Namanya Raffi, umur sekitar 10 tahun. Dia pintar cenderung jenius dengan daya ingat yang baik namun sayang hanya dalam pelajaran yang dia sukai. Raffi, hampir sama dengan beberapa anak jenius lain, sebenarnya anak yang manis. Hanya sayang, manisnya tidak dia tunjukkan secara reguler dan tanpa syarat, tetapi harus melalui serangkaian proses yang membutuhkan kesabaran dan ketegasan dari orang yang berurusan dengannya. Seringnya, Raffi bersikap manja, egois, dan pemberontak.
Raffi adalah salah seorang murid saya yang duduk di kelas 5. Sebenarnya tahun ini saya sudah meneguhkan hati untuk tidak lagi mengajar murid SD, apalagi bukan kelas akhir karena saya malas menyiapkan bahan. Sedang banyak urusanlah intinya. Nah, namun berkat sifat hati saya yang lembut cenderung lemah prinsip dan didukung juga oleh rayuan sendu dari Bu Isma, sekretaris cabang Ujung Berung, saya pun menerima program kelas 5 SD setiap Selasa pagi hanya di channel kesayangan Anda.
Waktu pertama masuk ke kelas itu, saya belum bertemu Raffi. Anak-anak yang pada saat itu sudah pulang mudik hanya ada empat orang dan semuanya sangat manis, sopan, berperadaban, pintar, tidak alay, pokoknya sangat cocok untuk dijadikan sampel anak idaman di masa depan. Ada Deka, Alisa, Rizal, dan Desima. Kelas yang kami tempati cukup besar untuk ditempati lima orang, jadi saya membiarkan mereka duduk dimana saja. Kursi kek, tiduran di lantai kek, di sayap kiri kek, di sayap kanan kek. Bebas. Karena mereka juga masih kelas 5, saya juga nggak usah banyak membicarakan hal yang berat dengan mereka. Mereka juga pintar, jadi saya nggak perlu bolak balik menerangkan. Ah, ya, satu lagi, saya juga membebaskan mereka bercerita apa saja sama saya. Dari mulai Bruno Mars, ITB, kakak tiri-adik tiri-ayah tiri-ibu tiri, bebek goreng yang enak dimana, Situ Gintung itu sama nggak kayak Situ Bagendit, kecelakaan alm.istri Syaiful Jamil hingga tragedi Rizal difoto pakai bando dan disebarkan ke seluruh SD pakai bluetooth.
Nah, namun kemudian, kebahagiaan kami agak sedikit terguncang ketika Raffi konon akan datang ke tempat les setelah sekian lama mogok. Raffi ini menurut Deka *ngadu domba*, adalah anak yang agak mengesalkan karena suka tidak menghargai guru. Alisa, Rizal, dan Desima kemudian berebut menceritakan bukti-bukti empirik yang cukup membuat satu kelas waspada.
Pertama kali datang, Raffi memasang muka biasa saja. Dia hanya diam, mencatat, diam, mencatat, kemudian pulang. Pertemuan berikutnya, Raffi masih demikian. Saya mencoba menyapa, Raffi hanya menjawab singkat, ketus, dan berwibawa. Saya langsung mengira bahwa Raffi yang ini pasti bukan Raffi Ahmad. Barulah pada pertemuan ketiga, Raffi mengganggu teman-temannya yang sedang mengerjakan soal. Saya masih menegur Raffi dengan halus, "Raffiiii...jangan, Raf." Nah, tapi anak macam Raffi, sekali ditegur, dua tiga keisengan dilakukan lagi. Mau marah tapi saya sudah makan, jadi saya masih punya pasokan sabar. Akhirnya Raffi saya gendong, saya pangku, dan dua tangannya saya tahan. Kirain Raffi bakal berontak lalu berubah menjadi Iron Man. Eh, ternyata tidak. Raffi sok sok meronta sambil tersipu geli *yyyyaailahhh* terus bilang, "Iya, nggak akan iseng lagi iyaaa..tapi lepasin. Janjiiiii" Saya masih nggak percaya, "Nggak ah, boong." Raffi sok sok marah tapi ketawa, "Iya janji janji." Saya lihat dia, "Bener?" Raffi mengangguk, "Iyaaaa." Saya lepaskan dan ternyata Raffi menepati janjinya.
