Feminisme Radikal dari Korban Perempuan dalam Criminal Minds


Tindakan sadisme terhadap perempuan merupakan hal yang selalu hampir pasti ada dan menjadi fokus penceritaan episode-episode CM. Hal tersebut pula yang melatarbelakangi hengkangnya salah satu agen jagoan CM mengundurkan diri dari perannya meski CM baru berjalan dua season. Mandy Pattinkin, pemeran Jason Gideon, mengatakan bahwa kesalahan terbesarnya pada publik adalah membintangi CM. Terlalu banyak kekerasan pada perempuan yang berujung pada kematian mereka yang diekspos CM.
Pada lapis permukaan, tidak bisa dipungkiri bahwa CM, sebagaimana yang diungkapkan Pattinkin, memang banyak menekankan betapa lemahnya perempuan. Penculikan dari mobil yang mereka kendarai, penyiksaan dan pembunuhan sadis di rumah mereka sendiri, pemerkosaan dengan beragam kelainan seksual yang menyertai, merupakan gambaran gamblang yang seolah mengejek kelemahan perempuan dalam menjaga dirinya sendiri.
Akan tetapi, benarkah hanya demikian? Bagi saya, masih ada lapisan lain yang bisa kita lihat sebagai pesan yang ingin ditunjukkan CM. Gambaran bahwa perempuan itu lemah dan tidak menjaga dirinya sendiri sehingga rentan menjadi korban kekerasan hanya berfungsi sebagai makna denotasi yang terlalu deskriptif terhadap tayangan yang disajikan CM. CM sebenarnya menyajikan dua gambaran perempuan yang sangat kontras, atau singkatnya oposisi biner dari bagaimana seharusnya perempuan berperan di dalam masyarakat. Patut diingat bahwa CM pun menyajikan agen perempuan sebagai tokoh sentralnya. Agen Elle, yang kemudian digantikan Agen Emily Prentiss, lalu Agen JJ, dan bank data Penelope Garcia, yang kesemuanya tetap teguh sampai sekarang, dalam arti belum tewas karena tindak kekerasan pria.
Dua gambaran kontras tersebut merupakan representasi dari poor girl, good girl. Poor girl adalah perempuan yang tidak bisa melindungi dirinya sendiri, atau lebih jelas dalam CM dipaparkan sebagai perempuan rumahan, pekerja sektor domestik, tidak memiliki bargaining position yang kuat di masyarakat, dan tentu saja, tidak bersenjata. Kontras dengan kategori pertama, good girl atau perempuan yang bisa melindungi dirinya sendiri merupakan perempuan yang bekerja di luar rumah, memiliki bargaining position yang kuat, bersenjata, yang dari ketiga identifikasi tersebut dapat disimpulkan bahwa good girl adalah perempuan yang memasukkan lebih banyak peran maskulin ke dalam wujud seksualnya yang perempuan.
Pesan dari makna konotasi itulah yang sebenarnya ingin ditunjukkan oleh CM. Berbagai pertunjukkan kekerasan terhadap perempuan dengan sifat-sifat feminin yang kental merupakan pelapisan ideologis yang kental demi menunjukkan bahwa perempuan harus mengeliminasi feminitasnya dan mengadopsi maskulinitas bila ingin memperoleh keamanan. Hmmm, sebuah pola yang sangat linear dengan prinsip-prinsip feminisme radikal. Setujukah? It is you decide!

Criminal Minds dan Fantasi Kepahlawanan Kita

Terdiri dari enam agen lapangan dengan berbagai karakternya dan satu agen bank data, memiliki markas yang tidak terjamah sipil biasa, bertugas membaca, mengejar, dan melumpuhkan penjahat, dan memiliki power yang tidak dimiliki secara massal, maka asosiasi yang muncul di benak saya mengenai CM tidak jauh dari Power Rangers atau serial kepahlawanan lain di masa kecil saya. Meski CM nampak lebih berbeda dari, katakan Power Rangers, perbedaan tersebut bagi saya hanya soal perbedaan pandangan kita untuk merealisasikan fantasi mengenai cerita kepahlawanan pada usia kini dan usia dulu. Bagi saya pribadi, akan sangat tidak catchy bila saya, pada umur 23 tahun dan sudah tahu bahwa kostum Ranger Pink itu berat, repot, dan panas, kemudian duduk tenang dan tetap terpukau mengamati aksi robotik, lengkap dengan pedang dan efek pencahayaannya, dari Power Rangers. Satu lagi, mustahil juga bagi saya sendiri yang sudah sangat tahu beda Gua Hira versi stalagtit dan stalagmit dengan gua yang dibuat dari kardus yang dipilox, tetap mau menghabiskan setengah hari untuk bertepuk tangan melihat kegagalan Rita menguasai dunia. Dengan adanya perkembangan pandangan yang dulu bisa disuapi dengan fantasi ala robot dari mobil -yang bagi saya terlalu jauh melampaui zaman- dan kini sudah akrab dengan kecanggihan teknologi informasi senada dengan slogan Yellow Pages, "Cari tahu dengan jarimu", maka penyesuaian sosok gank hero pun perlu dilakukan sebagaimana yang ditunjukkan oleh CM.
Monster berbagai bentuk dalam Power Rangers ditukar dengan manusia-manusia psikopat yang membunuh demi kesenangan dan kerap, kepuasan seksual. Seragam warna-warni Power Rangers cukup diganti kostum jas dan kaos kasual yang memperlihatkan karakter masing-masing agen secara jelas. Sabetan pedang dengan efek cahaya silau yang mematikan diganti dengan pistol berpeluru panas yang kita semua tahu bahwa pistol itu memang nyata adanya di dunia kontemporer. Pembacaan pikiran dan peta yang biasanya dilakukan dari kacamata supercanggih kini dinaturalisasi dari pengaksesan informasi tak berbatas, thanks to internet. Jam tangan telepon dan layar akuarium yang menampilkan muka secara mistik sudah dialamiahkan dengan telepon genggam, ipad, dan semacam skype. Ayayayayay Alpha yang menginformasikan kegiatan anak buah Rita di ujung kota tidak lagi diinformasikan secara misterius, tetapi melalui liaison officer BAU yang melayani laporan dan permintaan investigasi kepada FBI.
Beragam pengalamiahan setting, plot, tokoh, dan perentelan properti tersebut toh hanya bersifat kebendaan yang ditujukan demi menyasar segmen audiens berbeda. Dari banyaknya film kepahlawanan, baik pada masa kecil saya atau masa kini, pesan yang disampaikan tidak akan jauh berbeda dari dua subjudul di atas, dan yang paling penting lagi, film dengan tema ini masih menjadi alat pengaktualisasian fantasi kita mengenai sosok yang kita harapkan dari diri kita sendiri.
Hampir setiap orang ingin menjadi pahlawan, tidak peduli luas sempit lingkupnya. Menjadi pahlawan pun bukan soal ingin menegakkan keadilan dan menghancurkan kemungkaran, melainkan menyangkut keinginan untuk standing in the crowd. Menjadi berbeda, menjadi pusat perhatian, menjadi pihak yang paling dibutuhkan, dan tentu saja, menjadi pihak yang paling powerful di antara komunitas. Dalam pandangan saya, menonton film kepahlawanan bukan satu hal yang menunjukkan betapa rindunya kita akan sosok pahlawan yang bisa menyelamatkan kita, melainkan monolog kita bahwa kita ingin menjadi pahlawan itu. Contoh sederhananya, saya belum pernah, sih mendengar ada orang yang setelah menonton film kepahlawanan berkata, "Ah, coba di kampung saya ada FBI, pasti nggak akan lagi ada yang berani nyuri ayam ayah saya." Saya malahan mendengar, atau bahkan mengatakan pada diri saya sendiri, "Coba gue jadi FBI, pasti dari awal gue udah tau kalo mantan gue yang dulu itu brengsek." Oke ini bukan curcol.
Ya, CM pun terakhir membuat saya berpikir bahwa tak peduli berapa umur kita, kita selalu memfantasikan diri kita sebagai sesuatu yang lebih besar dari kita yang sekarang. Selama fantasi tersebut masih selalu kita pegang, maka film-film setema dengan CM pun akan tetap ada dan menjadi salah satu media yang potensial untuk menyebarkan pesan ideologis tertentu, seperti supremasi negara atau feminisme radikal. Mekanisme yang terjadi dalam penerimaan kita yang mudah akan pesan tersebut utamanya bertumpu pada kesesuaian ekspektasi kita dengan hal yang ditampilkan oleh film. Kesesuaian yang notabene merupakan bentuk pengalamiahan dan pelapisan makna tersebut kemudian mendorong kita untuk tertarik dan menyerap pesan-pesan ideologis dari film sebagai hal yang memang demikian adanya, yang given, yang berkausalitas logis, dan yang sudah seharusnya. Kesesuaian tersebut akhirnya menjadi benteng yang paling kuat untuk menolak kritisisime kita terhadap pesan dari film.
Pada kasus CM, betapapun saya tahu bahwa unsur ideologis mengenai supremasi negara dan feminisme radikal sangat kental diperlihatkan, dan secara pribadi saya bukan pendukung seratus persen ideologi tersebut, toh saya tidak berhenti menonton CM. Itu bagi saya yang aware terhadap pesan ideologis CM. Nah, bagi kawan saya yang juga menonton CM dan asing dengan istilah supremasi negara dan feminisme radikal malahan mungkin secara tidak sadar mereka akan bersikap antipati dan pesimis kepada keluarga disfungsional yang ada di sebelah rumahnya. Efek-efek seperti itu yang sebenarnya diharapkan si pembuat CM untuk mempengaruhi masyarakat agar bersikap sesuai dengan norma yang diidealkannya, yang mungkin tidak harus diwujudkan sekarang, bisa juga pada masa yang akan datang.
Lalu bagaimana?
Ya, bagaimana, dong? Saya tetap suka menonton CM. Ya, kelak kalau bertemu saya dalam versi wanita yang antipekerjaan domestik karena merasa terancam di rumah sendiri, ya jangan kaget saja. Hehe.

