Surat Acak-acakan untuk Ayie Annisa



Untuk sahabatku tersayang, Annisa Utami Seminar yang baru saja menjadi seorang istri

Pertemuan pertama kita, sebagaimana yang dialami oleh HI Unpad 2007 adalah ketika menyiapkan Makrab. Beberapa kali kami menyambangi kostmu yang memiliki seprei bergambar strawberry dan halamannya bergazebo. Aku lupa kita mengerjakan apa, sepertinya tidak jauh-jauh dari membicarakan orang. Ahahaha. Pertemuan berikutnya adalah saat kita menjadi MC di Makrab bersama Dewa dan Nizar. Tapi, karena dulu aku tidak berpasangan denganmu, interaksi kita tidak terlalu intens.

Ah, iya! Sebelum Makrab juga kita sering bertemu. Saat itu kamu sering ke lapangan basket di POMA bersama abang-abang yang pada semester akhir kita sering diawasi manajer di Che.co, "Teh, teh, teh si Aa itu ke sini sama cewek lain loh, ih ga asik!" Ahahaha. Dulu jujur sih, aku sempat memandang sebal kepadamu, "Ngapain sih, itu outsider dibawa ke HI!" -ngga gini juga sih bahasanya- hahaha. Ya pokoknya dulu sempat heran kenapa gadis lucu sepertimu harus bersama pria yang penampilannya sangar dan suka menarik rambut ke belakang *ditawur se-Faperta.*

Kamu dulu adalah orang yang tidak mendapat banyak pandangan dariku. Alasannya ya karena kita jarang bercengkrama bersama. Aku baru menggantungkan hidupku pertama kali kepadamu saat ada tragedi angkatan hahaha. Itu tuh yang kesalahpahaman soal siapa menggunjingkan siapa. Meskipun aku jarang berinteraksi denganmu pada masa sebelum itu, aku yakin kamu mampu menjadi penengah yang netral antara dua kubu. 

Dan ternyata benar. Sejak saat itu, aku tahu bahwa Annisa Utami Seminar atau Ayi adalah orang yang akan menjadi saksi dalam momen penting pada hidup perkuliahanku. Ahahahahaha.

Ayi, si gadis lucu itu akhirnya memang menjadi sahabatku. Dia selalu jadi orang pertama untuk berlari setiap ada senang atau sedih. Chatting hingga subuh, smsan kayak orang bego, twitteran kayak orang gila, komen-komenan di fesbuk kayak orang bener, sampai stalking orang tak dikenal di kafe berwifi. 

Hmmm, tapi Ayi tak hanya menjadi sahabatku. Ayi adalah sahabat semua orang. Entah kenapa, padahal Ayi kalau naik mobil hanya mau duduk di sebelah kursi kemudi. Hmmm, mungkin semua itu terjadi karena Ayi selalu mendengar sambil berjoget. Mungkin Ayi selalu menasehati sambil bersikap lilin. Mungkin Ayi selalu memeluk sambil memesankan nasi goreng. Mungkin Ayi selalu bisa menghapus air mata *hoeeek* tanpa tisu. Mungkin Ayi selalu menanggapi gunjingan orang dengan komentar yang lucu menyentil hingga ke imajinasi yang tak terbayangkan. Mungkin karena idealisme Ayi tidak pernah bertentangan dengan moral kolektif. Mungkin karena Ayi punya segala sesuatu untuk dikatakan sebagai seorang sahabat publik.

Ayi adalah orang yang memodifikasi karya fotografinya untuk aku hanya untuk mengatakan jangan menyerah pada skripsi pada saat tertekan. Ayi juga yang membaca baris demi baris email dari si bedebah congcorang yang sudah menikamkan sembilu di hatiku *alaaah* dan tak jemu-jemu meneriaki aku untuk tidak lagi bersikap bodoh. Ayi adalah mama yang membuatkan scrapbook digital untuk Dewa sehingga seluruh dunia tahu bahwa Dewa pernah menari hula-hula pada masa kecilnya.

