Tentang "Taisetsu Na Koto Wa Subete Kimi Ga Oshiete Kureta"

Woh, sudah lumayan lama juga nggak posting, yah. Sekarang juga nggak akan posting yang mikir, ah. Mau yang ringan aja kayak kerupuk. Posting tentang film aja, deh. Dramaseri, sih sebenarnya. Akhir-akhir ini kan saya lagi nggak ada kerjaan. Ada, sih, tapi ya sudahlah nanti lagi saja diselesaikannya. Dari yang udah-udah, sih, udah nyelesein secepat mungkin, ujungnya malah belum waktunya, jadi dianggurin aja gitu sama yang berwenangnya. Jadi, ya sudahlah, waktu yang sekarang dipakai agak santai dulu saja. Nah, karena itulah saya memburu serial, baik dari donlot sendiri, maupun minta dari orang. Yang paling banyak, sih Conan. Itu special creditlah buat Bima. Saya juga ngedonlot sendiri yang season 20-21, tapi yang season awal sama movie sama bla bla lain, itu mah dibawain Bima. Selain Bima, saya juga minta Conan ke adik saya. Dikasihlah yang versi orang, asiklah. Eh, tapi saya bukan mau ngomongin Conan ketang di sini mah. Mau sih, tapi kayaknya mau ngebahas yang agak beratnya, tapi sekarang juga belum nyampe nih otak. Maklum, laper. Yaudah saya mau bahas film lain yang saya minta dari laptop adik saya.

Jadi intinya, adik saya ini kan kuliah di Sastra Jepang Unpad yak, semester berapa ya, lupa saya, hehe, tiga tahun di bawah sayalah pokoknya. Di semester-semester ini, dia lagi banyak tugas listening gitu, makanya laptopnya penuh sama dorama. Dia ngasih saya berapa serial yak, lupa. Yang baru beres saya tonton sih ini, hmmm bentar, judulnya panjang, euy, saya liat dulu. Oh, ini dia, "Taisetsu Na Koto Wa Subete Kimi Ga Oshiete Kureta." Kalau dilihat di tulisan filmnya sih, artinya semacam, "You Taught Me All Important Things." Dorama ini panjangnya 10 episode, makanya saya bisa nontonnya cuma 2 hari. Eh tapi sebenernya kelamaan juga sih. Yah, berhubung nontonnya malem, ya. Jadi satu malem cuma kuat nonton 5 episode.

Kesan dari film ini?
Pertama, ini mah seriusan dari detik pertama yang langsung nyorot si pemain utamanya, "Edan! Ganteng, coyyy! *ngomong sama diri sendiri* langsung deketin laptop ke depan muka* detik berikutnya diisi oleh makian betapa tampannya si abang Kashiwagi Shuji yang dimainkan olehhhhh....*search google* oh, Miura Haruma. Seriusan, ganteng. Nih, saya copy-in mukanya dari hati saya. 


Emang sih, rambutnya cupu dan terlihat tidak alami, yah berhubung peran dia sebagai guru baik-baik gitu. Ah, tapi yang namanya ganteng mah tetep gantenglah. Mungkin kalau film ini diindonesiakan, pasti peran yang dimainkan sama Hiruma ini bakal diperankan sama Dude Herlino.

Kesan kedua, oh karena setting dorama ini adalah di sekolah dengan profesi guru SMA, ih jadi dapet aja feelnya. Iya, sih saya bukan guru sekolah SMA, tapi feelnya kurang lebih samalah. Kayak misalnya pas lagi ngobrol sama siswa, bercanda atau dibercandain sama siswa, terus pas lagi ngabsen siswa, pas lagi nasehatin, pas lagi perpisahan, pas lagi ngomongin masa depan mereka. Pokoknya kalau adegan nangis, ikutan nangislah. Adegan lucu, ketawa kebawa ngakak. Terus saya jadi mikir, mengajar itu asyik, lho. Seriusan, Rik, kepikiran mau ninggalin dunia itu?

Okelah, sekarang kita omongin isi cerita dan amanah yang saya dapatkan. Yang standar ajalah ya.

Saeki Hikari, si cewek yang mirip Donita
Iya, kayak yang tadi saya bilang, dorama ini berkisah di sekolah. Ada Shuji Kashiwagi, seorang guru yang tampan, baik, favorit, dan akan segera menikah dengan guru yang cantik juga, Natsumi Uemura. Alkisah, Shuji ini kehidupannya baik-baik saja bangetlah, nggak pernah macem-macem. Lurus aja. Sampai suatu ketika, pas banget di episode pertama itu dia bangun tidur dan nemuin ada cewek tel*nj*ng  di kasurnya. Kagetlah dia. Tapi berhubung dia udah terlambat datang ke sekolah, dia nggak sempat nanya apa-apa lagi sama cewek itu. Habis ngomong sebentar yang intinya bingung kenapa cewek itu ada di sana, Shuji pun langsung buru-buru ke sekolah. Siapakah cewek itu? Bisa ditebak, dong, ternyata ya cewek itu muridnya. Kaget gitu Shuji. Intinya dia nggak paham kenapa hidup jadi rumit gini. Ditambah lagi,  si murid bernama Saeki Hikari yang mukanya mirip Donita itu mulai ngejar-ngejar dia dan akhirnya merusak hubungan si abang sama Natsumi.  