Ark.Des’12.

Kyaaa Kyaaaa Men Award 2012


Setahun sudah, Teman-teman. Ya, setahun sudah sejak "Kyaaa Kyaaa Men Award" diluncurkan dan mendapat tempat khusus di hati para wanita dan sebagian pria. Merespon antusiasme khalayak terhadap penghargaan tahun lalu, maka inilah para nominee "Kyaaa Kyaaa Men Award" tahun ini yang lolos seleksi penilaian pribadi saya melalui layar kaca laptop dan tentu saja, hati. Patut diingat, sistem penyeleksian tahun ini berbeda dari tahun lalu. Sama seperti penyeleksian negara anggota sementara Dewan Keamanan PBB, penyeleksian dilakukan berdasarkan region-based, errrr specifically, race-based. Namun demikian, bukan berarti penilaian tahun ini akan bernuansa bias dengan superioritas terhadap ras tertentu. Penilaian tetap dilakukan secara subyektif dengan memerhatikan indikator-indikator positivistik yang sesuai dengan kesepakatan publik.



Bennedict Cumberbatch

Heh! Dont you even dare not to love me!
*caption ini norak, yes i know*
Andai saja saya mengenal Cumberbatch sejak saya belajar renang pertama kali waktu kelas 1 SMP, khususnya ketika dalam pelajaran menyelam dan menahan nafas, oh pasti saya mendapat nilai paling tinggi pada skala nasional. Aduh, Bendie *panggilan kesayangan*, kenapa sih kamu selalu bisa membuat aku menahan nafas. Pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan, deh, di balik peranmu sebagai Sherlock Holmes versi modern. Mungkin dari senyum inosenmu yang mengundang keinginan untuk sedikit ikut mencicipi kebahagiaan yang kamu rasakan. Mungkin dari jenis kain pada kemeja pas badan yang tampak sangat mahal dan aku percaya itu emang mahal, sih. Mungkin dari rambut ikal yang selalu lembut digoyang angin dan mengundang untuk dirapikan oleh jari terdekat. Atau dari takdir yang telah mempertemukan kita dalam ruang dan waktu yang terlampau mahal untuk kita taklukan?

Aduh, Bendie ini emang nggak kepayanglah pesonanya. Aku takluk.



Shinichi Kudo

Bahkan Shinichi lagi bingung juga tetap menggemaskan
Oke, Shinichi Kudo memang tokoh fiktif. Tapi, tapi, tapi, tapi, saya nggak bisa menolak pesona yang disampaikannya melalui tubuh tinggi, otak cerdas, mata tajam, dan ini yang penting, rasa cinta yang besar sama Ran. Ah, iya, dan kalian juga harus tahu bahwa di episode 617-622 akhirnya Shinichi mengungkapkan perasaannya ke Ran. Gila, udah berapa tahun sejak Shinichi diperkenalkan Aoyama Gosho coba itu akhirnya ada pengakuan perasaan. Eh tapi, sebenarnya nggak ngaruh juga, sih apakah Shinichi akhirnya ngomong sama Ran atau engga, toh juga selama berbelas tahun ini kita tahu betapa care-nya Shinichi sama Ran tidak peduli dalam bentuk apa ia saat itu, Shinichikah atau Conankah.

Mmmm, alasan lain memasukkan Shinichi dalam list nominee Kyaaa Kyaaa Men Award ini adalah Shinichi selalu berhasil mengajak saya menelusuri ruang-ruang masa remaja saya. Pokoknya Shinichi ini adalah kado dari masa lalu yang terus terbawa sampai masa kini dan yes, dengan bodohnya saya harap bisa saya bawa terus hingga masa depan. Meaning? Ya artinya saya nggak pengen serial Detective Conan itu ditamatkan. Ya kalau bisa sih biar nggak bosan, ya ada perputaran peran yang intensif antara Conan dengan Shinichi. Ah, gitulah, pokoknya saya nggak bisa membayangkan apa jadinya hidup saya kalau Shinichi ditamatkan sama Aoyama Gosho.



