Susahnya Sekolah Saat Pandemi

 Memang urusan pandemi ini tidak ada yang mudah. Masih banyak orang yang berusaha beradaptasi, dan tetap gagal meski sudah memasuki tahun kedua semua urusan dipindahkan ke layar digital. Salah satu yang kesulitan adalah guru SD kelas 1. Lagi-lagi tentu tidak semua. Terima kasih kepada Orde Baru yang telah mengajarkan kata ‘oknum’ sehingga kita semua bisa berkeluh kesah tanpa menyinggung semua pihak yang satu profesi. 

 

Jadi kita sepakat ya untuk menganggap kisah ini sebagai hal nyata yang disebabkan oleh oknum.

 

Sepakat.

 

Baiklah.

 

Waktu pandemi menyerang dunia ini secara merata mulai awal tahun 2020, saya yang masih bersekolah juga mendapat imbas. Saya tidak bisa ke kampus dan semua perkuliahan disiarkan di aplikasi digital. Kendala yang dikeluhkan teman-teman dan saya tentu tidak jauh-jauh dari kesulitan berinteraksi, canggung saat diskusi karena pada saat yang bersamaan melihat wajah sendiri di layar (sebabnya konsentrasi terpecah antara bicara dan kontrol muka), jenuh karena bangun tidur langsung membuka laptop untuk kuliah dan semua dilakukan di satu ruangan yang dinamakan kamar, dan kecanggungan-kecanggungan lain. Kadang-kadang kami mengalami gangguan koneksi atau dosen kesulitan menyampaikan paparan materi karena fitur sharing screen mendadak membuat komputer lambat bekerja. Namun kecanggungan itu hanya terjadi di bulan pertama. Setelah satu semester dilalui, kami mulai fasih dengan segala kesulitan pembelajaran tatap layar. Saya malah dengan pongahnya sempat berpikir bahwa sepertinya dibanding dengan kantor, sekolah lebih mudah beradaptasi memindahkan semua urusan ke gawai selama masa pandemi. 

 

Ternyata memang saya salah dan abai telah memiliki keyakinan itu.

 

Tentu saja saya bisa menganggap fase transisi ini sebagai fase yang mudah karena saya sedang mengenyam pendidikan S2 di sekolah swasta di luar negeri. Fasilitas lengkap dan keinginan belajar dan mengajar dari murid dan profesor juga tinggi sehingga membuat kesulitan pembelajaran jarak jauh dapat diatasi. Bagaimana dengan pembelajaran sekolah bagi anak-anak sekolah dasar negeri yang sangat beragam latar belakang murid dan gurunya? Apalagi bila jenjang sekolahnya masih dasar sekali, seperti kelas 1 dan 2 SD.

 

Pembelajaran jarak jauh bagi anak SD bukan persoalan mudah. Anak SD kelas 1 dan 2 masih harus dibimbing penuh oleh guru, terutama dalam hal pelajaran membaca, menulis, dan berhitung. Memang idealnya pelajaran mendasar seperti itu dilakukan di kelas dan bersama-sama karena guru bisa mengajak murid fokus pada hal-hal yang dipimpin guru di kelas. Bila pembelajaran dilakukan murni melalui komputer atau ponsel pintar, bagaimana cara mengajak anak-anak fokus pada hal yang sama di layar? Mungkin seharusnya bisa karena toh anak-anak fasih menonton televisi. Anggap saja sekarang belajarnya melalui video. Tetapi kenyataannya tidak semudah itu, apalagi bila peserta di dalam pembelajarannya lebih dari 20 anak. Hal yang sulit adalah bagaimana cara guru mengontrol pekerjaan tulisan tangan murid? Bagaimana guru mengawasi cara murid memahami tugas berhitung? Bagaimana guru mengetahui anak-anak yang tidak mampu atau tidak mau mengikuti pelajaran membaca? Ada kontrol guru yang hilang dalam pembelajaran jarak jauh dan akan berpengaruh terhadap perkembangan pendidikan dasar anak-anak.

