There He Goes :)

Selalu ada cerita setiap kali masa penerimaan siswa baru. Jantung berdebar sudah bukan cerita aneh dalam masa-masa itu. Jantung berdebar, harapan bisa memutar waktu ke masa ujian supaya nilai lebih besar, doa-doa yang selalu dipanjatkan dengan penuh harap sepertinya juga sudah membudaya di keluarga saya pada waktu-waktu itu. Menggelisahkan tetapi kami sungguh menikmati masa-masa itu, termasuk cerita seminggu lalu yang akhirnya pada tanggal 4 Juli ini mendapat kelegaan luar biasa.

Stres Berjamaah

Saat mendapat pengumuman bahwa nilai UN adik laki-laki saya, Ruki atau yang biasa dipanggil Mas, adalah 37.20, sekeluarga bangga. Bagaimana tidak bangga, sedangkan passing grade SMA cluster 1 pada tahun lalu saja hanya berkisar pada angka 36-37. Nilai Mas memang tidak menjadi nilai terbesar di SMP 7, namun dengan nilai tertinggi yang dimiliki SMP 7 yakni 38.95 yang hanya dipegang oleh satu orang dan nilai-nilai 38 lain hanya oleh beberapa belas orang, saya yakin Mas masih bisa sekolah di cluster satu setelah adik perempuan saya, Raki yang biasa saya panggil Mbak Tory gagal bersekolah di SMA 5 karena nilainya hanya terpaut 0.2 poin. Terlebih lagi, kepala sekolah Mas mengatakan bahwa SMP 7 termasuk tiga besar nilai UN terbaik di Bandung. Pesaing Mas saya rasa hanya datang dari SMP ‘musuh bebuyutan’ semacam SMP 5 dan SMP 2. Peluang untuk bersaing dengan mereka pun cukup besar pada tahun ini karena kebanyakan dari mereka sudah diterima di SMA 3 dan SMA 5 melalui jalur RSBI yang mandiri. Pilihan untuk Mas pun dijatuhkan pada SMA 2 dan SMA 1.

Karena mendaftar sekolah bukan hal pertama bagi saya dan ibu saya, seharusnya pendaftaran sekolah kali ini tidak menjadi masalah. Ah, tapi ketika bapak saya yang baru satu kali ini berada di rumah pada masa pendaftaran sekolah ikut campur, strategi pun menjadi kacau. Sudah berkali-kali saya dan ibu saya mengetengahkan strategi lihat keadaan, cari peluang, daftarlah pada hari terakhir dan menit terakhir. Strategi ini ampuh. Tapi bapak saya entah kenapa cukup bernafsu sekali untuk segera mendaftarkan Mas. Saya yang sudah beberapa hari memperhatikan perjalanan passing grade selalu didesak untuk memberikan kesimpulan yang mendukung pendapat bapak saya kalau Mas harus segera didaftarkan karena nilainya cukup aman. Sebenarnya saya sama sekali nggak bisa memberi kesimpulan karena data yang dipampang di website penerimaan siswa baru kurang real time, dalam arti data yang ditampilkan pada hari ini adalah rekapitulasi data sehari sebelumnya yang belum dicampur dengan data terbaru. Selain itu, saya juga cukup ketar-ketir ketika mengetahui nilai-nilai yang sudah terpampang di website termasuk ke dalam nilai nomor sepatu alias 37-39 dan berasal dari siswa-siswa SMP yang bukan dari SMP 5 dan SMP 2. Dengan nilai-nilai yang seperti nomor sepatu dan belum dipenuhi oleh nilai dari SMP 5 dan SMP 2 serta dengan data yang tidak real time, saya sama sekali tidak bisa menyimpulkan apakah nilai Mas aman atau tidak. Saya masih mau menunggu kehadiran nilai-nilai siswa SMP 5, SMP 2, dan SMP 7. Hmmm,namun kegigihan hati saya dan ibu saya akhirnya gugur setelah melalui situasi tertentu bapak saya berhasil mendiplomasi kami untuk mendaftar pada hari Jumat, sehari sebelum penutupan.