Matt Czuchry

Tuntut aku dengan cintamu, Matt
Tak ada Matt Damon, Matt Czuchry pun jadi. Akrab dengan serial The Good Wife? Kalau belum, segeralah menonton serial tersebut dan temukan Matt Czuchry di sana dalam perannya sebagai Cary Agos, si pengacara imut. Errrr, tapi buat kalian yang lebih mencintai karakter protagonis ketimbang antagonis, jangan berharap bisa langsung jatuh cinta sama pria yang dalam kehidupan nyatanya seorang sarjana Ilmu Politik dan Sejarah with honors ini pada season 1 dan 2. Mulailah dari season 3 kemudian lanjut ke season 4 untuk merasakan bahwa di dunia mimpi sana, ada kok pria yang tampan, cerdas, gagah, baik, dan life-taking banget sedang menunggu (untuk terus digiuri *anjir di-GIUR-i).



Shemar Moore

"Oh, NO!"-pose
Shemar Moore adalah pria dark skin pertama yang saya sukai. Nggak bermaksud rasis, toh juga kulit saya gelap. Ya, selama ini saya hanya dibutakan oleh pria-pria dari ras Mongoloid semacam Toro dan terkadang Jerry Yan, dan tentu saja Lee Min Ho, dan oh iya Jang Geun Suk, dan pernah juga Vic Zhou, dan ya jelas Jimmy Lin, dong. Permasalahannya adalah selama ini hubungan saya dengan film dengan salah satu tokoh dark skin itu hanya berjalan secara profesional, antara penonton dengan pemain. Saya nggak melibatkan penilaian pribadi di sana. Ah, tapi akhirnya dalam Criminal Minds mulai season 4 saya tahu bahwa di luar sana, ada semacam Shemar Moore yang akan membuat saya rugi bila saya melewatkannya. Lewat perannya sebagai Agen Derek Morgan yang manly, gentle, pemberani, dan gahul banget, saya tahu Shemar Moore adalah pria yang dikirimkan Tuhan untuk memberikan epifani dalam perspektif saya mengenai abang-abang superhero.



Rio Dewanto

Sumpeh, ini foto nemu di blog orang yang
(kayaknya sih) berjenis kelamin laki-laki
dan berorientasi ke laki-laki juga 
Kayaknya saya emang punya ketertarikan tersendiri dengan pria bermata sipit, deh. Rio Dewanto, gitu. Di antara sekian banyak pria pribumi semacam Dimas Anggoro, Dimas Seto, Dimas Djay, dan Dimas-dimas lain, kenapa saya harus memilih Rio Dewanto? Saya yakin soal Rio Dewanto ini bukan soal perut six pack, bisep dan trisep terawat, senyum dan terlampau manis, tapi tentang sudut mata yang selalu terpicing seolah menyimpan misteri mengenai definisi sedih, bahagia, hidup, dan derita.

Rio, tolong jangan pernah lepaskan picingan matamu padaku, Rio.





Mario Maurer

Ini beneran "Oh Please" pose banget iniiiii!!!
Kalau Cumberbatch mampu membuat saya menahan nafas, Mario Maurer si tampan di Crazy Little Thing Called Love ini sukses membuat saya gagal nggak mimisan. Pertama kali menjumpainya di ruang gelap dengan sumber cahaya hanya dari layar DVD, saya tahu saya nggak bisa menahan gejolak darah di hidung saya yang begitu dekat dengan mata. Saya mimisan sejak pandangan pertama. Astaga, Maurer, selamat, kamu masuk ke dalam klasifikasi super hottish cute boy (terjemah : adek kecil dgn paras unyu kepanas-panasan).

Untuk Maurer, saya sengaja nggak melakukan penelitian lebih mendalam. Bukan apa-apa, saya cuma takut kalau saya semakin banyak mengeluarkan darah dari hidung. Adek kecil ini saya yakini memang semakin digali akan semakin memesona, padahal saya terlanjur sesumbar pada lingkungan sekitar bahwa saya nggak bisa menjalin perasaan bagi orang yang lebih muda meskipun dia super hottish cute. Nggak bisa, nggak bisa, nggak bisa. Pokoknya saya harus tetap berkomitmen pada janji saya. Hmmm, not to mention bahwa Mario Maurer ini, sebagaimana abang-bang tampan Thailand lain, betapapun hottish cute-nya, status itu akan meredup seiring dengan semakin banyak dialog yang ia lakukan di setiap filmya.

Maurer, would you just love me in silence? *literally*



And The Award Goes To.......

SHEMAR MOORE!!!!

kenapa eh kenapa?

Nggak ada apa-apa, sih. Saya dari tadi galau aja mau milih pria yang mana yang sekiranya pas untuk mendapatkan gelar Kyaaa Kyaaa Men ini. Semua deskripsi saya tentang nominee tahun ini bisa dibilang sangat positif semua. Dengan berat hati, saya pun harus menghitung kancing-kancing baju yang berserakan di abang tailor terdekat. Setelah melakukan perhitungan seksama terhadap jumlah kancing baju dipangkatkan dua kemudian ditambah 5 > x > 9, dengan x adalah bilangan prima kemudian dikurang 7 log 7000, maka keputusan dewan juri mengenai gelar Sheemar Moore sebagai pemangku Kyaaa Kyaaa Men tidak dapat ditalak tiga.

Selamat, Sheemar. Good job, man!

Sontrek Hidup dan Penjaganya

Setiap orang tentu punya sontrek hidup. Bisa karena dipilih secara sengaja karena liriknya  konon terlihat mewakili perasaan yang terupdate. Bisa juga bukan karena lirik *soalnya nggak ngerti*, melainkan karena iramanya yang beratmosfer pas. Ah, tapi ada juga lagu yang terpilih secara tidak sengaja, misalnya karena :

