Who's Picky?

Teman saya pernah bilang sesuatu sama saya,
"Ah, zaman sekarang mah nggak usah milih-milih pekerjaan apalagi atas dasar idealisme bidang kuliah. Ambil aja apa yang ada."

Saya seriusnya, sih nggak setuju. Hal itu yang membuat saya nggak pernah mau ikutan kegiatan promo bimbel tempat saya bekerja karena saya dari kecil memang nggak pernah simpatik sama promotor bimbel yang mempromosikan bimbel ke sekolah-sekolah. Saya sombong? Mungkin. But, I dont wanna be a someone whom I hate. I am picky, mungkin yes secara sepintas. Saya cuma mau bekerja sebagai pengajar karena saya suka mengajar dan saya tahu saya cukup teguh untuk melaksanakan The Dont's saya yakni ikutan promo. 

Namun demikian, saya juga sadar, sih kalau mungkin di suatu hari nanti saya mungkin harus mengompromikan ketidaksukaan saya atas suatu bidang. Mungkin di waktu yang saya nggak tahu, saya harus menjalani profesi yang sama sekali tidak saya bayangkan. Hmmmm, saya jadi berpikir bahwa iya juga kali ya, sesungguhnya di dunia ini ada dua jenis pekerjaan, yakni pekerjaan yang sesuai idealisme kita dan pekerjaan yang kita kerjakan hanya karena kita harus bertahan hidup, entah hanya untuk bertahan hidup literally atau untuk menggapai impian kita di pekerjaan yang utama kita inginkan.

Tapiiii....Saya tetap merasa bahwa kalau kita sedang berada dalam tahapan bekerja di tempat yang tidak kita sukai hanya demi menggapai pekerjaan yang kita sukai itu seperti sedang menikahi duda yang sudah tua banget demi kekayaan terus waktu dia sudah mati, kita pun kembali ke pelukan Dude Herlino yang sudah kita cintai dan janjikan keseriusan begitu mendapat uang. Itu jahat, sih, kata saya. Jahat ke si duda dan si Dude. Pengorbanan kita untuk menikahi duda kemudian kembali ke Dude itu sama-sama merendahkan derajat duda dan Dude sekaligus juga membuat kita rendah di mata duda dan Dude. Kita menggampangkan keduanya. Kita mengambil jalan pintas untuk 'kebahagiaan' kita. Kita seolah-olah berjuang demi 'kebahagiaan sejati' tapi sebenarnya kita maunya mengambil jalan yang mudah saja. Justru kita picky ketika kita berada dalam jalan itu.

Tapi ya memang sih yang namanya hidup, susah juga selalu berjalan di jalan yang kita harapkan. Mungkin waktu kecil kita pengen jadi astronot sampai waktu SMA kita berhasil jadi juara Olimpiade Astronomi Internasional, tapi waktu SPMB kita malah masuk ke jurusan Administrasi Niaga. But, hey, ketika kita nggak jadi astronot, malah belajar Administrasi Niaga, nggak bijak juga kalau kita sampai marah karena nyatanya, kita masuk ke Administrasi Niaga bukan karena mukjizat Tuhan, tapi karena kita memilih jurusan itu di lembar pendaftaran SPMB kita. Samalah kayak pekerjaan. Dengan asumsi bahwa kita masuk ke suatu pekerjaan karena kita melamar bekerja di sana, kenapa harus marah dengan mengatakan bahwa pekerjaan yang kita jalani itu adalah pekerjaan yang sebenarnya nggak ingin kita jalani? Bukankah kita sendiri yang menulis surat lamaran kerjanya? Bukankah kita juga yang tetap datang waktu dipanggil untuk mengikuti segala macam tes? Kalau memang nggak mau, ya jangan dijalanilah. Saya pikir nggak lucu juga kalau kita masih ngeles bahwa keikutsertaan kita pada penulisan lamaran dan tes-tesnya itu hanya untuk menambah pengalaman, iseng, dan nggak nyangka aja bakal keterima. Don't make it as a guilty pleasurelah. Kita kan sudah besar dan seharusnya tahu mana yang enak dinikmati dan mana yang harus dihindari.

Seburuk-buruknya keadaan, saya lebih suka menggunakan istilah pekerjaan pilihan pertama dan pekerjaan pilihan kedua. Maksudnya? Ingat, kan waktu kita daftar SMP atau SMA? Misalnya, kita punya nilai 37, nah kita pasti mencari sekolah yang nilainya aman untuk kita masuki, misalnya 35 atau 36. Agak bebal juga kalau kita masih maksa masuk ke sekolah yang nilainya 41. Masalah kalau kita nyari dulu yang 36 kemudian di semester depan pindah ke sekolah ke yang nilainya 41 sih masalah lain, sekarang mah pikir dulu yang pasti bisa masuk dulu. Pesan moral pertama : Kita harus mengukur dulu kemampuan kita kalau kita mau memilih suatu pekerjaan. Nah, dalam memilih sekolah, kita juga dikasih dua atau tiga pilihan, kan? Yang artinya, meski kita yakin dengan kemampuan kita, kita masih punya peluang untuk gagal masuk sehingga kita harus memiliki cadangan. Sama juga kayak pekerjaan. Mungkin kita tahu kita punya kemampuan yang mumpuni di  dalam satu bidang pekerjaan yang kita inginkan, tapi kita juga harus punya pilihan kedua yang juga kita sukai kalau-kalau kita nggak bisa masuk di pilihan pertama. Ini penting supaya nggak ada lagi istilah-istilah "Gue nggak betah kerja di sini :(" atau "Gue maunya nggak kerja di sini." Pesan moral kedua sih ya berarti kita harus tahu kemampuan kita dan pilihan-pilihan lain yang kita sukai dan tentu saja mampu kita kerjakan. 

Coba deh kita berhenti jadi seorang pengeluh dan merendahkan diri kita sendiri. Yang semena-mena sama kita tuh sebenarnya bukan Tuhan, tapi kita sendiri.

4 comments

aku picky loh kalo milih pacar :(

Reply

percaya yi percaya
"Angguk angguk inget obrolan minggu lalu di rumahmu

Reply

ag*smu
hahhahhahahhahahha

Reply