Orang sabar disayang disayang Tuhan, agaknya ungkapan itu yang dilupakan bapak saya ketika mendaftar. Itulah yang membuat cerita pada tahun ini merupakan cerita yang paling tegang sepanjang sejarah pendaftaran sekolah. Mas hampir saja mendekati jurang tidak diterima di sekolah negeri. Pada hari terakhir, benar saja, anak-anak SMP 5, SMP 2, dan SMP 7 baru bermunculan dengan nilai-nilai yang mirip nomor sepatu. Nilai 37.20 yang pada hari Jumat masih terhitung aman di SMA 2 dengan cepatnya tergeser oleh angka 37.60. Mas tentu saja terbuang ke SMA 1. Masalah terbuang itu sudah biasa dan kami juga ikhlas, nah yang jadi masalahnya adalah SMA 1 adalah sekolah yang juga menerima banyak buangan dari SMA 2, SMA 8, SMA 5, dan SMA 3. Sebenarnya kami cukup beruntung juga dengan memilih SMA 1 sebagai pilihan 2 bukan SMA 20. SMA 20 yang memiliki daya tampung lebih sedikit daripada SMA 1 menerima limpahan lebih banyak daripada SMA 1 yang membuat SMA 20 pada hari Sabtu pagi sudah berpassing grade 37.40 padahal saat itu SMA 1 masih berpassing grade 36.60. Tingginya passing grade SMA 20 pada Sabtu pagi itu memancing juga orang-orang yang belum mendaftarkan diri ke SMA 2, SMA 3, SMA 5, SMA 8 untuk beralih pilihan 2 dari SMA 20 ke SMA 1. Limpahan-limpahan yang terus datang ke SMA 1 seiring dengan naiknya jumlah pendaftar di SMA 3, SMA 5, SMA 2, dan SMA 8 terus membuat passing grade SMA 1 naik. Dalam waktu dua jam, angka 36.60 digantikan oleh 36.65 dan membuang sekitar 30 orang, hmmm rangking Mas di SMA 1 pun dengan cepatnya bergeser dari rangking 120-an menjadi 159. Dua jam kemudian, di saat SMA 20 berhenti pada angka 37.40, SMA 1 merangkak lagi ke angka 36.85. Mas bergeser ke posisi 192 dan 40 orang di bawah Mas hilang. Pergerakan data tiba-tiba berhenti pada hari Sabtu pukul 16.00. Nama Mas tiba-tiba hilang dari kolom Hasil Seleksi di SMA 1 padahal nilai Mas masih mencukupi di SMA 1. Awalnya saya tidak menyadari itu, malahan saya menenangkan seorang ibu yang panik karena nama anaknya tidak muncul.

Ibu A : “Anak saya kok namanya nggak ada ya di SMA 1 padahal nilainya 37.15.”

Saya : “Mungkin data anak Ibu masih belum tertampilkan karena masalah jaringan, Bu.”

Ibu A : “Tapi nggak hilang kan ya? Nilai anak saya masih mencukupi, di data pendaftar juga masih ada namanya, cuma di hasil seleksi aja yang hilang.”

Saya : “Iya, Bu, mungkin masalah jaringan. Datanya memang agak macet. Adik saya tadi masih ad….eh coba aku lihat (sambil menggerakkan kursor)-(mencari nama)-(NGGAK ADA!)… wah, nama adik saya juga nggak ada, Bu, padahal tadi siang ada bangettttttt!!!!”

Ibu A : (gentian menenangkan) Datanya masih macet mungkin, Neng (eh, menenangkan atau menyindir ya?haha)

Saya : Oh iya, kayaknya iya deh, Bu. Tapi kalau di data pendaftar masih ada dan nilainya masih mencukupi, mungkin memang karena kecepatan datanya bermasalah (tengsin udah menenangkan kok malah ditenangkan balik).

