Kyaaa Kyaaaa Men Award 2012


Setahun sudah, Teman-teman. Ya, setahun sudah sejak "Kyaaa Kyaaa Men Award" diluncurkan dan mendapat tempat khusus di hati para wanita dan sebagian pria. Merespon antusiasme khalayak terhadap penghargaan tahun lalu, maka inilah para nominee "Kyaaa Kyaaa Men Award" tahun ini yang lolos seleksi penilaian pribadi saya melalui layar kaca laptop dan tentu saja, hati. Patut diingat, sistem penyeleksian tahun ini berbeda dari tahun lalu. Sama seperti penyeleksian negara anggota sementara Dewan Keamanan PBB, penyeleksian dilakukan berdasarkan region-based, errrr specifically, race-based. Namun demikian, bukan berarti penilaian tahun ini akan bernuansa bias dengan superioritas terhadap ras tertentu. Penilaian tetap dilakukan secara subyektif dengan memerhatikan indikator-indikator positivistik yang sesuai dengan kesepakatan publik.



Bennedict Cumberbatch

Heh! Dont you even dare not to love me!
*caption ini norak, yes i know*
Andai saja saya mengenal Cumberbatch sejak saya belajar renang pertama kali waktu kelas 1 SMP, khususnya ketika dalam pelajaran menyelam dan menahan nafas, oh pasti saya mendapat nilai paling tinggi pada skala nasional. Aduh, Bendie *panggilan kesayangan*, kenapa sih kamu selalu bisa membuat aku menahan nafas. Pasti ada sesuatu yang kamu sembunyikan, deh, di balik peranmu sebagai Sherlock Holmes versi modern. Mungkin dari senyum inosenmu yang mengundang keinginan untuk sedikit ikut mencicipi kebahagiaan yang kamu rasakan. Mungkin dari jenis kain pada kemeja pas badan yang tampak sangat mahal dan aku percaya itu emang mahal, sih. Mungkin dari rambut ikal yang selalu lembut digoyang angin dan mengundang untuk dirapikan oleh jari terdekat. Atau dari takdir yang telah mempertemukan kita dalam ruang dan waktu yang terlampau mahal untuk kita taklukan?

Aduh, Bendie ini emang nggak kepayanglah pesonanya. Aku takluk.



Shinichi Kudo

Bahkan Shinichi lagi bingung juga tetap menggemaskan
Oke, Shinichi Kudo memang tokoh fiktif. Tapi, tapi, tapi, tapi, saya nggak bisa menolak pesona yang disampaikannya melalui tubuh tinggi, otak cerdas, mata tajam, dan ini yang penting, rasa cinta yang besar sama Ran. Ah, iya, dan kalian juga harus tahu bahwa di episode 617-622 akhirnya Shinichi mengungkapkan perasaannya ke Ran. Gila, udah berapa tahun sejak Shinichi diperkenalkan Aoyama Gosho coba itu akhirnya ada pengakuan perasaan. Eh tapi, sebenarnya nggak ngaruh juga, sih apakah Shinichi akhirnya ngomong sama Ran atau engga, toh juga selama berbelas tahun ini kita tahu betapa care-nya Shinichi sama Ran tidak peduli dalam bentuk apa ia saat itu, Shinichikah atau Conankah.

Mmmm, alasan lain memasukkan Shinichi dalam list nominee Kyaaa Kyaaa Men Award ini adalah Shinichi selalu berhasil mengajak saya menelusuri ruang-ruang masa remaja saya. Pokoknya Shinichi ini adalah kado dari masa lalu yang terus terbawa sampai masa kini dan yes, dengan bodohnya saya harap bisa saya bawa terus hingga masa depan. Meaning? Ya artinya saya nggak pengen serial Detective Conan itu ditamatkan. Ya kalau bisa sih biar nggak bosan, ya ada perputaran peran yang intensif antara Conan dengan Shinichi. Ah, gitulah, pokoknya saya nggak bisa membayangkan apa jadinya hidup saya kalau Shinichi ditamatkan sama Aoyama Gosho.



Matt Czuchry

Tuntut aku dengan cintamu, Matt
Tak ada Matt Damon, Matt Czuchry pun jadi. Akrab dengan serial The Good Wife? Kalau belum, segeralah menonton serial tersebut dan temukan Matt Czuchry di sana dalam perannya sebagai Cary Agos, si pengacara imut. Errrr, tapi buat kalian yang lebih mencintai karakter protagonis ketimbang antagonis, jangan berharap bisa langsung jatuh cinta sama pria yang dalam kehidupan nyatanya seorang sarjana Ilmu Politik dan Sejarah with honors ini pada season 1 dan 2. Mulailah dari season 3 kemudian lanjut ke season 4 untuk merasakan bahwa di dunia mimpi sana, ada kok pria yang tampan, cerdas, gagah, baik, dan life-taking banget sedang menunggu (untuk terus digiuri *anjir di-GIUR-i).



