jika peluru saja bergerak dalam kurva bergrafik
mengapa seakan aku terjebak dalam stagnasi yang terus di puncak tanpa merosot?
tangisan lirih masih kudengar terhempas dalam bilik sukma terdalam meski ia tanpa isak
gelisah masih kutemukan dalam jejak langkah hari yang menistakan otak
maki masih sempat kutangkap dalam getar ketakutan di lorong kereta yang enggan merangkak
semua masih kutemukan bersahutan dan menjerangku dalam gurauan canda yang berujung sesak
aku mencari dimana damai dan kasih bisa menyeretku dalam lubang hitam keceriaan
aku mencari penyedot debu yang mampu menggusur manusia hina yang anggun itu ke neraka tanpa asa surga
aku bahkan mengharap mereka merasakan kulit mereka disundul duri mawar dan membuat mereka merasakan arti perih yang sesungguhnya dengan dahsyat
aku terlalu muak dengan mereka yang membuatku mempertanhyakan tuhan dan surga
aku terlalu haus akan stetes darah yang mereka isap dari igaku dan tulang kering ibuku yang mereka jadikan saus dalam seafodd mereka
aku ingin merogoh ruh mereka dan menjembabkannya dalam terali penuh kotoran babi dan tapir
mereka lebih hina dari tikus
dan merekalah yang membuat kamarku di neraka nanti makin sempit
siapa sebenarnya yang mereka sembah?
ayat apa yang mereka baca dalam sujud dan ceramah busuk mereka?
makhluk apa yang mereka lamar untuk menjadi keluarga mereka hingga mereka tak sungkan menyumpal selongsong raung lapar dari adikku untuk mendengar gemerincing kepuasan mereka di hadapan keluarga mereka?
aku hanya ingin ada tempat yang lebih menyakitkan dari neraka
yang membuat mereka sadar bahwa tuhan bukanlah wanita lemah yang bisa mereka peralat dan peras
agar mereka tahu betapa panas menahan amarah yang ingin kusemburkan tiap kali mereka menggerayangiku lewat tawa ejekan yang menginjak bapakku bagai puntung rokok
aku ingin melihat mereka merasakan tuhan begitu nyata menguasai mereka, menyiksa mereka, dan mempermainkan mereka
aku ingin mendengar tawa mereka yang menjadi bangkai yang begitu mereka ratapi
aku ingin mencium aroma sayatan azab tuhan menggelantungi daging mereka yang sudah ditumbuhi bilatung
aku ingin mereka tahu bahwa yang mereka laku bukanlah tanpa akibat
aku ingin mereka terjebak dalam gerak peluru torpedo yang berjalan tanpa radar
terus berjalan
tanpa kendali kepastian untuk berhenti
selamanya
tanpa limit
dan mereka takkan merasakan mulut mereka mengucap zikir
karena tuhan jijik dengan ratapan palsu mereka yang sudah membuat ibuku meratap tanpa isak dan bapakku terdiam dalam kematian jiwa
PS : saya lupa saya bikin tulisan ini kapan. sepertinya pada tahun 2007 atau 2008. serem ya puisinya? penuh debdam dan kebencian. haha. tenang, ini hanya fiktif belaka.
Post a Comment