Kisah TeKa Part Three

Karena kerap dibully bahkan atas alasan yang saya juga nggak mengerti kenapa, saya pun melancarkan aksi balas dendam ketika saya duduk di kelas B. Kelas B itu adalah kelas bergengsi, dimana anak-anak TK digembleng untuk menghadapi kehidupan nyata di kelas satu SD. Kelas B ini biasanya dipegang oleh wali kelas yang memiliki dedikasi tinggi untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa melalui begitu banyak latihan menulis, menggambar, mewarnai, dan berkerajinan tangan. Hanya orang-orang terpilih yang mampu memegang amanah sebagai wali kelas B. Menurut kabar yang tersiar, wali kelas B juga dinominasikan untuk mendapat gelar kepahlawanan dari Presiden Sudan Selatan yang baru merdeka.

Keinginan saya untuk balas dendam di kelas B ini merupakan reaksi yang wajar dari seorang gadis yang dibully oleh kawan sekelas karena :
  1. Saat lomba menyanyi vokal grup lupa harus bergaya bagaimana. Bukan lupa sih, tapi gengsi saja. Gaya yang dititahkan oleh guru saya itu nggak masuk akal. Masa saya harus menggoyang-goyangkan pinggang saya? Kalau saya didakwa pasal pornoaksi dan disabotase Bang Haji Roma gimana? Saya ini gadis yang beretika loh. Terus masa saya juga harus menggoyang-goyangkan kepala saya ke kiri dan ke kanan? Ini nyanyi atau SKJ? Saya pun menyanyikan lagu "Kupandang langit penuh bintang bertaburan..." dengan memegang mikrofon saja sambil menatap penuh arti kepada ibu saya yang bertepuk tangan sambil berkaca-kaca dan kepada guru saya yang entah kenapa di bawah panggung menggoyangkan pinggangnya.
  2. Saya nggak bisa berkreasi dengan plastisin. Sementara temen-teman saya bisa membuat kreasi berbagai jenis binatang dari plastisin, saya hanya bisa membuat ular, itu pun karena bentuk ular yang panjang saja dari kepala hingga jari kaki.
  3. Saya nggak bisa memegang gunting dengan satu tangan. Karena saya suka memperhatikan bapak-bapak yang suka menggunting rumput di halaman rumah saya dan dengan caranya memegang gunting itu semua rumput bisa terpotong, maka itu adalah role model bagi saya. Cara saya dalam memegang gunting untuk kertas sangat berciri Bapak Rumput sekali yakni dengan dua tangan. Bagi saya itu ngga masalah karena itu adalah ilham yang saya dapatkan. Yang saya herankan adalah kenapa guru dan teman-teman saya sangat subversif sekali terhadap perbedaan? Apakah mereka lupa akan Bhinneka Tunggal Ika yang selalu diselipkan dalam setiap pidato kenegaraan? Mengapa urusan memegang gunting yang sedikit berbeda padahal hasilnya sama menjadi borok yang harus ditertibkan? Mengapa? Bukankah ini negara demokrasi dan multikultur? Saya nggak mengerti.
  4. Setiap kali piknik, saya nggak ditemani ibu saya karena entah kenapa setiap kali piknik, adik saya yang imut dan berjenis kelamin perempuan dan notabene lebih putih dan cantik dan tinggi dibanding saya itu selalu sedang diopname. Bagi saya, tidak masalah saya piknik sendirian karena bukankah bumi ini adalah milik Allah sehingga kita tidak perlu khawatir. Selain itu, bukankah saya ini adalah gadis mandiri yang dipuja-puja dalam lagu Chris Brown, Miss Independent. Guys, I've started that independency since I was in kindergarten!!! Saya heran mengapa mereka menganggap saya anak yang tidak berorang tua.
Bully lain masih ada, tapi sepertinya hanya akan membuat air mata di pipi kalian semakin deras. Karena itulah, saya putuskan untuk segera membuat daftar pembalasan dendam saya selama kelas B.