Hmmmm. Ayi sekarang sudah menikah dengan Kang Agus, orang yang aku yakin sudah menjadi orang paling bahagia di dunia ini sejak tanggal 12 Januari 2014 lalu, terlihat dari senyumnya yang sumringah dan ikhlas di dalam setiap jepretan foto. Aku curiga jangan-jangan Kang Agus ini memang punya bakat sebagai fotomodel kawakan yang wajahnya tipikal camera-face. Ah, tapi memang Kang Agus sangat sangat pantas bahagia. Bagaimana tidak, sekarang ada Ayi yang siaga menepuk punggungnya saat Kang Agus dihadapkan pada situasi sulit semacam ketika Fahmi menggendong Alex di pelaminan usai foto pernikahan. Tidak ada cobaan di dalam mahligai rumah tangga yang lebih berat setelah menyaksikan kerusuhan HI 2007 di panggung. Yakinlah itu, Kang Agus.

Hmmmm. Sebenarnya saya mau menulis hal romantis untuk pernikahan Ayi ini. Sebenarnya saat melihat pameran foto pernikahan yang diunggah Dewa di facebooknya, saya sudah terharu. Sudah mau menetes-neteskan air mata ke pelimbahan. Saya mau bilang, saya bahagia Ayi menikah. Saya senang Ayi sekarang sudah tidak jomblo seperti piiiiiiiiiiiiiiiiiiiiippppppppp sinyal ilang. Saya senang Ayi sudah punya sandaran bila sedang pegal punggungnya. Saya senang akan ada yang Ayi rajutkan sweater saat Ayi sedang ingin menjadi wanita seutuhnya. Saya senang Ayi telah menjadi perempuan yang sangat sangat sangat dicintai oleh suaminya. Ayi, kamu pasti pasti pasti akan bahagia seperti yang selalu kamu bilang di tembok-tembok rumah kosong!

Rasa senang saya sepertinya lebih besar daripada rasa kehilangan. Ya, apa sih artinya kehilangan kawan chatting hingga subuh, toh saya juga nggak punya akses internet di kamar kosan hehehe. Hmmm, ya tapi sedikit kehilangan beneran juga, sih. Masihkah engkau bisa kupeluk saat badai menerjang, Ayi? Aaaaaahhhh, atuhlah saya mau menulis serius tapi kenapa sulit sekali!! 
Oke, mari perbaiki. Iya Ayi, jadi ceritanya aku senang tapi aku sedih. Aku senang karena aku yakin kamu pasti akan bahagia, tapi aku sedih karena aku nggak tahu apa kita bisa seperti dulu saat tak punya siapa-siapa untuk digenggam. Ah, Ayi, tapi jangan peduli soal kesedihan. Fokus di sini adalah kebahagiaan.

Ayi, selamat ya sudah menjadi istri. Kamu sekarang punya orang pertama untuk kamu ceritakan banyak hal dari hari-harimu. Sekarang kamu hanya perlu untuk peduli mengejar cita-cita setinggi mungkin. Di bawah sudah ada yang akan menangkap dan membantumu untuk lompat lagi. Jangan lupa kalau masak diinfokan ke twitter pakai emoticon cun pipi ya. Biar Bayu tahu bahwa itulah keutamaan memiliki istri.

Ayi, aku nggak tahu harus bilang apa lagi. Posting ini juga sudah ngalor ngidul entah bicara apa, antarparagraf sudah tidak ada kohesi dan koherensi. Aku nggak tahu bagaimana caranya mengungkapkan semua semua semua semua perasaanku kepadamu. Ayi, aku senang punya sahabat seperti kamu. Aku senang kamu akhirnya masuk ke gerbang yang katanya sih ada happily ever afternya. Aku senang kamu senang di hari itu. Mmmmmmuuuuaaahhhh!!!