Shemar Moore

"Oh, NO!"-pose
Shemar Moore adalah pria dark skin pertama yang saya sukai. Nggak bermaksud rasis, toh juga kulit saya gelap. Ya, selama ini saya hanya dibutakan oleh pria-pria dari ras Mongoloid semacam Toro dan terkadang Jerry Yan, dan tentu saja Lee Min Ho, dan oh iya Jang Geun Suk, dan pernah juga Vic Zhou, dan ya jelas Jimmy Lin, dong. Permasalahannya adalah selama ini hubungan saya dengan film dengan salah satu tokoh dark skin itu hanya berjalan secara profesional, antara penonton dengan pemain. Saya nggak melibatkan penilaian pribadi di sana. Ah, tapi akhirnya dalam Criminal Minds mulai season 4 saya tahu bahwa di luar sana, ada semacam Shemar Moore yang akan membuat saya rugi bila saya melewatkannya. Lewat perannya sebagai Agen Derek Morgan yang manly, gentle, pemberani, dan gahul banget, saya tahu Shemar Moore adalah pria yang dikirimkan Tuhan untuk memberikan epifani dalam perspektif saya mengenai abang-abang superhero.



Rio Dewanto

Sumpeh, ini foto nemu di blog orang yang
(kayaknya sih) berjenis kelamin laki-laki
dan berorientasi ke laki-laki juga 
Kayaknya saya emang punya ketertarikan tersendiri dengan pria bermata sipit, deh. Rio Dewanto, gitu. Di antara sekian banyak pria pribumi semacam Dimas Anggoro, Dimas Seto, Dimas Djay, dan Dimas-dimas lain, kenapa saya harus memilih Rio Dewanto? Saya yakin soal Rio Dewanto ini bukan soal perut six pack, bisep dan trisep terawat, senyum dan terlampau manis, tapi tentang sudut mata yang selalu terpicing seolah menyimpan misteri mengenai definisi sedih, bahagia, hidup, dan derita.

Rio, tolong jangan pernah lepaskan picingan matamu padaku, Rio.





Mario Maurer

Ini beneran "Oh Please" pose banget iniiiii!!!
Kalau Cumberbatch mampu membuat saya menahan nafas, Mario Maurer si tampan di Crazy Little Thing Called Love ini sukses membuat saya gagal nggak mimisan. Pertama kali menjumpainya di ruang gelap dengan sumber cahaya hanya dari layar DVD, saya tahu saya nggak bisa menahan gejolak darah di hidung saya yang begitu dekat dengan mata. Saya mimisan sejak pandangan pertama. Astaga, Maurer, selamat, kamu masuk ke dalam klasifikasi super hottish cute boy (terjemah : adek kecil dgn paras unyu kepanas-panasan).

Untuk Maurer, saya sengaja nggak melakukan penelitian lebih mendalam. Bukan apa-apa, saya cuma takut kalau saya semakin banyak mengeluarkan darah dari hidung. Adek kecil ini saya yakini memang semakin digali akan semakin memesona, padahal saya terlanjur sesumbar pada lingkungan sekitar bahwa saya nggak bisa menjalin perasaan bagi orang yang lebih muda meskipun dia super hottish cute. Nggak bisa, nggak bisa, nggak bisa. Pokoknya saya harus tetap berkomitmen pada janji saya. Hmmm, not to mention bahwa Mario Maurer ini, sebagaimana abang-bang tampan Thailand lain, betapapun hottish cute-nya, status itu akan meredup seiring dengan semakin banyak dialog yang ia lakukan di setiap filmya.

Maurer, would you just love me in silence? *literally*



And The Award Goes To.......

SHEMAR MOORE!!!!

kenapa eh kenapa?

Nggak ada apa-apa, sih. Saya dari tadi galau aja mau milih pria yang mana yang sekiranya pas untuk mendapatkan gelar Kyaaa Kyaaa Men ini. Semua deskripsi saya tentang nominee tahun ini bisa dibilang sangat positif semua. Dengan berat hati, saya pun harus menghitung kancing-kancing baju yang berserakan di abang tailor terdekat. Setelah melakukan perhitungan seksama terhadap jumlah kancing baju dipangkatkan dua kemudian ditambah 5 > x > 9, dengan x adalah bilangan prima kemudian dikurang 7 log 7000, maka keputusan dewan juri mengenai gelar Sheemar Moore sebagai pemangku Kyaaa Kyaaa Men tidak dapat ditalak tiga.

Selamat, Sheemar. Good job, man!