Hilangnya nama Mas tetap menjadi misteri hingga malam. Hati saya nggak tenang. Sangat tidak tenang. Terlebih lagi, kolom jalan pintas yang bisa dilakukan melalui pemasukan nomor pendaftaran dan nomor UN pun tidak bisa diakses. Bayangkan, data terus menanjak naik hingga ke angka 37.00, menghilangkan beberapa puluh orang, dan nama adik kamu nggak muncul di situ. Beragam pikiran buruk muncul. Data hilang? Ah, tapi nggak mungkin karena namanya masih ada di daftar mentah. Nggak lolos seleksi ? Ah, tapi passing grade terendah masih 37.00 sedangkan nilai Mas 37.20. Atau jangan-jangan kecepatan data yang nggak maksimal sehingga sebenarnya passing grade SMA 1 sebenarnya sudah mencapai 37.30 sehingga nama Mas sudah terseleksi duluan? Nah, ini yang bikin ngeri. Apalagi, setahu dan seingat saya, SMA 1 cukup diminati setelah SMA 20 makin tak teraih. Jangan-jangan adik saya sudah terseleksi! Saya benar-benar ingin memastikan berapa jumlah pendaftar cluster 1 yang juga memilih SMA 1 sebagai pilihan 2. Saya benar-benar ingin tahu berapa nilai yang terbuang di cluster 1 ke SMA 1. Saya benar-benar ingin menjadi saksi hidup pergerakan nilai. Masalahnya satu, data lengkap mengenai pendaftar dan hasil seleksi tidak bisa diakses melalui ponsel! Ponsel hanya bisa mengakses jalan pintas melalui pemasukan nomor pendaftar dan UN. Namun namun namun sedari asar hingga malam, akses selalu ditolak. Di rumah pun tidak ada internet! Saya benar-benar stress tapi saya nggak bisa berbuat apa-apa untuk sekedar menenangkan diri saya bahwa hilangnya data Mas nggak ada kaitannya dengan naiknya passing grade.

Waktu berjalan begitu lama. Menurut kabar dari Oji Mahroji, pria yang paling dicari wartawan dalam masa UN dan penerimaan siswa baru di kota Bandung, yang dimuat dalam berita di Tribun yang dikutip oleh twit @infobdg, proses entry data akan berakhir pada pukul 00.00, ah saya begitu menantikan proses itu. Pada pukul 00.00 saya coba lagi mengakses jalan pintas, namun masih ditolak. Ah, saya benar-benar stresss! Tiba-tiba teman saya, Deasy Walda muncul di twitter. Ah, ya, saya tahu saya harus menghubungi siapa pada pukul 00.00 untuk meminta tolong. Saya lalu menelepon Deasy. Selama dua jam, saya meminta Deasy membuka banyak tab, menganalisis data dengan metode sederhana yang abstrak,

Saya : “Hmmm, liat yang di daftar SMA 2, Wa, ada berapa tuh pendaftarnya? Bnayak nggak yang milih SMA 1 di pilihan keduanya?”

Deasy Walda : “Hmmmm, lumayan nih. Coba ya aku cek nama dia yang nggak keterima SMA 2 udah masuk belum ke SMA 1”

Saya : “Oh iya, Wa, benar…ada nggak tuh?”

Deasy : “Ada nih, dia nilainya 37.30”

Saya : “Ah, Wa, di tab yang daftar tadi itu ada yang namanya Muhamad Iqbal nggak? Nomor pendaftarnya 484, Wa..”

Deasy : “Hmmmm, ada ada.”

Saya : “Nah, dia di hasil seleksi yang SMA 1 di urutan nilai 37.15 ada ngga, Wa? Oia, dia anak SMP 2”

Deasy : “Hmmm, sebentaaarrrr…hmmmm, wah, nggak ada..”

Saya : “Wah, yang data sampai 37.30 udah ada ya, tapi yang 37.20 sama 37.15 belum ada. Kayaknya masih loading kali ya, Wa? Eh, nilai 37.20 ada di urutan berapa? Sekarang paling rendahnya berapa Wa?”

Deasy : “37.20 itu ada di urutan 220 sampai 240, hmm paling rendah masih 37.00”

Saya : “Oh, okeeeyyy, semoga adikku masih aman dan namanya nggak bener-bener hilang.”