Ayi, aku sayang kamuuuuu Mamaaaaa~~~~~~~~



Pengantar 2014: Dari Migas, Jay Chou, dan Lolos Tes CPNS

Perasaan sih, terakhir saya tidur itu saya masih pakai seragam putih biru. Eh, kok pas bangun, saya tiba-tiba ada di dimensi waktu 2014 ini. Wah, apa yang terjadi?

Lebay, ahahaha.

Sudah masuk tahun 2014, nih sekarang. Akhirnya tahun 2013 terlewati sudah dengan beragam perisitiwa yang tidak terbayangkan pada waktu sebelumnya. Sebenarnya sih, saya ngga suka sama angka 13. Saya sempat pesimis juga sama tahun 2013, apalagi saya melewatkan tahun baru 2013 dengan penuh pertanyaan. Habis lulus, wisuda, dan diterima S2 HI Unpad, lalu apa? Apalagi, akhir tahun 2012 ada keputusan ngga mengenakkan juga soal kebijakan beasiswa dari kampus dan kesempatan untuk menjadi dosen. Intinya, saya menghadapi jalan buntu.

Namun demikian, ya ternyata kebuntuan itu membawa saya pada hal baru yang sekarang saya jalani. Senang juga ternyata menjalaninya.

Awal tahun 2013, saya diterima bekerja di perusahaan trading minyak nasional sebagai staf perizinan. Pekerjaan saya mengurusi perizinan usaha. Bacaan yang saya baca sudah bukan lagi Great Debate, tapi Peraturan Menteri hahaha. Mau tanya Peraturan Menteri yang mana? ESDM? Hukum dan HAM? Lingkungan Hidup? Silakan, silakan haha. Kebijakan perminyakan yang biasanya di koran saya baca biasa saja, berubah jadi malapetaka lembur di Ditjen Migas untuk melobi dari staf, Kasie, Kasubdit, Direktur, hingga Dirjen agar selembar kertas sakti terbit. Belum lagi urusan administratif kantor soal perizinan. Kronologis berupa surat menyurat juga saya wajib hapal untuk keperluan defensif kalau kantor komplain, "Kenapa izin ini keluarnya lamaaaaa? KENAPA?"

Sebenarnya jobdesk saya hanya untuk Government Relations, tapi di tengah perjalanan ada senior saya yang dipromosikan jadi manager sehingga pekerjaannya dilimpahkan ke saya, yaitu menangani sponsorship. Nah, ini yang susah. Telepon di meja saya ngga berhenti berdering. Bukan cuma dari direktorat lain yang menagih perizinan, tapi juga dari pihak-pihak yang meminta sponsorship. Ditanya ikut partisipasi atau engga, ditagih materi iklan, ditanya perkembangan pembayaran sponsor, tralala trilili banyakkkk. Masalahnya, saya juga jarang di kantor karena sering nongkrong di Migas. Ya udah, kalau yang nanyanya niat mah menghubungi sampai ke hp, kalau yang ngga niat-niat amat tapi butuh mah nelponnya tetap ke kantor tapi akibatnya saya jadi dijutekin resepsionis gara-gara jarang di tempat.

Saya kadang sebel, sih. Gila, ini ada aja pekerjaan. Baru duduk, udah ditelpon. Baru tutup telepon, udah dipanggil. Baru dipanggil, udah disuruh ke Migas lagi. Baru sampai di Migas, di kantor udah ada yang kirim titipan permintaan izin baru atau kirim bukti iklan. Ya Allah. Ahahahaha.

Tapi, tapi, tapi, tapi.....

Saya senang!

Pertama dan normatifnya, saya jadi punya pengetahuan baru. Yang paling penting, saya tahu bahwa kehidupan di lapangan itu jauh berbeda dari di buku teks. Saya juga jadi tahu bagaimana cara menghadapi orang-orang yang aneh dan bagaimana rumus melobi dengan melihat contoh dari manager saya. Saya beruntung nggak cuma hidup di dunia kampus. Ya, intinya tingkat kepolosan saya agak berkuranglah selama hidup di Jakarta sebagai staf external affairs.