 

Pembelajaran jarak jauh dan keterbatasan guru dalam mengajar menimbulkan tantangan serius bagi orang tua. Mereka kini harus mengajari anak-anaknya secara penuh untuk membaca, menulis, dan berhitung. Memang sebelum pandemi pun orang tua sudah terlibat dalam pendidikan anak, tetapi kondisi pandemi ini membuat orang tua lebih repot karena mereka juga harus berperan ganda sebagai guru, tidak hanya sebagai pemberi suplemen pelajaran. Belum lagi ada beberapa sekolah dan guru yang memberikan banyak tugas untuk murid sehingga orang tua ikut menghapal perintah dan tanggal pengumpulan tugas. Beberapa orang tua yang memiliki keterbatasan tenaga pada akhirnya merasa perlu untuk mengeluarkan tambahan biaya untuk mendukung pembelajaran anaknya, contohnya untuk keperluan les. Namun tentu itu hanya untuk orang tua yang memiliki penghasilan lebih. Bagaimana dengan orang tua yang tidak bisa mengeluarkan tambahan untuk mendukung kelancaran pembelajaran anak? Apakah mereka harus total mendedikasikan waktunya untuk sekolah anak-anaknya? Ya memang mendidik anak adalah salah satu kewajiban orang tua. Akan tetapi, perlu dipertimbangkan juga bahwa ada orang tua yang tidak memiliki keleluasaan untuk mendedikasikan waktunya secara penuh.

 

Sebagai jalan tengah, mungkin harus dipertimbangkan pentingnya sekolah dan guru untuk memahami bahwa latar belakang murid berbeda-beda sehingga tidak akan mudah juga untuk membebankan seluruh kegiatan belajar mengajar kepada orang tua. Sekolah dan guru tidak bisa hanya memberikan tugas dan mencatat siapa yang belajar dan tidak belajar dari indikator pengumpulan tugas. Sekolah dan guru tetap harus mengoptimalkan pertemuan jarak jauh untuk menyampaikan materi. Ekspektasi guru dan murid pun perlu diturunkan. Keadaan saat ini sedang sulit dan tidak normal sehingga target pengajaran dan standar penilaian seharusnya bisa disesuaikan. Ditambah lagi semua orang, dari guru, murid, orang tua, jenuh dengan keadaan ini. Dalam keadaan tidak normal seperti sekarang, yang harus ditekankan adalah proses pembelajarannya, bukan ceklis dan hasil ujian. Tidak perlu rasanya apabila guru atau sekolah membuat kebijakan serba dadakan, apalagi dengan tujuan mengawasi siswa betulan belajar atau bermain. Dalam kondisi jarak jauh, ada baiknya agar semua hal memiliki jadwal yang ajeg sehingga semua pihak punya rencana dan kesiapan melaksanakannya. Bila semua pihak tetap memiiki ekspektasi tinggi dan suka melakukan tindakan tiba-tiba, baik guru, murid, maupun orang tua akan merasa lebih lelah dan pada akhirnya proses belajar mengajar akan sulit berjalan dengan lancar.

 

Kembali lagi ke persoalan tantangan belajar jarak jauh siswa SD kelas 1-2. Tulisan ini lahir karena keprihatinan saya kepada kawan baik saya yang kerepotan mengurus sekolah anaknya. Dalam dua hari terakhir ia sudah dibuat senewen oleh jadwal dan format ujian yang diubah di detik terakhir. Di jadwal sekolah tertulis yang dikirim guru kepada orang tua, disebutkan bahwa ujian akan dilaksanakan secara tatap muka di rumah guru. Berangkatlah anaknya ke rumah gurunya. Eh, ketika anaknya sudah berangkat, muncul pengumuman bahwa ujiannya akan dilakukan secara online melalui google form. Ya ampun. Masih belum selesai. Masih dari jadwal tertulis yang dikirimkan guru kepada orang tua, disebutkan bahwa ujian tengah semester pada hari A adalah Matematika. Namun kemudian, ketika sudah sampai sekolah, yang diujikan adalah PPKN dan Olahraga. Bagaimana tidak pusing orang tua dan anak menghadapi perubahan jadwal yang tiba-tiba ini?