  1. Saya menjadi penguasa ayunan yang paling hegemon, kuat, dan tak tertandingi. Kalau saya naik ayunan, kepala saya bahkan bisa menyentuh ranting pohon jambu yang tingginya sekitar 18 kilometer dari tanah. Saya biarkan teman-teman saya menganga penuh kekaguman dan keirian karena hanya saya yang bisa melakukan hal seperti itu tanpa dimarahi guru. Saya juga sengaja nggak mau turun dari ayunan. Biarin aja mereka antri sampai bel masuk.
  2. Saya sengaja memanas-manasi teman saya dengan plastisin hancur yang saya buat. Sepertinya anak-anak TK adalah anak-anak yang mudah disulut emosinya padahal itu nggak penting. Waktu mereka pamer mereka bisa membuat berbagai bentuk dengan warna merah, kuning, hijau, biru, dan lainnya, saya pamerkan hasil plastisin saya yang berbentuk ular dan warnanya sudah bercampur dengan berkata, "Ah, kamu nggak punya kan warna malam yang gini? Malam aku warnanya beda, nggak merah, kuning, hijau, biru. Ini warna baru!" Terus teman-teman sayang yang pendengki itu pun terbelalak matanya, "Gileeee lu, Fes, lu beli dimana tuh malam? Mau dong kitahhhhh! Ini buat gue yakkkk. Maneh make nu urang weh!" Dan akhirnya saya pun mendapatkan hasil karya mereka dan nilai yang bagus plus pujian dari guru, sementara mereka mendapat gelengan kepala dari Bu Cucu karena mereka menunjukkan hasil karya saya yang amburadul itu.
  3. Ada satu anak yang mulutnya memang sungguh nista sekali bahkan ketika saya ingat-ingat dalam umur saya yang hampir 22 ini. Dia itu pemfitnah dan provokator kelas. Dia juga suka menjebak saya ke dalam dosa yang bahkan tidak saya mengerti. Masa dia mengajarkan saya cara membuat bunga dari jeruk tapi ketika saya praktekan dia bilang saya mencontek dia? Kan sungguh menimbulkan gejolak jiwa dan bursa efek. Kepercayaan publik terhadap saya pun menurun drastis. Yang pertama membully saya dan memarahi saya karena saya tidak bergaya di lomba menyanyi juga dia. Karena itulah, saya memutuskan untuk melancarkan PEMBALASAN.
  • Pada suatu hari yang cerah dalam pelajaran menggunting, dia bolak-balik menertawai saya yang memegang gunting dengan cara dua tangan. Gayanya begitu kenes dan centil memainkan gunting dengan benar di depan saya. Ketika dia keluar dari bangkunya, saya bersembunyi di belakang bangkunya sambil berjongkok dan memegang gunting. Ketika dia datang dan akan duduk, saya bergegas menggunting rok belakangnyaaaaaaaaa hahahhahahhahahha. Dia sadar kemudian dia berteriak dengan sangat menderitanya lalu menangis kencang. Guru pun datang dan ibunya juga datang. Dia bilang saya sudah menggunting roknya. Saya datang dengan muka tidak bersalah dan tangan yang memegang gunting dengan salah. Ibu guru bingung, "Masa Festyka menggunting rok kamu? Dia kan nggak bisa menggunting.." | "Iya, Bu...dia menggunting. Pokoknya dia menggunting!!!" | "Apa kalian ada yang melihat Festyka menggunting rok?| "Engga, Buuuu...Dia kan nggak bisa menggunting" | "Tapi dia menggunting rokku, Buuuu....!!!" | "Coba, Festyka, kamu peragakan bagaimana cara kamu menggunting, coba gunting kertas ini"| Terus saya dengan polosnya mencoba menggunting dengan satu tangan yang tentu saja nggak bisa saya lakukan. | "Tuh, kan Festyka itu nggak bisa menggunting. Mungkin tadi ada yang ngga sengaja menaruh gunting di kursi kamu" | Terus ibunya ikutan bicara : "Jangan-jangan Teteh yang nggunting baju Teteh sendiri! Teteh kan gitu!| Wakakakakkakakakkakakkakakkakakakk. SAYA BERHASIL MEMBALASKAN DENDAM SAYA.
  • Tapi aslinya sih saya juga nggak sengaja-sengaja amat menggunting rok dia. Saya itu hanya untung-untungan, bisa nggak saya menggunting dengan dua tangan. Saya pikir saya bakal gagal, tapi nyatanya saya bisa melakukannya. Saya juga kaget. Setelah saya menggunting rok si cewek itu saya juga nggak bisa melakukannya lagi, baik dengan satu tangan maupun dengan dua tangan.

Yak, begitulah kira-kira kisah TK saya yang begitu mengharu biru. Jahat, sih saya menggunting rok orang, Untung itu roknya, bukan kulit pahanya. Untung saya bisa ngeles, ngga ke-gap. Saya juga menyesal sih kenapa saya melakukan hal itu. Tapi, kadang memang emosi itu membuat kita melakukan hal-hal yang tidak kita bayangkan.

Selama TK, walaupun kerap dibully oleh geng pimpinan perempuan yang sudah saya gunting roknya itu, saya juga punya temanlah, nggak sendirian-sendirian amat. Ada Lina. Karlina Agustina ini juga jadi teman SD saya di SDN Padasuka III setidaknya sampai saya kelas II karena kelas III-nya saya pindah ke Cileunyi. Waktu saya SD dan menunggu jemputan Ayah saya, saya juga selalu main di rumah Lina. Teman lainnya adalah Meta. Nah, Meta ini ibaratnya malaikat bangetlah buat saya. Kalau sama Lina, saya masih ada bete-betenya, soalnya Lina suka temenan juga sama si cewek penyihir. Beda sama Meta. Meta mah orang yang selalu ngebela saya dan nemenin saya kalau ibu saya belum menjemput dan kalau saya sendirian pas piknik. Ah, saya punya tuh foto saya sama Meta waktu piknik di Taman Lalu Lintas. Saya sama Meta naik kuda-kudaan yang sama. Tapi dimana ya foto itu? Dulu itu teknologi digital belum nyampe ke Padasuka, jadi segala sesuatu dilakukan secara manual dnegan kamera yang berfilm. Selain Lina dan Meta, ada juga Rian dan Dicky. Mereka suka baik sama saya, tapi saya yang suka judes sama mereka. Biasalah, jual mahal dikit. Cih. Hahaha.

Yap, mash ada banyak sih kisah TK, tapi karena sekarang saya lagi puasa, saya sudahi dulu. Nanti kita bertemu lagi di kisah masa kecil yang penuh warna lainnya.