Kedua, ini jauh lebih penting lagi sih dan riil. SAYA BISA NONTON KONSER JAY CHOU SETELAH 10 TAHUN LAMANYA SAYA SUKA JAY CHOU.

Sekian tulisan ini.

Ahahahahaha.

Itu anugrah, deh. Ngga kebayangnya pertama, Jay Chou masa sih konser di Indonesia? Eh, ternyata konser juga doi. Kedua, soal finansial. Ya, sebagai orang yang sangat sangat perhitungan dengan biaya hidup, kalau uang saya ngepas ya saya lebih memilih untuk merelakan Jay Chou konser tanpa saya di hadapannya. Nah, alhamdulillah uangnya ada berkat jasa uang THR dan uang SPPD hahahahahaha. Ketiga, soal waktu. Kalau saya di Bandung, saya nggak yakin bapak saya mengizinkan saya ke Jakarta HANYA untuk nonton konser. Sudahlah, intinya saya senang berada di kehidupan saya yang sekarang hahahaha. Alhamduuuuuuu~~~~~lillah.

Pas datang ke konser itu, kerasa banget jadi minoritas. Hampir semua yang datang di konser itu cici-cici dan koko-koko. Bahasa yang terdengar bukan Bahasa Indonesia tapi Bahasa Mandarin. Oh iya, saya juga datang ke konser itu sendirian. Makinlah terpojok. Eh, untungnya sesama fans ada rasa saling menyayangi. Saya diajak kenalan sama orang yang antri di belakang saya dan yang duduk di sebelah saya. Lumayan, ada interaksi.

 Oh iya, saya juga sempat hopeless soal konser Jay Chou. Saya sudah lama nggak menghapalkan lagu Jay Chou terbaru. Aduh beban mental banget. Saya cuma hapal dengan sangat-sangat-sanagt baik lagu Jay Chou di era saya SMP-SMA, sedangkan lagu sejak tahun 2007 sudah banyak yang luput. Aduh gimana banget. Saya nggak mau melewatkan konser hanya dengan mengeja lirik. Mau saya hapalkan juga sudah nggak terkejar. Yasudah pasrah. Ya sehapalnya saja.

Eh tapi apa dongggggg?

Manajemen Jay Chou nih kayaknya tahu banget bahwa era keemasan Jay Chou di Indonesia itu ya tahun 2004-2006. Di konser Jay Chou ini, berbeda dari konser di negara lain, Jay Chou menyanyikan lagu ngetopnya tahun 2004-2006! Saya ingat banget, saat yang paling standing-applaue-ible buat saya di konser Jay Chou itu pas musik Jian Dan Ai didendangkan.

"Anjiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiirrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr, JIAN DAN AI DONG ITU!!!!!!!!!!!"

*langsung berdiri, teriak, nyanyi, acak-acak rambut, bikin sikap lilin, salto*

Di konser itu, saya sudah nggak peduli lagi orang mau memandang apa. Pokoknya saya berdiri, joget-joget, lonjak-lonjak, teriak-teriak, nyanyi-nyanyi, semuanya dilakukan dengan asal dan diiringi oleh cinta. Bayangkan, Jay Chou menyanyikan lagu-lagu zaman cinta monyet saya yang bahkan ketika zaman itu masih saya jalani, saya nggak punya bayangan bahwa saya bisa mendengarkan lagu itu tanpa perantara kaset. Seluruh dunia harus tahu bahwa 12 OKTOBER 2013 ADALAH HARI TERBAHAGIA DALAM HIDUP SAYA YANG SAKING BAHAGIANYA SAYA PENGEN KETAWA-KETAWA GIRANG. JAY CHOU KARENAMU AKU PERCAYA LAGI AKAN MIMPI DAN CINTA.