Pertemuan berikutnya, Raffi mengacau lagi. Raffi nggak suka pelajaran Bahasa Indonesia jadi Raffi mogok belajar. Raffi mengganggu teman-temannya yang sedang mengerjakan soal. Kontan saja, Deka, Alisa, Rizal, Desi marah. Tapi kalau mereka marah, Raffi pasti senang. Jadi saya bikin #kode "Raffinya diemin aja, jangan diwaro kalau ngomong atau ngejek. Biarin aja." Anak-anak nurut. Jadilah satu hari itu menjadi hari Diam untuk Raffi. Eh tapi Raffi nggak menyerah. Raffi ngambek dan tiduran di lantai. tengkurap gitu. Ini emosi nih udah naik. Tapi kalau saya marah, anak ini bisa habis saya makan nih berhubung saya juga belum sarapan. Yasudah saya biarkan dia tiduran di lantai sampai jam pelajaran beres. Masuk angin masuk angin dah deritanya.
Minggu depannya, saya kira Raffi menaruh dendam sama saya. Eh, ternyata tidak! Raffi malah apet tuh seharian itu sama saya. Raffi juga konsentrasi banget sama pelajaran, bahkan lebih rajin daripada Deka, Alisa, Rizal, Desima. Dia juga minta tambah vocab dan soal. Imajinasinya juga jalan waktu dia disuruh bikin kalimat. Kalimatnya benar-benar nggak standar. Karena empat anak lainnya masih mencatat dan belum mengerjakan soal sementara Raffi sudah melesat, Raffi saya ajari sendirian. Eh dia seneng banget. Tutur katanya benar-benar halus, manis, sopan, dan nampak seperti anak kelas 5 SD beneran! Raut mukanya juga ceria. Iya, kayaknya Raffi ini memang hanya akan konsentrasi pada bidang yang dia sukai, orang yang sudah dikenal, dan orang yang memperhatikan dia sendiri secara khusus tanpa terbagi.
Ah, sayangnya saya masih bakal lama lagi ketemu Raffi sejak pertemuan terakhir itu. Sudah satu bulan ini saya nggak ngajar kelas Raffi lagi. Saya ngajar di kelas alumni. Masih bisa sih harusnya ganti hari, tapi saya masih sibuk mengerjakan revisi pagi-pagi. Entah kapan bisa ngajar Raffi lagi. Hmmmm, sudah satu bulan tidak bertemu Raffi, saya tadi baru dapat kabar Raffi. Ternyata Raffi mogok les :( Raffi nggak mau diajar sama yang menggantikan saya. Raffi dendam katanya pengajarnya galakkin Raffi. Hmmmmm. Raffinya katanya nyari saya. Huhu maaf ya Raffi :(
Sayang juga sebenarnya melepaskan Raffi. Raffi itu manis sebenarnya, tapi memang harus sabar. Kalau nggak sabar, Raffi pasti berontak. Kalau udah berontak, mogok, marah, ya ngeselin. Ngga mau belajar. Aduh jadi merasa bersalah sih. Siapa tahu di tangan Raffi nanti ujung tombak diplomasi negara ini bergantung! Bayangkan apabila gara-gara saya yang nggak bisa ngajar Raffi, dan sekretarisnya belum menemukan jalan keluar, baik mengenai jadwal maupun guru yang pas sama Raffi terus Raffinya mogok sampai kapan tahun, terus bagaimana nasib bangsa Indonesia???!!! Yah maaf ya Raffi, jangan mogokan atuh Raffi :(
Ark. Nov'11