Membanjirnya novel
remaja di pasaran tak ubahnya seperti fenomena telepon genggam atau sinetron.
Awalnya hanya satu dua saja setiap beberapa bulan, dan seiring dengan
berlalunya waktu , jumlah yang dilempar ke pasaran makin tak terkendali.
Sekarang hanya
tergantung pada kepintaran kita sebagai konsumen untuk memilih mana yang bagus
dan tidak mengecewakan. Kadang ada yang dari lay out cover-nya bagus,
atau judulnya menarik namun begitu kita menapaki lembar puluhan atau bahkan
belasan, tak jarang kita yang menelan ludah sambil mengernyitkan dahi.
Tak selamanya yang
banyak pilihan menunjukkan grafik meningkat. Ya, seperti novel-novel itulah,
semakin banyak jumlahnya di pasaran, semakin menurun kualitasnya.
Dulu novel remaja yang
ada di pasaran memang sedikit, namun dari segi cerita memang benar-benar
menarik, bermutu, mendidik, dan sarat pesan, sekalipun itu adalah novel ringan.
Dari segi si penulis, si
penulis itu memang sudah sangat berpengalaman malang melintang di dunia
tulis-menulis. Pendek kata, dari segi penulis dan apa yang ditulis sudah sangat
sangat bermutu.
Kini, coba perhatikan,
dari sekian banyak novel yang ada di pasaran, hanya sedikit bukan yang
ceritanya bermutu ? Bermutu dalam arti mendidik, sarat pesan, setting dan
plotnya terkesan tidak ‘memaksa’, serta fokus ke inti cerita.
Apabila diperhatikan
lagi, novel remaja kini menunjukkan suatu keseragaman tema. Keseragaman yang
membuat bosan konsumen. Parahnya lagi, keseragaman ini malah merusak generasi
muda kita. Aneh memang, generasi muda dirusak oleh generasi muda.
Percintaan di lingkungan
sekolah yang diikuti oleh persaingan mendapatkan cinta, tak lupa dibumbui oleh
harta kekayaan. Dari segi ending, kalau tidak berending sangat
tragis, pasti berending tentang kesempurnaan hidup. Akhir adalah awal
yang indah.
Persaingan mendapatkan
cinta terbagi dalam dua sisi. Dari sisi tokoh wanita pasti menggambarkan
kelicikan, kesewenangan, obsesi terlalu berlebihan, kemunafikan, adu mulut, tak
lupa aksi balas dendam yang terkesan sadis.
Dari sisi tokoh pria,
persaingan digambarkan dengan adu fisik, balapan motor, atau tawuran antar
geng.
Dan lucunya, tokoh
utamanya adalah remaja usia SMP-SMA.
Secara pribadi, saya
heran dan tidak bisa menerima isi novel itu. Aneh, takjub. Selama ini, saya
tinggal di lingkungan yang biasa saja, bukan lingkungan luar biasa seperti yang
diceritakan novel-novel itu. Makanya saya juga agak bergidik ngeri, apakah
separah inikah dunia di luar dunia saya ini ?
Akhirnya saya akhirnya
tidak bisa memutuskan, apakah novel itu terinspirasi berdasar kehidupan nyata atau cerita novel itu yang
menginspirasikan kehidupan nyata remaja dewasa ini.
Saya sangat menghargai
kebebasan berkarya dan menuangkan buah pikiran dalam tulisan. Mengarang adalah
mengarang dengan segala kebebasan, imajinasi kitalah yang bermain. Dalam
mengarang, kitalah yang menjadi raja, bebas menentukan takdir para tokoh. Namun
yang saya sayangkan, mengapa khayalan para penulis muda kita ini sangat tinggi
dan tanpa sadar dapat mempengaruhi kehidupan nyata serta mengarahkannya ke arah
yang kurang baik, degradasi moral lah.
Apa yang menjadi pesan
dalam tiap karya mereka, tak bisa saya temukan. Yang saya temukan hanyalah
teriakan mereka agar orang dewasa tahu keinginan mereka, mengakui keberadaan
mereka. Seolah-olah merea ingin menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh orang
dewasa dapat juga mereka lakukan.