Ah, saya jadi lupa tadi saya ngomong apa. Ini nuansanya jadi Jay Chou banget ini. Oke oke oke tarik nafas kembali ke jalan yang benar.

Ah, iya, soal 2013 yang saya lewati dengan bahagia.

Dikasih Jay Chou, saya sudah bahagia. Penungguan cinta 10 tahun akhirnya ada bayarannya, Nah, makin lengkap lagi soal penungguan karena adanya kebahagiaan paripurna yang muncul di akhir tahun. Kebahagiaan yang sudah ditargetkan sejak saya SMA. Apakah ituuuuuu.....

Hmmmm, saya lulus seleksi Kementerian Luar Negeri RI 2013!!

Saya nggak tahu harus senang dengan level apa untuk bilang bahwa saya beneran senangggggg. Ahahaha. Butuh waktu beberapa hari bagi saya untuk menyadari bahwa akhir tahun 2013 ini saya sudah bisa meraih cita-cita saya : Jadi Diplomat.

Pernah merasa ngga, sih, "Eh gila ya hidup gue sekarang udah masuk ke situ, ya?"; "Hidup yang gue kejar sejak kelas 2 SMA, yang membuat gue ngerasa nggak perlu lagi belajar hukum termodinamika karena nantinya gue bakal belajar konsep kedaulatan, sekarang udah ada jalannya, ya?"; "Gue udah bisa bilang ya kalau si anak SMA 3 Bandung yang dulu dibilang aneh sama seantero sekolah karena maunya masuk HI, bukan TI, sekarang bakal menjalani hidup yang akan disukainya?"

Ah, udahlah. Ini saking senengnya udah ngga tahu lagi harus merasa senang dengan cara bagaimana. Masih tepok-tepok pipi aja ahahahahha.

Proses seleksi Kemlu sampai akhirnya saya diterima juga lumayan bikin ngos-ngosan. Berawal dari izin ke manager untuk ke Bandung untuk mengurus SKCK dan Kartu Kuning yang saya tutupi dengan alasan mau mengurus ijazah, saya lolos seleksi administrasi. Masuk ke seleksi Tes Kemampuan Dasar yang tesnya bersamaan dengan tugas dari atasan untuk sosialisasi Surat Keterangan Penyalur Permen ESDM no 16 tahun 2011 di Makasar yang saya tolak dengan dalih mau membereskan sponsorship yang pending, stres juga pas dikasih soal semacam Matematika Dasar SMA. Untung masih ada yang tersisa di otak saya soal grafik fungsi. Sempat putus asa dengan hasilnya karena soal-soal yang seriusan sulit banget, akhirnya saya dapat skor 376 yang ternyata tertinggi di gelombang saya hehehehe. Lega.

Tes berikutnya Tes Kemampuan Bidang. Ada soal yang gampang cenderung gampang banget, ada yang saya ngga tahu jawabannya apa hahaha. Alhamdulillah masih lolos.

Tes berikutnya Tes Bahasa Inggris. Itu sempat stres. Beban mental seorang pengajar Bahasa Inggris selama 5 tahun yang setiap semester 2 membuat kunci jawaban soal SNMPTN untuk latihan kelas alumni dan 3 SMA, saya pasang target tinggi untuk saya raih. Namun, berhubung saya sudah hampir 6 bulan lepas dari Ganesha, di latihan soal yang saya kerjakan, saya nggak kunjung mencapai target skor TOEFL. H-1 tes, waktu lagi main ke Jakarta Biennale, saya cengo aja di tangga TIM sambil makan nasi goreng gratisan amanah Jokowi yang malam itu hadir dan nongol di depan mata saya. Takut banget kalau hasil TOEFL-nya ngga kayak yang ditargetkan supaya bisa lulus. Yaudah maksud hati ke Jakarta Biennale untuk refreshin, malah berkubang dalam kekhawatiran yang bahkan tesnya aja belum hahaha.