  • kebetulan lagu itu yang sedang mampir saat kita sedang bereksperimen menempelkan upil di dinding toilet mal *ceritanya di toiletnya sambil bawa headset*, 
  • lagu itu adalah lagu yang selama tiga hari tiga malam mati-matian dihapalkan teman kita dan nggak bosan didendangkan di depan muka kita dan nggak peduli di tempat mana saja demi usaha penambahan kepercayaan diri si doi *dan akhirnya gara-gara perilaku tak bertoleransi tersebut, seorang pengamen diberitakan hampir menyambit dua orang penumpang angkot karena salah satu dari mereka tetap bernyanyi meski aa pengamen sudah menggonjrengkan gitar untuk mengambil suara*,
  • kebetulan lagu itu sedang diputar oleh kios di depan kosan pacar kita waktu kita nggak sengaja ngegapin sms unyu dia sama orang lain *dan ternyata lagunya lagu Bang, sms siapa ini, Bang*, 
  • bisa juga karena lagu itu yang tiba-tiba disenandungkan kecengan abadi kita waktu kita lagi menyebelahi dia, ikutan rebutan pisang goreng di kantin sebagai modus caper  *nggak kebayang juga, sih gimana ceritanya ada orang yang sempat nyanyi pas lagi rebutan pisang goreng secara brutal di tengah kerumunan orang-orang di kantin*,
  • lagu itu kebetulan terputar sebagai penyelamat hidup pas di bis ada pencopet yang berusaha merogoh hape kita *dan ternyata hape itu tersambung ke earphone*,
  • lagu itu dance-nya bagus banget tapi nggak pernah bisa kita tiru *soalnya bego dan sok pengen bisa*,
  • lagu itu kebetulan diputar oleh radio atau operator lagu di mal pas kita lagi ngedate pertama sama bakal calon pacar dan pas banget di momen itu kita kebelet pengen pipis tapi baju kita ribet banget buat diajak kompromi pipis dalam durasi kurang dari lima menit *agak rempong ya*,
  • lagu itu adalah lagu yang sepanjang perjalanan 2 hari Bandung-Bali naik bis dan ketinggalan ferry terus-terusan diputar oleh mamang bis tersayang dan digonjrengkan oleh para pemain gitar amatir berusia SMA yang masih punya mimpi untuk debut di blantika musik Indonesia.
Masih banyak, tentunya kondisi yang memungkinkan sebuah lagu yang tak berdosa tiba-tiba didaulat untuk menjadi sontrek besar dalam hidup. Kadang, proses tersebut juga terjadi tanpa kita sadari. Siapa, sih yang dengan sadarnya menetapkan suatu lagu sebagai sontrek penempelan upilnya? Saya enggak, lho, suer! Walaupun kejadian di atas ada beberapa yang berdasarkan pengalaman nyata, itu nggak semuaaaaa ituuuu. Lagu itu tiba-tiba saja diserap oleh otak kita bersama dengan kejadian yang terjadi dalam durasi 3 sampai 4 menit, mengendap hingga beberapa lama, dan seolah tidak pernah kita alami, namun seperti layaknya amal dan dosa meski sebesar zarrah yang akan tetap dihitung di hari akhir, ada momen saat lagu itu tiba-tiba diputar oleh pihak ketiga dan akhirnya semua ingatan kita di seputar durasi 3-4 menit itu terurai dengan jelas. Tiba-tiba kita ingat bahwa kita pernah menempelkan upil di mal, tiba-tiba kita ingat punya teman baik yang selama satu setengah tahun jalan kaki dan sesekali naik angkot sama kita datang ke tempat les, mampir ke distro beli baju, merapat ke toko cd dan kaset sekadar ngecek kaset idola kita masih dengan apik tersembunyi di balik tumpukan kaset lain sampai tabungan kita cukup beli kaset idola kita *masih kaset gini sih pasti zaman prasejarah main ke Disc Tarra sama Aquariusnya*, tiba-tiba kita ingat kita pernah punya pacar *cetar*, pernah caper dengan bego ke kecengan *maluuuuuuuuu*, pernah bertarung melawan pencopet, dan lain-lainlah cape disebutin satu-satu. 

Dari kenangan yang dipicu nada 3 menit itu, tiba-tiba semua ingatan kita seharian dulu, seminggu sekitarnya, bahkan satu semester penuhnya langsung terkuak. Nggak usah dibikin malu juga, sih galaunya. Tapi ya enggak usah terpuruk dalam kegalauan juga. Saya pikir kenangan itu ada dan tiba-tiba terkuak bukan untuk mengecilkan atau membesarkan kepala kita, tapi hanya sekadar untuk mengingatkan bahwa kita pernah hidup dan harus belajar dari sana. Kadang, kenangan itu juga nggak selalu memalukan atau menyesakkan. Pasti ada, kan hal-hal yang membuat kita senyum dan tertawa sendiri. Menyelami kenangan itu, nggak peduli baik atau buruk, tetap menyenangkan. Ada satu perasaan seperti apa ya...hmmm, semacam  hangat dan menenangkan waktu semua kenangan itu terkuak di sela-sela nada lagu yang masuk ke telinga dan diteruskan ke otak. Lagu yang tepat pada detik itu baru kita sadari sebagai sontrek hidup pun langsung menjadi penguat kita yang mungkin sempat sedih juga waktu ingat kenangan itu. 

Tentang lagu yang menjadi sontrek dan perihal menyelami kenangan, saya punya cerita sendiri. Alhamdulillahnya, nggak ada satu pun dari poin di atas yang lahir dari lagu-lagu yang dinyanyikan penyanyi kesayangan saya. Dan emang nggak semua dari poin di atas pernah saya lalui, sih. Catat! Tapi berbeda dengan yang saya ceritakan di atas, tindak penguakan kenangan yang terjadi beberapa hari ini bukan lahir dari lagu yang tiba-tiba tidak disengaja diputar. Tentu saja tidak mungkin berasal dari ketidaksengajaan. Pertama, ingat bahwa penyanyi ini adalah penyanyi kesayangan saya sejak SMP yang nggak mungkin lagunya nggak saya putar setidaknya dalam sebulan. Kedua, penyanyi kesayangan ini agak berbeda dari penyanyi kesayangan orang pada umumnya sehingga probabilitasnya untuk diputar secara tidak sengaja oleh radio dengan gelombang terjernih yang bisa ditangkap hape. Ya, umumnya kan orang suka sama penyanyi Barat atau Korea, atau Jepang. Taiwan yang paling maksimal terkenalnya mah F4, padahal F4 cuma modal film, tampang, dan tangan kekar yang dibiarkan terbuka hingga ke pangkalnya. Ada juga 5566, padahal 5566 umurnya rilisnya lebih muda daripada idola saya yang satu ini. 5566 juga cuma mengeluarkan beberapa album yang jumlahnya lebih sedikit daripada idola saya. Ya, sama kayak F4 sih, 5566 dikenal karena film MVP Playernya. Ya, tapi gitu-gitu juga saya hapal kok lagu-lagu F4 dan 5566. Semakin benci semakin hapal. Haha. Kesel juga. 

Tidak datang dari ketidaksengajaan terputar, kenangan yang dengan brutalnya menyerang saya beberapa hari ini terakhir ini datang dari....hmmmmm...tarik nafas panjang....kebangkitan penyanyi kesayangan saya setelah lebih dari lima tahun tercerai-berai. Lahir pada tahun 2002 ketika saya berusia 13 tahun, grup ini lahir dengan 5 orang anggota, namun akhirnya kini hanya tersisa tiga orang. Agak lebay, sih, tapi serius, deh, sebenarnya saya sudah mulai move on dari kesedihan perpisahan mereka. Saya pikir, yasudahlah Energy dengan 5 personel itu so last decade. Eh, so it happened when I was youtubing browsing for their MVs that I havent completed, I found that LAST WEEK, last august, they held something like fan-gathering where they were reunited and singing at least 3 songs from their very first album, Gei Ni de Ge, Fang Shou, Yong Yuan Bu Shuo Zai Jian. Kaget setengah mati, deg-degan, gemetaran, dan blank gatau mau ngapain pas nemu video-video yang diunggah jamaah semacam saya. Pengen nangis, dong, sumpah. Ta men hui lai le!!! Hui lai is come back in China. I don't know whether they "hui lai" they mean really "hui lai", or just apa ya, reuni doang, tapi itu rasanya sumpah nggak nyangka banget, kayak nemu orang yang udah kita sangka mati terus hidup lagi, atau kalau nggak kebayang mah, hmmm semacam kayak udah setengah pasrah nganggep nggak bakal balikan, tapi mantan kita dateng ke rumah sambil bawa martabak tiga bungkus : keju, kacang coklat, dan ketan kopyor. Tau deh ngajak balikan atau engga, tapi martabaknya itu nggak nahan.