Pokoknya selama dua jam pembicaraan kita nggak jauh dari itu walaupun sempat nyerempet juga curhat masalah hati. Hahahahaha. Setelah berbicara dengan Deasy, saya sudah agak lega, tapi masih penasaran karena nggak melihat data-data tersebut secara langsung. Selepas menelepon Deasy pada pukul 02.00, saya baru tidur pukul 03.00, itu juga karena ketiduran dan pada pukul 05,30 saya bangun lagi. Termenung. Bingung. Mencoba mengakses data lagi dari ponsel, masih selalu ditolak. Situasi makin tegang ketika bapak saya menanyakan posisi rangking Mas. Bapak saya itu campuran antara pengen tahu, panik, gaptek, dan nggak paham sama analisis saya. Ujungnya, pembicaraan makin tegang dengan kesimpulan bapak saya bahwa Mas nggak bakal diterima dimana-mana. Mas stress. Sempat nangis juga karena takut. Bukan takut nggak diterima di SMA 1, tetapi takut sama bapak saya. Nah, ini momen yang mengharukan nih. Biasanya mana mau Mas mengakui kelemahan diri di hadapan saya, tapi kali ini Mas mencari saya yang lagi di kamar, memeluk saya, dan menangis di bahu dan paha saya. Heheehehehehehe. Akan saya manfaatkan keadaan itu pada masa yang akan datang. Lumayan kan ada yang bisa nyapuin kamar saya dan membuatkan saya telor ceplok. Hahaha. Nggak, ding. Saya yang menyodorkan diri untuk dipeluk dan menyilakan Mas untuk menangis daripada ditahan-tahan bikin bisul di kelopak mata. Melihat Mas yang semakin stress dan saya juga nggak tahan untuk nggak melakukan apa-apa untuk menyelesaikan stress saya, saya pun ke warnet. Ini hal yang membuat saya merasa sangat jenius sekali.

Membuka website terkutuk yang kecepatan loading datanya macam kecepatan keledai disuruh jalan di bulan, hal-hal yang saya lakukan adalah…

1. Mengecek jumlah pendaftar SMA di cluster satu dan mencari peyakinan bahwa itu adalah jumlah data yang sudah dientry semua. Caranya ? Ambil satu sample yang menunjukkan bahwa data yang tertampilkan di website penerimaan siswa baru itu adalah jumlah data terakhir. Saya menggunakan dua sample. Sample pertama adalah SMA 1, seingat saya petugasnya kemarin bilang bahwa jumlah pendaftar adalah 592 orang, ketika saya cek di website, sudah ada 593 orang, oke, berarti data yang ditampilkan di website sudah final, nggak ada data yang belum dimasukkan. Sample kedua adalah SMA 8. Kebetulan SMA 8 memuat rekapitulasi data pendaftar di situs sekolahnya sendiri. Di situsnya ia menulis jumlah pendaftar adalah 637 orang. Saat saya melihat jumlah data di website ppdbkotabandung, data yang tercatat adalah 637 orang. Oke, dengan demikian saya menganggap bahwa jumah data pendaftar pada ppdbkotabandung valid.

2. Melihat passing grade terakhir di cluster 1.

3. Menyalin data pendaftar di SMA-SMA cluster 1 ke Microsoft Excel, mengurutkannya sesuai ranking passing grade, memisahkan data yang nilainya memenuhi passing grade dan tidak memenuhi passing grade.

4. Mengumpulkan data-data dengan nilai tidak memenuhi passing grade lalu mengurutkannya berdasar pilihan kedua, memisahkan data yang berpilihan 2 SMA 1 dengan SMA-SMA lain.

5. Menyalin data pendaftar SMA 1 ke Excel, mengurutkan berdasar nilai terbesar ke terendah.

6. Menggabungkan data pendaftar SMA 1 pada poin 5 dengan data pilihan 2 SMA 1 pada poin 4, mengurutkannya berdasar nilai terbesar-terendah.