 

Ark. Sep’21.

Istirahat untuk Diri Sendiri

    Mari kita membuka postingan blog ini dengan kata-kata klasik: Wah, sudah lama tidak menulis, ya!

Memang betul, sudah lama blog ini tidak diisi lagi, padahal hidup sudah berjalan begitu lama dan ada banyak juga yang terjadi. Anyway, sebelum saya tergoda untuk menulis hal-hal yang selama ini sudah terjadi dan akhirnya malah tidak jadi menulis tema utama di postingan ini, mari kita hentikan prolognya. 

Kali ini saya ingin bercerita tentang berbagai hal yang selama ini saya lakukan untuk….

  • -       Menghilangkan stress?
  • -       Menghibur diri?
  • -       Mengisi waktu luang?
  • -       Kabur dari kenyataan?
  • -       Iseng?
  • -       Awalnya iseng-iseng lalu keterusan?
  • -       Menambah wawasan?

Saya bingung juga mencari tujuannya hehehe. Mungkin tujuan besarnya adalah untuk me-time mungkin ya. Akhir-akhir ini memang saya lagi merasa banyak tertekan selama proses adaptasi kembali ke kantor. Saya jadi mencari-cari kegiatan untuk menghilangkan beban pikiran supaya tidak selalu cemas. Waktu saya cari-cari kegiatan, lho saya baru sadar selama ini bahkan tanpa ada tekanan adaptasi, bukankah saya juga selalu melakukan hal-hal yang menyenangkan dan tidak hanya terpaku pada kegiatan kantor? Saya pun akhirnya jadi bersyukur dan mengingat-ingat hal-hal apa yang biasanya saya lakukan di luar pekerjaan.

 

1.     Nonton drama korea

Nonton drakor adalah kewajiban bagi orang-orang yang mencari hiburan dan tidak ingin mengeluarkan banyak tenaga, selain kemampuan begadang, atau menahan rasa penasaran, karena tidak kuat atau tidak mungkin begadang. Nonton drama korea sih beneran bikin ketagihan banget dan tentu saja terapeutik karena pikiran kita fokus super fokus ke tontonan. Dengan adanya Netflix juga urusan nonton drakor jadi lebih mudah karena tinggal buka aplikasi. Inget banget zaman masih harus streaming (ya sekarang juga kadang-kadang masih streaming kalau dramanya belum masuk Netflix) atau beli/ nyewa DVD, apalagi VCD. Hahahaha. 

 

Sampai sekarang saya masih suka nonton drakor dan menunggu-nunggu sampai drakornya tamat supaya bisa saya tonton tanpa menyimpan rasa penasaran terlalu lama. Nah, tapi kadang sebel juga sama situasi saat ini. Makin banyak drakor on-going yang ditayangkan Netflik, jadi makin banyak juga orang yang spoiler di timeline twitter. Aaaakkkk, jadi PR juga masukin muted words di twitter supaya ga bocor jalan cerita. Sebenernya hal yang paling bikin kesal kalau nemu spoiler itu bukan karena jadi tau jalan ceritanya, tapi karena jadi terpengaruh sama emosi dan pandangan orang yang dituangkan di twitnya. Takut aja jadi terpengaruh sebel sama endingnya. 

 

Tapi ya itulah suka duka dan dinamika nonton drama korea sebagai upaya penghilang stress. Kalau nemu drakor yang bagus, ya jadi ikut happy dan ada semangat melanjutkan jam. Catatannya adalah... jangan sampai terpengaruh isi perasaan sama pandangan orang tentang drakor itu yang ditemukan di timeline.

 

2.     Baca novel, kumcer, majalah

Ada masanya ketika drama korea ngga ada yang bagus atau mata saya cape lihat layar terus, membaca adalah solusi. Bacaan yang saya suka sih tentu bacaan yang tidak perlu pakai otak dan tidak perlu menguras emosi. Ya kadang-kadang baca juga sih buku ilmiah popular, tapi kalau penulisnya ngga pretensius. Bacaan yang paling membuat emosi dan merusak niat mencari hiburan me-time adalah bacaan yang jelek wakakakaka. Saya suka baca novel dan kumcer, suka banget, tapi sekarang mesti hati-hati kalau mau baca buku dari pengarang baru karena risiko buku bagus dan buku jeleknya gedean risiko buku jelek. Akhirnya ya saya terpaku pada penulis yang saya temukan sejak lama. 