Para penulis muda kita
ini seperti kehilangan identitasnya sebagai seorang pelajar. Pacaran, rebutan
pacar, pembalasan dendam, bolos sekolah, pembangkangan terhadap orang tua,
itulah yang selalu mereka tuangkan dalam tulisannya, apakah itu sikap seorang
pelajar?
Sejauh ini saya belum
menemukan novel remaja yang temanya di luar keseragaman, yang temanya mampu
menggugah para remaja untuk berubah ke arah yang lebih baik. Kemana kreativitas
mereka ?
Satu novel laris di
pasaran, diangkat menjadi film atau sinetron, langsung berbondong-bondong novel
dengan tema sama, alur sedikit berbeda masuk ke pasaran. Berharap mendapat hoki
yang sama.
Inilah yang menyebabkan
kreativitas remaja kita terkungkung, keinginan mendapat hoki, keinginan
menyabet pasaran. Sekalipun itu merusak moral.
Ingat, penulis juga
sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan moral. Tulisan
para penulis bisa menjadi doktrin bagi para pembacanya. Ingat tidak ketika
kalian masih duduk di bangku TK, kalau ada cerita, misalnya kelinci dijauhi
teman-temannya karena ia pelit, maka kalian spontan berkata, “Aku nggak mau
pelit ah, aku kan nggak mau dimusuhin sama teman-teman..”. Nah, itu adalah
salah satu contoh bahwa tulisan penulis bisa menjadi doktrin bagi para
pembacanya, kan ?
Tak hanya sebatas pada
fabel atau cerita-cerita yang sampai pada kalian di usia belia kalian yang
mampu menjadi doktrin. Tulisan kalian sekarang, tentang dunia kalian juga
sangat sangat bisa menjadi doktrin bagi teman-teman kalian. Bisa jadi banyak
remaja yang sedih karena tak punya pacar adalah akibat dari doktrin yang mereka
dapatkan bahwa punya pacar pasti menyenangkan. Banyak remaja yang menyesal
hidupnya tak berkecukupan juga mungkin karena doktrin bahwa pasti indah bila
jadi anak pemilik imperium besar.
Kesimpulan yang saya
dapatkan dari pengamatan saya selama ini adalah penulis muda kita ini dalam
menulis karyanya selain karena mimpi-mimpi dan teriakan-teriakannya juga sangat
terpengaruh oleh kungkungan pasar. Keinginan menyabet pasar itulah. Penerbit
juga ikut ambil bagian tentunya, target mereka dalam pendapatan laba secara
jelas membuat para penulis menulis sesuai apa yang jadi tuntutan pasar.
Apabila dari segi cerita
memang menarik, bermutu, masuk akal, serta mempunyai pesan, banjir novel remaja
tak jadi masalah. Namun, sayangnya semua yang seharusnya ada dalam novel remaja
itu tak ada, kalaupun ada pun, itu hanya sedikit porsinya. Itu masalahnya.
Yang bisa saya sarankan
bagi para penulis novel remaja, dengan segala kemudahan fasilitas, teruslah
kalian belajar membuat karya yang lebih baik. Jangan hanya berkutat di satu
tema yang menjadi seragam kalian kini. Cobalah membuat sesuatu yang menggebrak
pasar. Sesuai permintaan pasar namun bermutu dan berbeda. Lihat peluang pasar.
Masih banyak tema yang belum tersentuh oleh kalian. Masih banyak alur yang bisa
kalian ciptakan di luar alur yang biasa kalian ciptakan kini.
Tingkatkan kemampuan
kalian dalam menulis, jangan rusak bangsa kalian dengan mimpi kalian yang
terkesan aneh, dengan teriakan ingin diakui ada oleh orang dewasa, dengan
keinginan ingin menyabet pasar, dengan gengsi kalian terhadap teman dengan
terpampangnya nama kalian di cover novel.
Kalian adalah generasi
muda, sama seperti para pembaca karya kalian. Kalian punya kesempatan besar
untuk memperbaiki moral generasi muda, moral teman-teman kalian. Gunakanlah
bakat yang diberi Tuhan untuk kalian untuk membangun.
Akhir kata dari saya,
buatlah karya yang bermutu lalu ubahlah dunia ke arah yang lebih baik dengan
tangan kalian!