Pas tes TOEFL, yaudahlah konsen konsen konsen konsen dan bismillah. Eh, alhamdulillah di tes TOEFL saya masih lolos. Sebenarnya sih kuncinya adalah saya tetap memegang petuah dari Candra Wijaya waktu saya masih SD *hasil baca di Bobo*, anggap latihan itu pertandingan; anggap pertandingan itu latihan.

Tes final, itu juga lumayan uhwow. Pertama, psikotes. Hal yang menyebalkan itu waktu dikumpulkan tes dengan peserta lain, terlalu banyak peserta yang banyak omong dan banyak menanyakan hal yang ngga penting ditanyakan karena harusnya itu sudah masuk jadi logika dan akal sehat waktu instruktur memberi tahu cara pengerjaan soal. Berisik dan bikin lama. Apalagi, saya juga gelisah karena tes tanpa izin kantor. Itu juga bertepatan dengan sosialisasi SKP di Surabaya dan saya dikasih amanah di Jakarta untuk menyelesaikan urusan kantor dengan Migas. Supaya tetap konsentrasi, saya mematikan  hape saja seharian. Beres tes jam setengah lima sore, baru saya langsung meluncur ke Migas berharap Kasie dan Kasubdit Niaga masih ada buat ditanyai urusan kantor. Alhamdulillah, jam setengah 6 saya sampai di Kuningan, mereka masih ada. Hidup saya aman waktu atasan saya menelpon minta report jam setengah 9 malam hahahahaha.

"Hape kamu kenapa, Ki kok mati seharian?"
"Itu, Pak. Hape aku jatuh terus ngga bisa hidup aja dari tadi. Ini baru beres diservis. Tapi tadi aku udah ke Migas, Pak....bla bla bla bla."
"Oh, gitu, Ki. Bagus, bagus. Oke, oke"

Berikutnya tes wawancara substansi. Bagian paling bego sih waktu saya beberapa kali lupa Bahasa Inggris : KEKUASAAN. Sampah, POWER!!!!! Kenapa hal yang paling sering disebut dalam hidup sebagai mahasiswa HI itu jadi hal yang terlupa di saat yang sudah ditunggu sejak SPMB! Hahahaha. Saya ditanya soal skripsi saya. Saya bilang soal soft power. Lalu ditanya, siapa pemikir HI soal soft power. Aduh aduh aduh dijaga otaknya jangan sampai tiba-tiba lupa pas lagi mau jawab. Alhamdullilah dikasih ingat, yakni Joseph Nye!!! Eh, itu baru pembukaan. Selanjutnya saya ditanya apa soft power Indonesia yang saya bilang citra sebagai negara demokrasi, yang akhirnya sepaaaaaaanjang jalan kenangan, wawancara saya berkutat di urusan keteguhan hati saya untuk mempertahankan argumentasi bahwa demokrasi adalah citra yang baik untuk dijadikan sumber soft power Indonesia.

Oh iya, soal demokrasi, ada dua pertanyaan yang paling saya ingat. Pertama soal bagaimana citra demokrasi Indonesia kalau nanti Indonesia pascapemilu akan dipimpin oleh kekuasaan Islam radikal. Saya langsung ingat dengan hal-hal yang semacam khilafah. Ahahahahahahahaha. Kenapaaaa harus tema itu? Kenapaaaa harus selalu tema itu yang dikaitkan dengan hidup saya, bahkan untuk urusan wawancara pekerjaan. Kenapaaaaa wahai Felix Siauw? Kenapa hubungan kita bisa berserakan dimana-mana tidak hanya di twiter, Fel? Saya jawab apa gitu, ya. Agak terbata-bata. Intinya saya bilang, saya nggak yakin kalau hal itu akan terjadi, ini kaitannya dengan bentuk negara Indonesia yang kata pilar kebangsaan *lagi-lagi* hanya akan jadi NKRI, bukan khilafah. Kalaupun mereka berhasil mengubah, ya bukan citra Indonesianya yang hilang, malah Indonesianya yang hilang. Hal lain yang membuat nggak mungkin dikaitkan dengan preferensi rakyat Indonesia yang kayak saya, nggak simpati dengan perkumpulan bernuansa khikhilafahan. Nah, kalaupun memang dipaksa-paksa itu si khilafah berhasil menduduki kekuasaan, saya yakin mereka akan menyesuaikan prinsip-prinsip normatif idealis mereka pada saat ini -ketika belum menduduki kekuasaan- dengan apa yang nanti mereka temukan dalam sistem internasional. Dari titik penyesuaian idiosinkratik dengan dinamika sistem internasional itu, saya makin yakin bahwa saya akan selalu berpisah jalan dengan Felix Siauw.