Hal lain yang menyenangkan adalah membaca majalah. Sebabnya karena majalah isinya ngga bisa ditebak dan pas nemu artikel yang bagus dan informatif, rasanya jadi orang yang paling pintar sedunia. Artikel jelek atau ngga relatable sama saya juga banyak sih, tapi karena majalah isinya kumpulan artikel, jadi meski di situ ada 1 artikel jelek, masih ada kemungkinan menemukan artikel yang bagus. 

 

Hal terapeutik dari membaca tentu saja: memaksa kita fokus pada huruf yang ada di depan kita. Hanya saja, memang kalau bacaannya berat dan membosankan, sebelum emosi, kayaknya kita lebih dulu bosan dan menutup buku atau majalahnya. Jadi intinya, membaca meskipun menyenangkan, hanya bisa terasa menyenangkan kalau menemukan bacaan yang membuat kita senang.

 

3.     Les bunga atau bikin rangkaian bunga dan memfoto bunga

Saya resmi bermain bunga secara serius kalau ngga salah tahun 2018 waktu pindah ke apartemen. Kalau suka sama bunga sih kayaknya sudah lama, dari kecil. Waktu SMA juga saya rutin minta bunga ke tetangga buat saya taro di kamar saya. Waktu SMP saya suka beli bunga palsu di Borma wkwkwk. Nah alasan kenapa di tahun 2018 itu serius main bunga, sebetulnya hanya karena merasa lebih leluasa mengatur rumah di apartemen. Sebelumnya kan saya hanya ngekos, dengan kamar dan perabotan terbatas, agak susah juga otak berkreasi. 

 

Niat awal les bunga itu karena pengen bikin bunga yang bener aja di vas, ngga ngasal. Saya cuman punya feeling kalau nyusun bunga pasti ada aturannya, ngga bisa asal potong dan naro. Eh ternyata waktu les, beneran takjub karena merangkai bunga memang banyak teorinya, bisa dipelajari, dan bikin kreativitas ada arahnya. Lalu seneng banget rasanya ketika rangkaian sudah jadi dan kita taro rangkaian itu di rumah. 

 

Merangkai bunga juga terapeutik karena waktu kita ngurus dan nyusun bunga, kita jadi fokus banget sama bunga di depan kita. Terus kita juga merhatiin banget bunganya. Ngeliat bunga juga bikin happy, mungkin karena dia datangnya dari tanaman yang tak lain tak bukan adalah makhluk hidup. Jadi emang dari keseluruhan proses sampai jadi, bikin bunga itu menyenangkan.

 

Hal lain yang menyenangkan dari bikin bunga adalah motretin bunga. Senang banget saya setiap ngezoom bunga, ada aja pesona bunga yang bikin mata takjub. Warnanya, bentuk kelopaknya, sudut fotonya, semuanya bikin tercengang pas lagi mengarahkan lensa. Akhirnya, setiap kali selesai ngurus bunga, perasaan saya pun jadi happy.

 

4.     Nelpon atau nongkrong dengan teman-teman SMA atau kuliah

Salah satu hal yang selalu saya syukuri adalah memiliki teman-teman baik yang sudah saya kenal sejak remaja. Kami juga selalu berkomunikasi sehingga yang dibahas juga bukan isu basa basi, tapi isu tidak jelas hahahaha. Teman-teman akrab saya juga tidak ada yang bekerja sekantor dengan saya, jadi happy juga saya punya wawasan yang lebih luas karena mengenal mereka dan cerita-cerita di kehidupannya. Senang juga tentunya karena saya selalu punya teman untuk bersandar wkwkwkwk. Ya semoga mereka juga ngga segan-segan percaya sama saya untuk menyimpan cerita mereka.