Tepat waktu saya nonton mereka berlima konser mini dan seperti biasa, tetap ramah dan lebih banyak ngobrol daripada nyanyi *dan saya sebenarnya nggak paham secara detail mereka ngomong apa aja, sih*, semua kenangan selama sepuluh tahun sejak 2002 langsung bangkit. Ada kenangan tentang saya dan teman saya, keluarga saya, dan lingkungan di sekitar yang tiba-tiba muncul dengan jelas, dan yang paling penting lagi, kenangan tentang saya sendiri dan lagu-lagu mereka yang tanpa saya sadari sudah menemani saya ber-evolusi dari anak abege 13 tahun hingga menjadi dede imut berumur 23 tahun. Nemu mereka berlima nyanyi dan berusaha mengingat-ingat dance andalan di 3 lagu itu rasanya bagai apa ya...kebayang nggak, sih, like having completed the wrecked puzzles. Sepuluh tahun gitu lho. Dan they've separated for more than five years. It means that I'd never seen them in one stage during those five years. Ah, malam itu, langsung berasa lengkap dan lega banget gitu rasanya. Walaupun saya nggak ikut ada di TKP pas mereka reuni seminggu lalu itu, pas intro menuju lirik lagu yang sesungguhnya atau pas lagi neriakkin reff andalan, gileeeee itu jantung rasanya berdebar lebih kencang dan dengan semangat, saya ikutan berteriak dengan semangat *tentunya setelah mengunci pintu kamar dan memastikan bahwa jam sudah menunjukkan pukul 23.30 malam*, "BU GUAN NI SHOU LE FANG SHOU!!!" Langsung, deh, muncul perasaan bahwa saya telah kembali menjadi manusia sesungguhnya.

Lebay, ya? 

Hehe. Tapi saya suka banget. Beneran. Kalau dulu sih, suka karena memang suka ke merekanya. Kalau sekarang, nambah lagi. Ya, soalnya saya baru sadar bahwa mereka, baik dari personel maupun dari lagu, sudah menyimpan begitu banyak kenangan. Mereka berasa kayak jembatan saya untuk balik ke masa yang sudah lewat aja gitu. Atau mungkin lebih dari itu juga. Ya, mereka mungkin ibaratnya penjaga pintu masuk ke ruangan yang selama ini terkunci dan mengendap di dasar lautan hati yang paling dalam. Hahahahaha. Yang kedua emang lebay, sih, tapi ya kenyataannya gitu, kok. Dengan melihat mereka berlima, saya jadi ingat kalau saya pernah SMP dan SMA. 

Hmmmm, hal yang paling ah, kesellah yang saya ingat waktu melihat mereka berlima adalah kesadaran bahwa saya telah menyia-nyiakan waktu muda saya. Waktu mereka masih jaya dan dua kali konser ke Indonesia, dan nggak cuma di Jakarta, tapi juga ke Medan, Bandung, dan Surabaya, saya nggak punya power dan kesempatan buat stalking mereka kayak penggemar sejati pada umumnya. Saya masih SMP yang keman-mana harus diantar dan minta izin. Nonton konser, apalagi ngestalking idola adalah hal yang paling tabu di keluarga saya. Ya, akhirnya saya hanya menikmati mereka dari majalah, tivi (dulu disiarkan oleh SCTV), VCD rekaman konser (DVD belum ada coi), dan cerita di grup yahoo. Sedih. Tapi itu belum ada apa-apanya waktu saya tahu Bapak saya sepesawat sama mereka dari Bandung ke Surabaya padahal saya punya kesempatan untuk nganterin Bapak saya ke bandara. Ibaratnya, di film drama, riwayat cinta saya tuh udah nggak ada artinya lagi. Tamat. Udah harus nyari jodoh lain. Ah, sedih. Itu, sih hal yang paling saya sesali. Makanya, pas ngeliat mereka ketemuan sama fans minggu lalu di Taiwan, saya jadi agak berharap dikit semoga mereka suatu saat nanti bikin konser di waktu, tempat, dan dompet yang tepat. Ini udah resmi saya jadikan tujuan hidup, nih. Pokoknya satu kali dalam hidup saya, saya harus ngeliat atau ketemu langsung sama lima pemuda yang sepuluh tahun ini sudah menjadi penjaga dan pembangkit pintu kenangan. Hiyyyyaaahhhh hahahahhaa. Serius. Ini saya ngetik dengan jari telunjuk yang saya silet *supaya berdarah*. 

Hmmmmmh, ya itu cerita saya, sih. Apa ceritamu. Eaaaa. Ya, saya yakin, sih, tiap orang pasti punya sontrek hidup dan penjaga pintu kenangannya sendiri. Yah, selamat mengingat dan menikmati kalau begitu. Udah dulu, deh postingnya. Bukan karena kepanjangan, sih. Kalau perlu ini posting mau saya jadiin novel. Masalahnya, ini laptop baterenya habis. Mau cari colokan dulu di perpus. Dan satu lagi, sih, ini orang di sebelah saya b*engs*k banget ngerokok asapnya ngepul kemana-mana. Baru juga keramas, coy. Aaaaahhhh. Wasssaaaaaaaaaaaaallllam!!!




NB : Zhu ni shing ri kuai le, Energy. Xi wang ni men hui hui lai. Happy 10th birthdayyyyyyyyyyyy!!!!!


Posting setelah Lebaran


Wah, sudah lama juga nggak rajin posting yah hehehehehehe. Kalau ngucapin selamat idul fitri sudah telatkah? Hmmmm, tapi sepertinya bila saya tidak mengungkapkan maaf, maka blog saya ini akan tetap dikutuk umat-umat pandangan lain *maksudnya pandangan yang berlainan sama saya dan sering saya serang balik secara arogan dan galak*. Yasudah, selamat idul fitri dan mohon maaf lahir batin ya karena pasti blog ini pernah dengan kejam membuat suara hati berteriak dan air mata tak henti mengalir. Hehehe.

Lebaran lalu seperti biasa saya nggak kemana-mana. Habis melakukan ritual yang wajib ada setiap tahun, yaitu sungkeman sama orang tua dan disungkemi sama adik-adik saya, saya membuka pintu depan dannnnn ternyata sudah ada seribu tamu menunggu di luar. Hahaha. Engga, maksudnya  ada banyak tamu yang datang jadi ya alhamdulillah ketupat dan kue kering cepat habis. Sambil menunggu tamu datang dan pulang *loh*, saya diam di kamar nonton Conan dan menjelang dzuhur, saya pun tidur. Hmmmm, karena lebaran tahun ini bertepatan dengan tahun ajaran baru, maka baju lebaran pun tahun ini ditiadakan. Sedih? Jujur, sedih. Kesempatan mendapat baju baru secara gratis hilang, Saudara-saudara! Hahahaha.