7. Memotong data hingga pada batas daya tampung SMA 1, yakni 315 orang, melihat nilai pada posisi 315.

8. Gotcha! Saya dapat ‘passing grade’ SMA 1! Dengan data-data tersebut, passing grade yang saya dapatkan adalah 37.05! Hore, nilai adik saya yang 37.20 masih ‘masuk daftar’ pada posisi antara 240 hingga 268!

Saya berangkat ke warnet pukul 09.00 pagi dan data tersebut selesai saya buat pada pukul 12.00. Saya nggak nyangka bakal tiga jam di warnet. Hahaha, Mungkin karena serius dan stress, saya nggak nyadar waktu. Saya lalu pulang ke rumah, menunjukkan ‘prediksi’ passing grade berdasar data yang saya dapat di website, suasana rumah pun menjadi agak tenang. Agak menyenangkan lagi ketika pada pukul 15.00 si jalan pintas bisa diakses. Adik saya disebutkan berada pada posisi 247. Yap, tepat berada pada rentang prediksi saya. Eh, tapi tunggu dulu, pada pukul 15.30 saya mengecek lagi, adik saya tiba-tiba berada pada posisi 251. Ada apa ini!!! Jangan-jangan ada penambahan data lagi yang belum dientry yang mengganggu keseimbangan passing grade!!! Ah! Saya lalu ke warnet lagi.

Di warnet untuk kedua kalinya ini, saya menganalisis data prediksi saya dengan data terbaru ppdbkotabandung. Ada beberapa perbedaan, terutama menyangkut kebijakan jumlah siswa-siwa yang memiliki batas nilai terbawah. Misalnya, karena daya tampung SMA 2 adalah 306 orang, maka seharusnya nilai berhenti pada penempat urutan 306 dan mulai dari rangking 307 mereka dibuang. Nah, masalahnya, nilai 37.60 ini tidak berhenti pada urutan 306, tapi sampai misalnya urutan 312. Pada data prediksi yang saya buat, rangking 307 dan seterusnya, meskipun memiliki nilai yang sama dengan urutan 306, langsung saya limpahkan ke pilihan 2, namun ternyata yang saya lakukan berbeda dari yang digariskan sekolah. Beberapa SMA cluster 1 masih menarik nilai-nilai yang sama meskipun melebihi kuota ke dalam daftar siswanya. Masalahnya, nggak semua sekolah melakukan hal yang sama. Tarik menarik siswa pun masih terjadi sehingga membuat rangking tidak stabil. Hmmm, tapi karena adik saya masih berada pada range yang saya prediksikan, saya masih bertoleransi. Saya hanya membuat beberapa skenario perubahan passing grade, perubahan data siswa yang ditarik dan dilimpahkan, dan membuat batas aman dinamika perubahan tersebut hingga 20 sampai 30 orang. Lebih dari 30 orang yang dilimpahkan ke SMA 1, maka habislah riwayat adik saya.

