Saya melihat potret perang pemikiran ektremis vs liberal yang kadang
bersinggungan dengan perang fisik ini sebagai sebuah kewajaran dan bisa jadi
merupakan perpanjangan sejarah.
Dari sisi Barat, perang ini adalah usahanya untuk mempertahankan
keberadaannya yang terancam dengan perkembangan Islam. Sementara itu dari sisi
ektremis Islam, perang ini adalah usaha-usaha untuk mempertahankan kesakralan
agama yang mereka percayai sebagai anak tangga bagi manusia untuk meraih
derajat yang lebih tinggi. Menariknya, perang ini dilakukan dengan cara yang
berbeda. Barat mengandalkan soft power sebagai alat pembentuk preferensi,
sedangkan ekstremis Islam yang selalu berupaya untuk blak-blakan dan menjauhkan
diri dari segala tindak manipulatif yang munafik mengandalkan kekuatan fisik
dan nafsu amarah untuk menertibkan masyarakat ke jalan surga. Di satu sisi,
Barat memang manipulatif bin munafik, tapi saya rasa hal tersebut wajar karena
tujuan yang ingin mereka capai adalah pembentukan preferensi umat Muslim
mengenai Barat agar tidak mengancam keberlangsungan hidup Barat. Di sini Barat
tidak hendak menjadikan Muslim sebagai bagiannya. Satu, Barat tetap merasa
dirinya lebih superior dibanding Muslim yang notabene didominasi oleh orang
Timur. Kedua, memelihara Muslim dalam orde-orde liberalisme sama seperti
mengasuh anak harimau. Masalahnya tidak hanya karena jumlah Muslim itu banyak,
tetapi memang nilai-nilai dalam liberalisme itu adalah nilai yang bila tidak
dibatasi akan menumbangkan kekuasaan Barat. Ketika Manji memuji Barat yang
menghargai perbedaan dan mau dikritik oleh Barat sendiri, itu hanya praktek di
permukaan yang diperlihatkan untuk menambah kemenarikan belaka. Barat juga
tetap mencari cara untuk melanggengkan kekuasaannya. Selain itu, respon emosi
dari ektremis Islam saya rasa juga wajar, mengingat mereka adalah pihak yang
paling pertama dilecehkan. Namun memang harus diingat bahwa karena yang
diinginkan Barat adalah keamanan dari rasa terancam, dengan sikap reaktif kaum
ektremis tersebut, kaum ektremis akan kehilangan reputasi. Kaum ektremis malah
akan menjadi terdemonisasi oleh sikapnya sendiri.
Saya pikir hal yang harus dikembangkan dari fenomena di atas adalah
pemahaman secara mendetail apa yang diinginkan oleh pihak yang dianggap lawan.
Barat cukup piawai dalam hal ini. Selain itu, perlu juga dikembangkan sikap
kritis dalam diri kita sehingga tidak terseret dalam pertarungan dua
kepentingan besar antara ektremis Islam dengan Barat. Yang paling patut
diwaspadai adalah Barat. Dengan kehalusan cara mereka untuk membentuk
preferensi kita, saya pikir kita harus mendalami apa kepentingan Barat atas
kita dalam setiap teks-teks yang mereka gulirkan. Saya rasa ketelitian,
kecerdasan, kecermatan, pikiran yang terbuka, dan hati yang lapang adalah kunci
bagi kita agar tidak terseret dalam dua arus utama ini.
Ark. Mei'12.