 

Hal yang selalu membuat terkesima setiap kali saya bersama teman-teman saya, baik saat nongkrong langsung, watsapan, atau telponan berjam-jam adalah betapa panjang waktu yang telah kami lewatkan. Dari zaman kami masih anak sekolah dan kuliah hingga sekarang, saya merasa kami tetap orang yang sama, tetapi aslinya sudah banyak yang kami lalui masing-masing di hidup kami. Ajaib aja gitu. Waktu kok ternyata selalu berjalan ya. Otak saya sering berkelana memikirkan metamorfosis hidup ini dan berakhir pada pernyataan, kita nggak akan pernah tahu hidup itu akan kemana membawa kita yah? Happy banget melewati waktu selama ini dengan teman-teman saya.

 

5.     Les Mandarin

Ini kegiatan yang saya rasa pure hanya untuk hobi, tanpa ada keinginan untuk menyeriusi hingga menjadi penutur advanced Bahasa Mandarin. Saya pertama kali les Mandarin itu kelas 1 SMA, dengan tujuan karena kepengen dan kepengennya kepengen paham lagu Mandarin dari penyanyi kesukaan saya. Ya, dulu sempat juga sih kepikiran ingin bisa paham translasi lagu-lagunya, atau baca hanzhinya, tapi sepertinya keinginan serius itu menjadi sebuah beban yang menjadikan belajar Bahasa Mandarin tidak lagi menyenangkan. Ahahaha. Tapi aslinya memang saya senang les Mandarin. 

 

Saya les Mandarin lagi setelah kerja, sekitar tahun 2015 atau 2016, setiap Sabtu di sebuah lembaga miliki universitas negeri di Jakarta. Awalnya seru sih lesnya dan jadwalnya pas banget, hanya setiap Sabtu.  Nah, lama-lama waktu naik level, peminat makin sedikit dan jadwalnya jadi ngga bisa hanya setiap Sabtu. Lalu, materinya juga ngga bisa eksklusif di level kita aja, tapi digabung dengan orang dari lain level. Masalah klasik sih. Salah satu alasan saya tidak melanjutkan les Mandarin waktu SMA juga karena persoalan waktu dan kelas yang bercampur. Akhirnya, saya lagi-lagi hanya bertahan 3 level di tahun 2015/2016.

 

Agak disesalkan sih hiks hiks. Saya juga masih kepengen les lagi sih, tapi sepertinya malah jadi menambah beban baru di hari Sabtu atau hari lain karena sekarang rumah saya jauh dari tempat les. 

 

6.     Nonton ulang series yang ditonton waktu kuliah

Waktu S2 kemarin, saya rerun nonton Criminal Minds lagi dari Season 1 sampai 15. Sebabnya selain karena kangen dan sepi banget makan ngga ada tontonan, juga karena ih ga bisa terima banget saya karena Criminal Minds tamat di Season 15. Saya sengaja ngga mau nonton episode paling terakhir dari Season 15 selama beberapa bulan karena takut galau. Akhirnya sebagai upaya menunda nonton Criminal Minds episode paling terakhir, saya rerun nonton dari episode 1 Season 1.

 

Awalnya karena mau menunda nonton episode paling terakhir, eh saya malah jadi enjoy banget nonton rerun dari episode paling awal. Jadi ngeh sama beberapa detail di banyak episode dan season awal. Terus seru juga karena ada beberapa dialog yang bikin saya jadi relate karena Amerika banget dan baru jadi penjelasan di kelas-kelas pas S2. Dulu waktu S1 karena saya ngga terlalu peduli dengan banyak hal domestik Amerika, saya skip banget kalau udah ada cantolan tentang hukum konstitusi Amerika di Criminal Minds. Saya juga dulu kurang engeskplorasi cerita-cerita serial killer nyata di Amerika, jadi saya juga abai sama detail-detail itu. Nah, pas kemarin rerun itu rasanya jadi seru banget dan ngga kayak rerun nonton. Akhirnya hampir pada setiap waktu makan saya, saya menjadikan momen itu sebagai the daily dose of Criminal Minds. 

 

Namun demikian, saya malah jadi lebih sedih waktu akhirnya nonton episode paling terakhir dari Criminal Minds. Hiks.