Sampai di episode 5 atau 6 ini kita emang dibawa sama si film ini supaya bete sama Shuji. Beda sama serial Indonesia atau Korea, dorama ini tuh nggak menjadikan kita untuk berada pada posisi penonton tahu segalanya. Ya kita diajak masuk ke cerita melalui misteri sama halnya yang dirasain para tokoh di film. Baru di episode 6 lah kita baru tahu bahwa Shuji itu nggak salah, dalam arti nggak tid*r sama Saeki. Shuji cuma kayak difitnah gitu sama Saeki. Nah, tapi di sini Saeki nggak diperlihatkan sebagai orang yang jahat banget. Kita malah diajak simpati sama hal-hal yang membuat Saeki bersikap demikian.

Natsumi Uemara.
Mungkin di Indonesia akan diperankan oleh Ayu Ting Ting
Nah, apakah ceritanya akan beres sampai di situ? Belum, Saudara-saudara, itu masih episode 6 haha. Masih ada episode 7-10. Nah, sekarang kita dibawa kesel sama sikap Natsumi. Natsumi itu tipikal cewek bangetlah. Penulisnya hebat, deh bisa bikin karakter cewek yang segala pertimbangan perubahan sikapnya dijelaskan secara logis dan empatik. Jadi pas awal episode, Natsumi itu tahu banget kalau Shuji ada masalah, tapi dia nggak kepo. Dibiarin aja dulu, cuma ngasih support tanpa banyak nanya. Terus pas Natsumi tahu kalau Shuji (katanya) tidur sama Saeki, Natsumi hancur, sih, tapi tetap percaya Shuji nggak mungkin kayak gitu. Pasti ada alasannya. Nah, berhubung Shuji juga bingung mau jelasin apaan, Natsumi beusaha nyari jawaban sendiri dengan nanya ke orang-orang dekat Shuji, bahkan sampai datang ke rumah orang tua Shuji. Terus waktu Shuji dihukum sama sekolah dan dicela murid, Natsumi masih setia nungguin di gerbang sekolah. Terus apa lagi, ya. Oh, iya, tentang feeling. Ada saat ketika Natsumi kuat di hadapan orang-orang dan ada saat Natsumi benar-benar ketakutan. Di titik terlemahnya itu, Natsumi beneran kayak cewek banget, yang miskolin Shuji sampai 50 kali terus bingung sendiri ngapain dia sampai segitunya miskolin orang *haha*, terus ada juga yang Natsumi ngerasa kayaknya Shuji udah nggak cinta lagi deh sama dia, terus yang Natsumi mikir kayaknya Shuji itu ngelihat Natsumi bukan sebagai wanita, tapi sebagai orang yang bisa diandalkan aja, terus gara-gara itu Natsumi ngerasa Shuji terpaksa aja cinta sama Natsumi. Wahahaha. Dari ketakutan itu akhirnya muncul kebodohan Natsumi, yaituuuuuuu nggak bilang ke Shuji kalau dia hamil dan langsung membatalkan pernikahan mereka. Berhubung Shuji diskors nggak boleh ke sekolah selama 1 semsester, ya Shuji emang nggak tahu kalau Natsumi hamil. Udah gitu, berhubung Shuji tipikal pria ngeselin yang mikirnya lamaaaaa banget, banyak pertimbangan yang intinya selalu mendahulukan gimana pendapat orang lain, Shuji juga pasrah aja waktu Natsumi membatalkan pernikahan. 