Hmmmm, seperti biasa lagi, keluarga saya lebaran dua kali. Yang pertama tanggal 1 syawal, nah satu lagi setelah puasa Syawal 6 hari. Tradisi di rumah saya, sih, khusus lebaran Syawal, ketupatnya nggak beli dalam bentuk jadi, tapi beli janurnya saja. Siapa yang bikin kupatnya? Tentu saja, the one and only....Bapak saya. Eh, tapi ada yang beda tahun ini. Setelah hmmmmm...bentar ngitung dulu, 23 dikurang 8 berapa? 15 yak? Nah, setelah 15 tahun lamanya, akhirnya saya sudah bisa bikin ketupat hahahahahahahaha. Tahun ini saya bisa menyumbang 5 ketupat. Bagaimana dengan dua adik laki-laki saya yang menurut bapak saya wajib mewarisi kemampuan membuat ketupat? Mereka belum bisa, Saudara-saudara! Hahahahaha. Saya tetap menjadi pemegang warisan budaya Indonesia yang sahih! Tapi kata bapak saya, ketupat saya masih belum sempurna hahahahhaa. Masih terlalu gepeng. Kata aba nggak apa-apa, nanti belajar lagi, yang ini sudah bagus sudah bisa. Hahahahaha. Perjuangan selama 15 tahun lho ini! Xixixixixixixi.

Selain ketupat, lebaran Syawal juga wajib menyediakan lepet. Bungkusnya dari janur juga. Satu janur bisa dibuat 2 bungkus lepet. Lepet itu isinya ketan putih dikasih kelapa. Direbus sama ketupat. Rasanya gurih gitu. Bentuknya kayak jenazah yang dikafani. Kata aba itu simbol untuk mengingatkan kita akan kematian.
Tradisi lain dalam lebaran Syawal adalah memilih dua ketupat yang paling kecil dan satu lepet yang paling kecil untuk digantung di atas pintu depan rumah. Berhubung di rumah saya ada hmmmm, ngitung lagi....ada 7 pintu yang menghadap ke luar...hmm iya kan yak...4 di lantai bawah, 2 di lantai atas, 1 di atas lagi, iya ada tujuh, ya berarti ada 7 gantungan kupat dan lepet di atas pintu. Maknanya apa? Ya kalau nggak salah inget sih pokoknya untuk mengingatkan kita akan kematian gitulah. Lupa. Dulu bapak saya ceritanya waktu saya masih kecil. Nanti ya saya tanya lagi ke bapak saya kalau saya inget. 

Hmmmmm, saya jadi mikir, kalau saya sudha punya keluarga sendiri, masih bisa nggak ya mempertahankan tradisi itu? Pengennya, sih masih. Ya, kalau misalnya engga, nanti saya bakal datang ke rumah adik laki-laki saya buat bantuin bikin ketupat dan lepet buat Syawalan.

Oh, selain ketupat dan lepet, ada lagi, namanya Among-among. Nah, kalau among-among ini mah dibuatnya agak sering. Saya lupa kapan aja, yang paling inget mah pas sebelum puasa sama pas Syawalan. Ada lagi euh, Cuma saya lupa. Hmmm, among-among ini semacam meletakkan secangkir kopi, segelas air berisi bunga, nasi/ketupat beserta lauknya, pisang sesisir, dan jajan pasar di sudut rumah. Apa? Sajen? Nggak tahu juga, sih. Among-among ini ditujukan buat leluhur, terutama leluhur paling dekat yang baru meninggal. Karena di keluarga saya baru Kung Dam, yaitu kakek dari bapak saya yang sudah nggak ada, jadi among-amongnya buat beliau.  Among-among itu ditaronya sehari. Sebelum ditaro itu baca Al-Fatihah dulu buat Kung Dam. Nah, besoknya, itu among-among diambil. Habis diambil ya dimakanlah. Dimakan sama siapa kek yang laper. Biasanya sih saya.

Hmmm, mengenai among-among, saya sih nggak kepikiran apa-apa apakah itu sajen, sajen yang dalam arti syirik ya. Saya sih melihatnya hanya sebagai tradisi dan materialisasi kerinduan kita pada orang tua yang sudah tidak ada. Ya, pasti ada yang menganggap bahwa mengirim doa setelah salat saja sudah cukup, tapi entahlah, saya rasa sebagai manusia, saya masih butuh jalan yang seolah-olah nyata untuk mengungkapkan kerinduan. Lagipula, niat untuk menyediakan among-among itu ya bukan untuk meminta atau memohon sesuatu semisal, “Kung, tolong aku dong, Kung, aku mau sidang nih. Kalau Pak Arry yang nguji, plis Pak Arry jangan galak sama aku.” Atau, “Kung, aku pengenlah Kung nonton konser reuni Energy. Plis atuhlah Kung, konsernya jangan di Taiwan aja,  plislah di Jakarta juga ada, atau di Singapura gituuuuu...tapi yang di Singapura mah gratis ya, Kung ya, konsernya...yah mini konser nggak apa-apalah yang di Kallang Park atau Vivocity...udah mahal sama tiket peswat atuhlah Kung soalnya,” hehehehe. Dikata kakek saya mantan produser Energy. Ya, nggak ada doa-doa yang memohon sesuatu gitu. Naro among-among ya naro aja, sambil didoain untuk Kung-nya supaya bahagia di alam sana. Niatnya karena kangen aja dan nggak bisa ziarah langsung ke makamnya. Saya sih nganggap among-among ya pengganti ziarah ke makam. Hmmm, mengenai hal ini, saya juga jadi mikir, ini tradisi bisa nggak saya lestarikan nanti kalau saya punya keluarga sendiri? Yah, kalau nggak bisa, yasudah, ikuti solusi yang tadi lagi, datang ke rumah adik saya yang laki-laki. Hahahahaha.

Yah, pokoknya gitu ajalah kegiatan saya pada masa-masa lebaran lalu. Sekarang mah udah masuk kerja lagi, udah nggak bisa lagi nonton Conan siang-siang. Yah, lumayanlah ngehemat persediaan Conan. Tinggal 100 episode lagi euy yang tersedia. Masih ada lagi sih 400 episode lagi, tapi belum didonlot. Ini juga dapet 200 episode teh dari Bima yang baik hati. Saya sekarang lagi ‘nanam saham’ di berbagai cabang Ganesha nih untuk memenuhi persediaan Conan. Apa coba ‘nanam saham’ teh? Itu, ngedonlot Conan di torrent masing-masing cabang. Senin ini saya donlot di Ganesha Cinunuk, misalnya, nah Senin seminggu atau dua minggunya lagi, saya panen si Conannya yang udah beres didonlot hehehe. Nah, itu namanya ‘nanam saham.’ Berhubung saya ngajar di 4 cabang Ganesha, ya berarti saya punya empat wadah saham. Begituloh. Hahahaha. Ah yasudahlah, saya mau pergi dulu. Dadaaaahhhhhhh.

