban yang telah disalin dengan spidol berwarna cerah.
Ya, memang saya yakin tidak semua
murid pada UN tahun lalu menggunakan kunci jawaban yang beredar secara bebas.
Tapi ini sepatutnya menjadi catatan tersendiri, mengapa pada tahun-tahun
sebelumnya ada lebih banyak anak cerdas di Bandung ketimbang tahun ini?
Penghapusan RSBI
Faktor lain yang menormalkan
passing grade adalah penghapusan RSBI pada tahun ajaran ini. Bagi sekolah yang
menerapkan RSBI seperti SMAN 3 Bandung dan SMAN 5 Bandung, jalur memasuki sekolah top di Bandung ini tak ayal menjadi beragam,namun sayangnya tidak memihak UN. Tes dilakukan secara mandiri jauh sebelum
UN dan hasilnya pun sudah dapat diketahui sebelum pengumuman nilai UN.
Menjadikan sekolah-sekolah di
Indonesia berstandar internasional itu bagus. Pun karena megahnya gelar yang
disandang, yakni ‘internasional’, maka tak semua sekolah bisa langsung
menerapkannya. Bertahaplah. Nah, namun demikian, ada harga yang harus dibayar
dari keberadaan RSBI. Saya nggak membicarakan kastanisasi dalam pendidikan dan
pengkhianatan terhadap bahasa pengantar Bahasa Indonesia di sin, tapi kaitan
RSBI dengan UN.
Dari sisi UN, dengan tes mandiri
yang diadakan oleh RSBI, saya rasa hal tersebut cukup menggelikan. Bagaimana
mungkin sebuah sekolah yang nantinya akan menerapkan UN sebagai ujian akhir tapi
di awal proses pendidikannya menepiskan UN? Saya nggak tahu apakah soal mandiri
di RSBI itu lebih sulit atau lebih mudah dari UN. Dua-duanya tetap melecehkan
UN. Pertama, bila soal tes mandiri RSBI lebih sulit daripada UN, pertanyaannya,
mengapa harus demikian? Tidak percayakah pada UN? Bukankah UN digadang-gadang
sebagai satu-satunya ujian standar dari proses belajar mengajar? Kedua, bila
tes mandiri RSBI lebih mudah daripada UN, maka apakah fair tes mandiri tersebut
dilakukan?
Selain itu, dari sisi passing
grade, jelas keberadaan RSBI mengacaukan. Meski seolah mengurangi jumlah
pendaftar ke sekolah negeri karena paling tidak sudah ada 700 orang yang sudah
pasti diterima di sekolah RSBI, keberadaan jalur RSBI sudah barang tentu
mengurangi kuota bagi jalur UN. Akhirnya, sekolah ber-RSBI hanya menerima
kurang dari 50 anak dari jalur UN. Tidak heran sekolah seperti SMAN 3 dan SMAN
5 mensyaratkan passing grade kelewat tinggi bagi pendaftarnya.
Dengan dihapuskannya RSBI, satu hal yang
paling terasa bagi orang luar seperti saya adalah kesempatan untuk masuk ke
sekolah favorit dengan cara yang ‘semestinya’ yakni dari UN jadi jauh lebih
besar. Tahun ini SMAN 3 Bandung kembali menerima 292 orang dengan passing grade
36,7, sebuah level yang memang wajar bagi kecerdasan anak SMP pada umumnya.
Bandingkan bila SMAN 3 Bandung masih terikat pada RSBI sehingga hanya
menyediakan 28 bangku bagi jalur UN. Data yang saya dapatkan dari
ppdbkotabandung.web.id memperlihatkan ranking 28 pendaftar SMAN 3 Bandung ditempati
oleh nilai 38,25. Dengan passing grade 38,25 tersebut, skenario satu yaitu nilai-nilai
di bawahnya jelas akan menyebar ke SMA-SMA pilihan 2 seperti SMAN 1 dan SMAN 20
sehingga passing grade SMAN 1 dan SMAN 20 akan melonjak dari angka 33 yang
resmi ditutup tahun ini. Akan banyak juga calon pendaftar dari SMAN 1 dan SMAN
20 yang terlempar ke cluster 3, dan anak cluster 3 pun akan terlempar ke
swasta. Skenario tak kalah buruk juga datang dari SMA cluster 1 lain seperti
SMAN 2 dan SMAN 8 yang kebanjiran pendaftar yang nilainya tak mencukupi di SMAN
3. Alurnya di cluster 2 dan 3 pun kemudian mengikuti skenario 1.
Normal
Meski tak menutup kemungkinan ada
faktor-faktor lain yang menyebabkan turunnya passing grade SMA di Kota Bandung
pada tahun 2013 ini, saya rasa pemaketan UN menjadi 20 tipe dan penghapusan
RSBI sudah menampakkan taringnya. Hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Cluster
|
Sekolah
|
Tahun
|
|||
2012
|
2013
|
||||
PG
|
Kuota
|
PG
|
Kuota
|
||
1
|
SMAN 2 Bandung
|
37.9
|
316
|
34.75
|
265
|
SMAN 3 Bandung
|
39.1
|
28
|
36.7
|
292
|
|
SMAN 5 Bandung
|
38.9
|
23
|
35.5
|
286
|
|
SMAN 8 Bandung
|
38.2
|
298
|
35.35
|
296
|
|
SMAN 24 Bandung
|
37.65
|
237
|
32.65
|
247
|
|
2
|
SMAN 1 Bandung
|
37.35
|
283
|
33.7
|
250
|
SMAN 20 Bandung
|
37.5
|
215
|
33.9
|
210
|
|
SMAN 22 Bandung
|
37
|
258
|
33.26
|
232
|
|
SMAN 7 Bandung
|
36.6
|
253
|
28.15
|
239
|
Penurunan passing grade di kedua
cluster tersebut juga tidak main-main, minimal menyentuh selisih 2,4 (SMAN 3
Bandung). Bahkan, SMAN 7 mengalami penurunan hingga rentang 8. Selebihnya, SMAN
2 turun 3,15 poin; SMAN 5 3,4 poin; SMAN 8 2,85 poin; SMAN 24 turun 5 poin;
SMAN 1 turun 3,65 poin; SMAN 22 turun 2,74 poin; dan SMA 20 turun 3,6 poin. Jumlah siswa yang diterima di sekolah-sekolah
favorit di atas jugasecara keseluruhan meningkat meski di beberapa sekolah ada juga
pengurangan siswa yang diterima. Tahun 2012 tercatat 1911 murid masuk sekolah
favorit dari jalur UN, sedangkan tahun ini terdapat 2317 murid.
Ke depannya, saya tentu berharap
passing grade tetap berada dalam jalur yang normal. Kalaupun ada peningkatan,
pengennya sih bukan karena UN yang lagi-lagi kebobolan karena sudah ketahuan
dimana celahnya, melainkan karena meningkatnya kemampuan siswa dalam
mengerjakan UN. Saya sih sebenarnya nggak ada masalah dengan UN, RSBI, atau
passing grade. Saya hanya berharap apa pun proses pendidikannya, proses
tersebut tetap dijalankan secara fair.
Ark. Jul’13.