 

Sekarang saya lagi rerun Modern Family. Sebabnya sama, menunda waktu menonton season terahir Modern Family. Perasaan yang saat ini saya rasakan waktu nonton Modern Family ya sama kayak waktu rerun Criminal Minds. Banyak detail yang saya jadi ngeh dan lebih relate karena sudah familiar juga selama kuliah di Amerika. Aduh siap-siap galau juga nih nanti kalau my daily dose of Modern Family telah mencapai episode terakhir dari yang terakhirnya.

 

7.     Nyanyi di smule

Hahahaha maaf ya atas pengakuan ini. Masih pada mau berteman sama saya, kan? Iya, jadi kalau semua hal di atas mentok tetap tidak bisa meningkatkan mood atau menghapus rasa suntuk, menyanyi adalah hal yang pada akhirnya menenangkan. Saya pernah dalam beberapa minggu benar-benar merasa suntuk dan akibatnya tiap minggu selalu ada tagihan perpanjangan langganan Smule. Sebenarnya menghilangkan stress itu ngga selalu harus pakai biaya sih, toh juga di Smule bisa karaoke aja gratisan. Duet sama orang yang tidak dikenal dan suaranya enak waktu menyanyikan lagu kesukaan kita juga menyenangkan. Namun demikian, kadang ada keinginan untuk nyanyi sendirian atau kebetulan lagu yang saya pengen nyanyiin belum ada yang lagi dibuka untuk duet. Akhirnya, yasudah tiada jalan selain menjadi anggota VIP di Smule. 

 

Menyanyi tuh bagi saya ternyata punya efek terapi banget. Langsung plong dan happy walaupun masalahnya belum selesai atau walaupun besok masih bertemu lagi dengan hal yang bikin sebal. Setelah menyanyi itu rasanya ada kelegaan dan energi tambahan untuk menghadapi banyak persoalan di dunia ini. Ditambah lagi memang kalau pas nyanyi kan kita jarang ngelamun, kan. Pasti fokus sama lagu yang mau kita nyanyiin dan jangan sampai lupa nada. Terus yasudah deh, beneran jadi happy banget setelah menyanyi. 

 

8.     Nulis!

Kok saya bisa lupa coba sama kegiatan ini? Menulis kan kegiatan kabur regular saya dari kenyataan selama SMA dan kuliah S1. Happy banget nulis bebas, dari mulai rekap kegiatan dan perasaan sehari-hari, rekap obrolan dengan teman, atau dialog dengan diri sendiri setelah dapat bahan bacaan atau bahan tontonan. Menulis kan terapeutik juga bagi saya. Kayak sekarang saya lagi menuliskan post ini sambil menunggu masukan bahan dari atasan saya, saya jadi happy sendiri dan ngga mikirin hal-hal yang bikin cemas dan cape pikiran. 

 

Saya juga jadi kangen masa-masa punya imajinasi dan tenaga buat bikin puisi, cerpen, dan novel seperti waktu SMP dan awal SMA. Saya juga kangen masa-masa nulis cerpen buat majalah dan koran, yang kayaknya serius banget dan pas selesai jadi happy plus ga percaya kalau saya bisa konsisten menyelesaikan cerita. Kadang juga kangen masa terdorong untuk menulis serius demi ikutan lomba supaya dapat uang jajan tambahan pas kelas 2-3 SMA. Ih kayaknya nulis tuh hal yang memang saya ikhlas kerjakan dan saya suka banget. 

 

Beberapa waktu terakhir saya juga kepikiran gimana ya, bisa ngga ya mengusahakan untuk bikin cerpen lagi dan dikirim ke media… Nggak tahu, tapi kayaknya kalau bisa akan sangat menarik dan menyenangkan buat saya.

 

 

Nah, jadi itulah kegiatan-kegiatan yang ternyata sudah saya lakukan selama ini sekaligus membuktikan bahwa ternyata selama ini saya tidak sempit-sempit banget dunianya, jadi saya harus menekuni lagi hal-hal menyenangkan itu saat stress datang menjelang!

 

(Ark. Sep’21)