Tentang "Taisetsu Na Koto Wa Subete Kimi Ga Oshiete Kureta"

Woh, sudah lumayan lama juga nggak posting, yah. Sekarang juga nggak akan posting yang mikir, ah. Mau yang ringan aja kayak kerupuk. Posting tentang film aja, deh. Dramaseri, sih sebenarnya. Akhir-akhir ini kan saya lagi nggak ada kerjaan. Ada, sih, tapi ya sudahlah nanti lagi saja diselesaikannya. Dari yang udah-udah, sih, udah nyelesein secepat mungkin, ujungnya malah belum waktunya, jadi dianggurin aja gitu sama yang berwenangnya. Jadi, ya sudahlah, waktu yang sekarang dipakai agak santai dulu saja. Nah, karena itulah saya memburu serial, baik dari donlot sendiri, maupun minta dari orang. Yang paling banyak, sih Conan. Itu special creditlah buat Bima. Saya juga ngedonlot sendiri yang season 20-21, tapi yang season awal sama movie sama bla bla lain, itu mah dibawain Bima. Selain Bima, saya juga minta Conan ke adik saya. Dikasihlah yang versi orang, asiklah. Eh, tapi saya bukan mau ngomongin Conan ketang di sini mah. Mau sih, tapi kayaknya mau ngebahas yang agak beratnya, tapi sekarang juga belum nyampe nih otak. Maklum, laper. Yaudah saya mau bahas film lain yang saya minta dari laptop adik saya.

Jadi intinya, adik saya ini kan kuliah di Sastra Jepang Unpad yak, semester berapa ya, lupa saya, hehe, tiga tahun di bawah sayalah pokoknya. Di semester-semester ini, dia lagi banyak tugas listening gitu, makanya laptopnya penuh sama dorama. Dia ngasih saya berapa serial yak, lupa. Yang baru beres saya tonton sih ini, hmmm bentar, judulnya panjang, euy, saya liat dulu. Oh, ini dia, "Taisetsu Na Koto Wa Subete Kimi Ga Oshiete Kureta." Kalau dilihat di tulisan filmnya sih, artinya semacam, "You Taught Me All Important Things." Dorama ini panjangnya 10 episode, makanya saya bisa nontonnya cuma 2 hari. Eh tapi sebenernya kelamaan juga sih. Yah, berhubung nontonnya malem, ya. Jadi satu malem cuma kuat nonton 5 episode.

Kesan dari film ini?
Pertama, ini mah seriusan dari detik pertama yang langsung nyorot si pemain utamanya, "Edan! Ganteng, coyyy! *ngomong sama diri sendiri* langsung deketin laptop ke depan muka* detik berikutnya diisi oleh makian betapa tampannya si abang Kashiwagi Shuji yang dimainkan olehhhhh....*search google* oh, Miura Haruma. Seriusan, ganteng. Nih, saya copy-in mukanya dari hati saya. 


Emang sih, rambutnya cupu dan terlihat tidak alami, yah berhubung peran dia sebagai guru baik-baik gitu. Ah, tapi yang namanya ganteng mah tetep gantenglah. Mungkin kalau film ini diindonesiakan, pasti peran yang dimainkan sama Hiruma ini bakal diperankan sama Dude Herlino.

Kesan kedua, oh karena setting dorama ini adalah di sekolah dengan profesi guru SMA, ih jadi dapet aja feelnya. Iya, sih saya bukan guru sekolah SMA, tapi feelnya kurang lebih samalah. Kayak misalnya pas lagi ngobrol sama siswa, bercanda atau dibercandain sama siswa, terus pas lagi ngabsen siswa, pas lagi nasehatin, pas lagi perpisahan, pas lagi ngomongin masa depan mereka. Pokoknya kalau adegan nangis, ikutan nangislah. Adegan lucu, ketawa kebawa ngakak. Terus saya jadi mikir, mengajar itu asyik, lho. Seriusan, Rik, kepikiran mau ninggalin dunia itu?

Okelah, sekarang kita omongin isi cerita dan amanah yang saya dapatkan. Yang standar ajalah ya.

Saeki Hikari, si cewek yang mirip Donita
Iya, kayak yang tadi saya bilang, dorama ini berkisah di sekolah. Ada Shuji Kashiwagi, seorang guru yang tampan, baik, favorit, dan akan segera menikah dengan guru yang cantik juga, Natsumi Uemura. Alkisah, Shuji ini kehidupannya baik-baik saja bangetlah, nggak pernah macem-macem. Lurus aja. Sampai suatu ketika, pas banget di episode pertama itu dia bangun tidur dan nemuin ada cewek tel*nj*ng  di kasurnya. Kagetlah dia. Tapi berhubung dia udah terlambat datang ke sekolah, dia nggak sempat nanya apa-apa lagi sama cewek itu. Habis ngomong sebentar yang intinya bingung kenapa cewek itu ada di sana, Shuji pun langsung buru-buru ke sekolah. Siapakah cewek itu? Bisa ditebak, dong, ternyata ya cewek itu muridnya. Kaget gitu Shuji. Intinya dia nggak paham kenapa hidup jadi rumit gini. Ditambah lagi,  si murid bernama Saeki Hikari yang mukanya mirip Donita itu mulai ngejar-ngejar dia dan akhirnya merusak hubungan si abang sama Natsumi.  

Sampai di episode 5 atau 6 ini kita emang dibawa sama si film ini supaya bete sama Shuji. Beda sama serial Indonesia atau Korea, dorama ini tuh nggak menjadikan kita untuk berada pada posisi penonton tahu segalanya. Ya kita diajak masuk ke cerita melalui misteri sama halnya yang dirasain para tokoh di film. Baru di episode 6 lah kita baru tahu bahwa Shuji itu nggak salah, dalam arti nggak tid*r sama Saeki. Shuji cuma kayak difitnah gitu sama Saeki. Nah, tapi di sini Saeki nggak diperlihatkan sebagai orang yang jahat banget. Kita malah diajak simpati sama hal-hal yang membuat Saeki bersikap demikian.

Natsumi Uemara.
Mungkin di Indonesia akan diperankan oleh Ayu Ting Ting
Nah, apakah ceritanya akan beres sampai di situ? Belum, Saudara-saudara, itu masih episode 6 haha. Masih ada episode 7-10. Nah, sekarang kita dibawa kesel sama sikap Natsumi. Natsumi itu tipikal cewek bangetlah. Penulisnya hebat, deh bisa bikin karakter cewek yang segala pertimbangan perubahan sikapnya dijelaskan secara logis dan empatik. Jadi pas awal episode, Natsumi itu tahu banget kalau Shuji ada masalah, tapi dia nggak kepo. Dibiarin aja dulu, cuma ngasih support tanpa banyak nanya. Terus pas Natsumi tahu kalau Shuji (katanya) tidur sama Saeki, Natsumi hancur, sih, tapi tetap percaya Shuji nggak mungkin kayak gitu. Pasti ada alasannya. Nah, berhubung Shuji juga bingung mau jelasin apaan, Natsumi beusaha nyari jawaban sendiri dengan nanya ke orang-orang dekat Shuji, bahkan sampai datang ke rumah orang tua Shuji. Terus waktu Shuji dihukum sama sekolah dan dicela murid, Natsumi masih setia nungguin di gerbang sekolah. Terus apa lagi, ya. Oh, iya, tentang feeling. Ada saat ketika Natsumi kuat di hadapan orang-orang dan ada saat Natsumi benar-benar ketakutan. Di titik terlemahnya itu, Natsumi beneran kayak cewek banget, yang miskolin Shuji sampai 50 kali terus bingung sendiri ngapain dia sampai segitunya miskolin orang *haha*, terus ada juga yang Natsumi ngerasa kayaknya Shuji udah nggak cinta lagi deh sama dia, terus yang Natsumi mikir kayaknya Shuji itu ngelihat Natsumi bukan sebagai wanita, tapi sebagai orang yang bisa diandalkan aja, terus gara-gara itu Natsumi ngerasa Shuji terpaksa aja cinta sama Natsumi. Wahahaha. Dari ketakutan itu akhirnya muncul kebodohan Natsumi, yaituuuuuuu nggak bilang ke Shuji kalau dia hamil dan langsung membatalkan pernikahan mereka. Berhubung Shuji diskors nggak boleh ke sekolah selama 1 semsester, ya Shuji emang nggak tahu kalau Natsumi hamil. Udah gitu, berhubung Shuji tipikal pria ngeselin yang mikirnya lamaaaaa banget, banyak pertimbangan yang intinya selalu mendahulukan gimana pendapat orang lain, Shuji juga pasrah aja waktu Natsumi membatalkan pernikahan. 