Masalah kedua pun muncul dan ini yang beneran bikin saya mikir dan menyimpulkan bahwa ya kita harus berjalan di jalan yang benar karena kita nggak akan pernah tahu bakal ada badai apa di depan sana. Jadi, Shuji kan di awal episode dicela gitu karena ketahuan tid*r sama murid. Mengenai hal ini, karena memang Shuji nggak melakukan, ya dia akhirnya selamat. Akhirnya namanya bersih lagi. Tapi, masalahnya, Shuji ini juga sebelum kejadian itu juga membuat kesalahan. Ya dia melakukan hal itu sama pacarnya, Natsumi, sampai akhirnya Natsumi hamil. Terserah deh, ya kalau ada yang menganggap hamil sama pacar itu wajar atau gimana, tapi saya dan film ini masih melihat hal tersebut sebagai hal yang salah. Mungkin kalau waktu bisa diputar, kalau misalnya nggak ada kejadian Shuji difitnah sama muridnya itu, ya Shuji dan Natsumi nggak akan merasa bahwa having sex before marriage itu salah karena bisa langsung ditutupi dengan pernikahan. Ya, itu kalau jadi menikahnya. Gimana kalau di tengah jalan ada kejadian nggak terduga seperti yang dialami Shuji yang akhirnya mengubah perasaan dan menciptakan kekhawatiran di antara Shuji dan Natsumi yang akhirnya membuat mereka batal menikah.  Kesel juga sih sama keputusan Natsumi yang nggak mau dinikahin Shuji padahal dia hamil dan Shuji juga mau bertanggung jawab. Alasan Natsumi, kayaknya Shuji sukanya sama Saeki deh dan Natsumi juga gamau dipilih hanya karena bayi yang dikandungnya. Penonton juga pasti kepikirannya kayak gitu soalnya sikap Shuji ini emang luar biasa ngeselinnya. Baru di akhir episode kita baru tahu gimana posisi Natsumi dan Saeki di hati Shuji. Akibat dari keputusan Natsumi yang sepihak itu, Shuji akhirnya dikeluarkan dari sekolah. Dengan dikeluarkannya Shuji dari sekolah, ya karir Shuji sebagai guru langsung mati. Dia nggak bisa ngajar dimana-mana lagi. 

Gimana ya. Yang saya ambil dari dorama ini, sih, ya kita nggak akan dihukum atas hal yang nggak pernah kita lakukan, sebaliknya, kita nggak akan bisa lari dari kesalahan kita karena segala sesuatu punya konsekuensinya. Ya Shuji emang hampir dikeluarkan dari sekolah gara-gara kejadian sama Saeki, tapi karena Shuji nggak melakukannya, ya dia cuma diskors karena membiarkan murid tertidur di tempatnya *walaupun itu juga nggak sadar, kan kejadiannya Shuji lagi depresi dan mabuk*. Lain cerita sama kesalahan Shuji yang satu lagi, yang menghamili Natsumi. Itu jelas perbuatan Shuji, jadi Shuji tetapi harus menebus kesalahan itu, bahkan hingga mengorbankan masa depannya. Tentang masalah tebus-tebusan dosa, saya sepakat banget, nih. Ya, berhubung saya juga lagi mengalami kejadian yang berhubungan dengan tebus-menebus dosa. Intinya mah, sekarang kita tuh kalau mau melangkah, harus banget dipertimbangkan baik-buruknya karena kita nggak tahu di depan sana kita bakal menghadapi hal yang seperti apa. Berjalanlah di dalam langkah yang baik, kalau pesan ibu saya mah.

Eh, tapi masih belum beres. Di ending masih ada amanahnya. Spoiler aja deh, intinya, Shuji ini pas di episode akhir baru sadar gimana posisi Saeki dan Natsumi di hatinya. Dia sadar sih kayaknya dari dulu, tapi baru punya ketegasan di episode akhir-akhir. Yaudah, akhirnya di episode ini dia menegaskan bahwa kepedulian dia kepada Saeki setelah pengakuan Saeki yang memfitnah dia itu bukan perasaan cinta laki-laki ke perempuan, tapi perasaan peduli dari guru ke murid. Sedangkan ke Natsumi, Shuji sadar bahwa itu bukan perasaan ketergantungan yang membuat dia nggak pernah punya keputusan sendiri, tapi memang cuma Natsumi yang paling mengerti Shuji. Di titik ini, baru deh Shuji mengambil tindakan tegas. Kyaaaaa, akhirnya dia melamar Natsumi dengan tegas. Mengharukanlah pokoknya ini. Nada ucapannya itu loh. Ga menye-menye, tetapi tegaaaaasss seperti seharusnya pria bertindak. Asheeeekkkk. Yaudah, akhirnya di detik terkahir diperlihatkan jari yang sudah dilingkari cincin dan gimana kehidupan Natsumi dan Shuji setelah punya anak. Hikmah yang saya ambil, sih, hmmmm betapapun besar dosa atau kesalahan kita di masa lalu yang akhirnya membuat kita harus menebusnya dengan keras, asalkan kita ikhlas, kita pasti bisa kok menjalaninya dengan bahagia. Ditambah lagi, pada titik itu juga kita bakal lebih dewasa. Orang itu berubah nggak cuma karena adanya keberuntungan, tetapi juga dari cara pandangnya atas segala hal yang sempat dirasa buruk. Selain itu, kalau kita udah terjun di situ, kita nggak akan ngerasain takut dan ragu-ragu lagi. Kita pasti bisa kok menjalani hidup yang sebelumnya kita rasa berat.

Ah, gitulah. Keren pokoknya. Amanahnya dapet banget. Ya sekarang gimana caranya biar bisa dapetin abang tampan semacam Miura Haruma. Kalau ada abang, neng pasti kuat menghadapi beban hidup ini. Hahaha.



Ark. Agt'12.

1 comments:

Kenapa shuji gk jadian sama saeki aja sih😫

Reply