Kedua, saya juga ditanya tentang Akil Mochtar yang menurut Bu Dubesnya telah mencoreng citra pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Bu Dubes bilang jabatan Akil Mochtar itu rawan korup karena dia berada di level yang mengawasi demokratisasi namun tidak ada yang mengawasi dia. Solusi yang  diajukan Bu Dubes, buat saja lembaga baru yang mengawasi lembaga yang (dulu) dipimpin Akil. Sesungguhnya saya kurang bersepakat karena berpotensi membuat tingkatan-tingkatan baru lagi di antara lembaganya.  Selain itu, yang lebih penting lagi, untuk membuat lembaga negara baru, butuh undang-undang yang prosesnya lama, panjang, dan tidak efisien padahal ada peristiwa atau perhelatan yang sedang atau akan segera diadakan. Bagaimana mengatasi kekosongan tersebut? Solusi yang diajukan Bu Dubes itu sebenarnya bukan tidak mungkin dilakukan, hanya saja harus dibarengi pula oleh solusi pada saat itu juga. Saya lebih memilih dibentuk Komite Pengawas yang dibentuk untuk perhelatan tertentu. Udah, terus salah satu panelis permisi mau ke toilet soalnya AC di ruangan dingin banget. Iya sih.

Oh iya, di luar tema itu, saya sempat ditanya sedikit juga soal kepentingan Indonesia di Laut Cina Selatan, soal kenapa Indonesia tidak mengakui Taiwan dan kenapa Indonesia mendukung Palestina. Oh iya, saya juga senang karena akhirnya ada pertanyaan yang menyangkut kisah cinta lama saya dengan Barry Buzan dalam komunitas keamanan yang diejawantahkan dalam ASEAN. Pokoknya, Kang Barry, amanah Regions and Power-mu telah kubisikkan pada tembok di sana.Wawancara substansi kemudian ditutup dengan wejangan bahwa nanti saya jangan hanya berharap akan ditempatkan di negara besar. "Kamu harus siap ditempatkan dimana saja, seperti misalnya di Lagos.” Sebenarnya saya waku itu ngga hapal Lagos dimana soalnya kayaknya waktu SD saya ngga beresin LKS peta buta keluaran Erlangga huhuhu tapi saya bilang hehe iya pak.

Tes hampir terakhir adalah tes kesehatan. Dokter gizi pribadi saya *yakni bapak saya* wanti-wanti jangan sampai saya digugurkan karena alasan kesehatan. Seminggu sebelum med-check, saya cuma boleh makan nasi merah, sayur, tahu tempe, dan nggak boleh makan buah dengan kandungan apaan gitu yang terlalu tinggi. Makan pepaya mah boleh. Udah aja kayak burung kakaktua. Bapak saya lewat (mantan) stafnya malah mengirimi saya beras merah ke kantor untuk persediaan seminggu. Dedikasi seorang bapak, coyyyy!