Masalah kedua pun muncul dan ini yang beneran bikin saya mikir dan menyimpulkan bahwa ya kita harus berjalan di jalan yang benar karena kita nggak akan pernah tahu bakal ada badai apa di depan sana. Jadi, Shuji kan di awal episode dicela gitu karena ketahuan tid*r sama murid. Mengenai hal ini, karena memang Shuji nggak melakukan, ya dia akhirnya selamat. Akhirnya namanya bersih lagi. Tapi, masalahnya, Shuji ini juga sebelum kejadian itu juga membuat kesalahan. Ya dia melakukan hal itu sama pacarnya, Natsumi, sampai akhirnya Natsumi hamil. Terserah deh, ya kalau ada yang menganggap hamil sama pacar itu wajar atau gimana, tapi saya dan film ini masih melihat hal tersebut sebagai hal yang salah. Mungkin kalau waktu bisa diputar, kalau misalnya nggak ada kejadian Shuji difitnah sama muridnya itu, ya Shuji dan Natsumi nggak akan merasa bahwa having sex before marriage itu salah karena bisa langsung ditutupi dengan pernikahan. Ya, itu kalau jadi menikahnya. Gimana kalau di tengah jalan ada kejadian nggak terduga seperti yang dialami Shuji yang akhirnya mengubah perasaan dan menciptakan kekhawatiran di antara Shuji dan Natsumi yang akhirnya membuat mereka batal menikah.  Kesel juga sih sama keputusan Natsumi yang nggak mau dinikahin Shuji padahal dia hamil dan Shuji juga mau bertanggung jawab. Alasan Natsumi, kayaknya Shuji sukanya sama Saeki deh dan Natsumi juga gamau dipilih hanya karena bayi yang dikandungnya. Penonton juga pasti kepikirannya kayak gitu soalnya sikap Shuji ini emang luar biasa ngeselinnya. Baru di akhir episode kita baru tahu gimana posisi Natsumi dan Saeki di hati Shuji. Akibat dari keputusan Natsumi yang sepihak itu, Shuji akhirnya dikeluarkan dari sekolah. Dengan dikeluarkannya Shuji dari sekolah, ya karir Shuji sebagai guru langsung mati. Dia nggak bisa ngajar dimana-mana lagi. 

Gimana ya. Yang saya ambil dari dorama ini, sih, ya kita nggak akan dihukum atas hal yang nggak pernah kita lakukan, sebaliknya, kita nggak akan bisa lari dari kesalahan kita karena segala sesuatu punya konsekuensinya. Ya Shuji emang hampir dikeluarkan dari sekolah gara-gara kejadian sama Saeki, tapi karena Shuji nggak melakukannya, ya dia cuma diskors karena membiarkan murid tertidur di tempatnya *walaupun itu juga nggak sadar, kan kejadiannya Shuji lagi depresi dan mabuk*. Lain cerita sama kesalahan Shuji yang satu lagi, yang menghamili Natsumi. Itu jelas perbuatan Shuji, jadi Shuji tetapi harus menebus kesalahan itu, bahkan hingga mengorbankan masa depannya. Tentang masalah tebus-tebusan dosa, saya sepakat banget, nih. Ya, berhubung saya juga lagi mengalami kejadian yang berhubungan dengan tebus-menebus dosa. Intinya mah, sekarang kita tuh kalau mau melangkah, harus banget dipertimbangkan baik-buruknya karena kita nggak tahu di depan sana kita bakal menghadapi hal yang seperti apa. Berjalanlah di dalam langkah yang baik, kalau pesan ibu saya mah.

Eh, tapi masih belum beres. Di ending masih ada amanahnya. Spoiler aja deh, intinya, Shuji ini pas di episode akhir baru sadar gimana posisi Saeki dan Natsumi di hatinya. Dia sadar sih kayaknya dari dulu, tapi baru punya ketegasan di episode akhir-akhir. Yaudah, akhirnya di episode ini dia menegaskan bahwa kepedulian dia kepada Saeki setelah pengakuan Saeki yang memfitnah dia itu bukan perasaan cinta laki-laki ke perempuan, tapi perasaan peduli dari guru ke murid. Sedangkan ke Natsumi, Shuji sadar bahwa itu bukan perasaan ketergantungan yang membuat dia nggak pernah punya keputusan sendiri, tapi memang cuma Natsumi yang paling mengerti Shuji. Di titik ini, baru deh Shuji mengambil tindakan tegas. Kyaaaaa, akhirnya dia melamar Natsumi dengan tegas. Mengharukanlah pokoknya ini. Nada ucapannya itu loh. Ga menye-menye, tetapi tegaaaaasss seperti seharusnya pria bertindak. Asheeeekkkk. Yaudah, akhirnya di detik terkahir diperlihatkan jari yang sudah dilingkari cincin dan gimana kehidupan Natsumi dan Shuji setelah punya anak. Hikmah yang saya ambil, sih, hmmmm betapapun besar dosa atau kesalahan kita di masa lalu yang akhirnya membuat kita harus menebusnya dengan keras, asalkan kita ikhlas, kita pasti bisa kok menjalaninya dengan bahagia. Ditambah lagi, pada titik itu juga kita bakal lebih dewasa. Orang itu berubah nggak cuma karena adanya keberuntungan, tetapi juga dari cara pandangnya atas segala hal yang sempat dirasa buruk. Selain itu, kalau kita udah terjun di situ, kita nggak akan ngerasain takut dan ragu-ragu lagi. Kita pasti bisa kok menjalani hidup yang sebelumnya kita rasa berat.

Ah, gitulah. Keren pokoknya. Amanahnya dapet banget. Ya sekarang gimana caranya biar bisa dapetin abang tampan semacam Miura Haruma. Kalau ada abang, neng pasti kuat menghadapi beban hidup ini. Hahaha.



Ark. Agt'12.