Pukul 19.45, ayah saya mengakses lagi jalan pintas, ternyata rangking adik saya turun lagi menjadi 265. Saya luar biasa kaget. Saya ke warnet lagi, mencari penyebab turunnya rangking adik saya hingga sepuluh poin. Di jalan, ayah saya mengirim sms lagi, data terakhir menyebutkan rangking adik saya turun menjadi 267. Saya bingung. Ketika saya sampai di warnet, saya cek lagi, tiba-tiba adik saya berada pada posisi 243. Dalam waktu lima belas menit terdapat tiga perubahan! Saya udah nggak bisa mikir lagi. Ketika saya mengecek data pendaftar, tiba-tiba saya dikagetkan oleh penambahan data pendaftar di SMA 2. Sore hari ketika saya ke warnet, jumlah pendaftar ke SMA 2 adalah 640 orang, nah malam ini tiba-tiba menjadi 641 orang. Saya cemas jangan-jangan SMA 2 masih memiliki data-data lain yang belum dientry yang nanti akan membludakkan passing grade-nya dan membuang lebih banyak orang ke SMA 1, terutama lagi karena pemilik nilai 37.65 yang saat itu menjadi underdog mayoritas memilih SMA 1 sebagai pilihan kedua. Beberapa skenario terburuk melintas di kepala saya. Lebih kaget lagi ketika saya melihat data seleksi SMA 2 yang lagi-lagi berubah, tidak seperti SMA cluster 1 lain yang sudah fix. SMA 2 pada malam itu tiba-tiba memisahkan nilai-nilai pendaftar dari luar kota dari pendaftar dalam kota ke dalam rangking tersendiri. Dengan adanya pemenuhan janji (baca : undang-undang) penetapan kuota 30 orang untuk pendaftar luar kota, SMA 2 membuang sejumlah pendaftar dalam kota yang tadi sore lolos seleksi di SMA 2. Passing grade SMA 2 tiba-tiba melonjak ke angka 37.70. Hal yang saya khawatirkan sebelumnya terjadi, sejumlah siswa dengan 37.65 dilimpahkan ke SMA 1. Hal yang membuat saya lebih kesal adalah nilai 18 siswa luar kota tersebut tidak memenuhi passing grade SMA 2. Nilai ke-18 anak itu bervariasi dari 36.95 hingga 37.60. Bagi saya itu nggak adil, 18 kursi dengan nilai 37.65 dibuang hanya demi pemenuhan kuota luar kota yang nilainya tidak lebih tinggi dari nilai dalam kota. Ah, saya kesal. Saya juga tegang karena saya memiliki kekhawatiran bahwa SMA 2 masih mungkin memiliki data pendaftar yang belum dientry. Saya akhirnya pulang karena sudah tidak tahu harus bagaimana lagi.

Sesampainya saya di rumah, nggak ada kesimpulan yang bisa saya buat. Saya benar-benar menyerahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh pada kekuasaan Allah. Saya tahu Mas butuh peyakinan bahwa dia masih punya kesmepatan diterima, tapi saya benar-benar nggak bisa memberikan kesimpulan apa-apa. Saya akhirnya hanya menonton tivi dengan ketegangan yang nggak bisa saya definisikan. Beberapa kali saya sempatkan mengecek posisi Mas melaui jalan pintas. Data tidak berubah. Mas masih berada pada posisi 243 padahal saya sudah bersiap-siap menghadapi kalau-kalau Mas tiba-tiba turun pada posisi 290-an. Sampai pukul 01.00 saya mencoba menenangkan diri bahwa itu adalah keputusan final. Hmmm. Saya lalu bersiap tidur. Pukul 01.54 sebelum tidur, saya mengecek lagi, tiba-tiba apa? Jalan pintas kembali tidak bisa diakses! Tegang lagi. Jangan-jangan ada perubahan data. Jangan-jangan SMA 2 benar-benar memiliki data yang baru bisa diupload. Jangan-jangan rangking berubah lagi. Arrrgh. Saya akhirnya baru bisa ketiduran pukul 03.00.

Pukul 07.00 saya bangun. Mengecek lagi, masih ditolak. Pukul 08.00, masih ditolak. Pukul 09.00 masih ditolak. Saya lalu memutuskan untuk mandi saja. Ketika bertemu Mas dan Aba, mereka menanyakan mengenai akses yang masih terus ditolak. Hmmm, karena saya belum mandi, saya nggak bisa ke warnet. Saya minta Mas saja yang ke warnet melihat passing grade SMA 1 berapa dan jumlah pendaftar di SMA 2 berapa orang. Dua puluh menit kemudian ketika saya masih di kamar mandi, Mas pulang membawa kabar gembira yang saya sadap dari kamar mandi. Katanya, data pendaftar dan hasil seleksi sudah ditutup, sekarang digantikan oleh PASSING GRADE FINAL 4 JULI 2011 PUKUL 00.00. Hasilnya? SMA 1 berpassing grade 37.05.

Alhamdulillah, Mas masuk. Saya tersenyum dari balik pintu kamar mandi. Drama menegangkan sudah tamat. Alhamdulillah Mas nggak harus sekolah di swasta. Alhamdulillah Aba nggak jadi marah-marah. Alhamdulillah saya melihat Mas cerah lagi. J

Ark. Jul’11.