Tes paling terakhir adalah tes kesabaran. Tanggal 24 Desember 2013 yang menurut Teh Nisa akan menjadi tanggal pengumuman Kemlu dan memang dikukuhkan dengan notifikasi SistemMasihBerproses, nyatanya hanya harapan palsu. Aih galau. Pusing juga, soalnya tanggal 24 Desember itu saya dapat pengumuman kalau saya juga lolos di Kemenperin. Pemberkasannya berakhir tanggal 31 Desember 2013. Mana saya juga nggak yakin pula saya bisa lolos atau engga di Kemlu. Yasudah, sempat berusaha mencintai Kemenperin juga.

Tanggal 31 Desember 2013, dompet saya beserta kartu identitas hilang dicuri orang pas saya lagi solat di Pasar Festival. Pas galau bikin laporan kehilangan, saya iseng buka situs Kemlu. Udah ada dong ternyata pengumumannya. Pas log in, hah gila dong saya LULUS seleksi. Udah nggak tahu harus apa. Ini dompet gimana, ini Kemenperin gimana, saya nggak tahu harus apa. Gemetar aja gitu. Syok. Yaudah saya berusaha switch perasaan saya untuk jadi senang. Tapi susah. Saya baru bisa merasa sadar bahwa saya itu senang ya keesokan harinya. Itu juga rasa senang yang dihayati dalam sanubari saja. Ini adalah senang yang begitu mendalam dan rasanya pantas didapatkan sebagai anugrah dari Allah. Ya, apa ya. Hidup yang saya rangkai sejak SMA saat saya pindah ke bangku belakang setiap Pak Tata guru Fisika masuk ke ruangan, hidup yang saya cintai karena ada HI di dalamnya, dan hidup  sebagai mahasiswa yang jadi kodok budek karena banyak yang mencibir nggak semua anak HI bisa jadi diplomat tapi saya tentang dalam hati, sekarang sudah bisa saya titi. Ya, senang. Udah. Ngga tahu harus apa. Mungkin meminjam mesin waktu buat menoyor orang-orang yang suka meneriaki kodok budek.

Yah, begitulah. Sekarang saya masih menunggu kapan mulai prajab. Sambil menunggu, saya masih mengurus beberapa perizinan yang outstanding semacam Sertifikasi Kelayakan Penggunaan Instalasi/Peralatan di Kabil Batam dan di mobil-mobil tangki LPG sesuai amanah Kepdirjen 39.K, Izin Angkut B3 seperti yang diminta depo LSWR atau Low Sulphur Wax Residue, perpanjangan merek di HAKI, penambahan sarfas mobil BBM, rekomendasi impor yang FAME-nya masih susah mencapai 10%. Iyaaaaa, masih bakal sering nongkrong ke Migas. Masih mengurus sponsor yang belum tutup buku. Masih mengurus pertanggungjawaban keuangan manager saya. Masih menyimpan kromologis perizinan. Masih hidup biasa saja.

Saya juga akhirnya bilang ke manager saya dan kawan sedivisi (yang memang kawannya cuma satu dan dia pun baru diterima masuk kantor sekitar September), kalau saya ikut tes CPNS dan saya lolos. Manager saya senang sekali. Dulu dia waktu masih di BP juga sering bertemu Kemlu dan beliau sangat mengapresiasi saya masuk situ. Yang sedih Mbak Nisya, kawan sedivisi itu. Saya juga sedih soalnya Mbak Nisya adalah kawan yang baikkkkk banget dan kami langsung dekat meski baru sebentar kerja bareng. Manager saya lalu mengajak saya lapor ke VP Corsec yang jadi atasan kami. Beliau juga senang dan mendukung. Ya lalu standarlah, saya juga notify HRD soal rencana resign saya sekitar bulan Februari, mungkin.

Hmmm, saya juga nggak tahu apa hidup di 2014 akan semenyenangkan di 2013. Ya, tapi coba yakin saja. Toh, 2013 yang dibuka dengan hal yang membuat pusing kepala saja bisa dijalani dengan baik-baik saja, apalagi 2014 yang dibuka dengan sukacita. Hehe. Amin. Aduh, cape nulisnya.

Selamat bertahun 2014 :D