Iron Man

Hmmmm, film ini bikin saya tercengang. Satu, karena saking katanya rame, tiba-tiba pada suatu siang pacar saya ngajakin saya nonton film ini. Hore. Setelah berabad-abad nggak pernah nonton bareng, meski itu di Jatos. Kedua, karena film ini bukan sekedar film fiksi biasa yang terlalu khayal membuat super hero. Iron Man beneran membuat saya berpikir bahwa pada suatu hari nanti bukan nggak mungkin kalau dunia kita ini dihiasi oleh mesin-mesin ala Tony Stark dan perang dunia III tidak lagi membutuhkan warga militer untuk menjadi front line peperangan (tapi warga sipil bakal banyak yang jadi korban).

Film ini dibuka dengan beberapa pernyataan khas kaum realisme, salah satunya tentang prinsip balance of power. Dikisahkan bahwa Tony Stark, sang otak pabrik senjata percaya bahwa dengan semakin canggih senjata yang ia buat untuk negaranya, maka perdamaian akan lebih cepat terjadi dan pasukan militer negaranya akan semakin terlindungi dari serangan musuh. Menurutnya lagi (lebih tepatnya, menurut narrator soalnya yang cerita bagian yang selanjutnya ini adalah si narrator), perdamaian seperti yang dirumuskan dalam charter-charter itu nggak lebih dari omong kosong. Perdamaian adalah persenjataan yang kuat.

Prinsip tersebut sama sekali bukan prinsip dari pedagang senjata yang ingin senjatanya laku. Secara awam memang tampak demikian, namun sesungguhnya itu adalah pemikiran para kaum realis yang memang menitikberatkan pada power, dimana menurut mereka, kemenangan adalah 1-0, sama sekali bukan 1-1 atau 0-0 dengan berbagai syarat dan sharing kepentingan seperti yang dirumuskan oleh para kaum idealis. Dengan adanya cita-cita kemenangan 1-0 itulah maka timbul kesepakatan bahwa hal tersebut hanya bisa diraih dengan adanya persenjataan yang kuat. Semakin kuat persenjataan satu pihak maka akan bertambah takutlah lawannya. Adanya ketakutan inilah yang akan menghindarkan pecahnya perang sehingga pada akhirnya apabila dua belah pihak saling memperkuat persenjataannya maka perang tidak akan terjadi karena keduanya sama-sama takut menjadi pihak yang menanggung hasil 0. Itulah intisari Balance of Power yang dianut kaum realis yang ditampilkan di cerita fiksi ini sebagai pembuka.

Namun pada akhirnya prinsip yang dianut Stark ini mulai goyah pada saat ia ditawan teroris. Senjata yang selama ini ia bangga-banggakan dapat melindungi AS dari musuh dan memang ia tujukan untuk AS ternyata dimiliki juga oleh teroris yang menjadi lawan AS. Senjata yang ia agungkan untuk mempercepat perdamaian pun ternyata selama ini telah melukai banyak warga sipil dan memisahkan mereka dari anggota keluarga yang mereka cintai. Perdamaian yang dicita-citakan pemerintah dan warga sipil ternyata sangat bertentangan. Semua terlihat seperti bumerang bagi Stark hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk menghentikan bisnis senjatanya.

Mulai di bagian ini sang Iron Man pun tercipta. Dengan berbekal kecerdasannya mengolah segala sesuatu seperti Mac Gyver, di dalam tawanan teroris, Stark yang diminta untuk membuat senjata canggih bagi para teroris mulai menyusun material yang disediakan teroris menjadi pelindung tubuhnya dari serangan peluru. Dengan bumbu ketegangan yang disajikan kepada para penonton, akhirnya di saat-saat genting pelindung tubuh dari ujung rambut sampai lutut tersebut pun rampung diselesaikan Stark dan Yinsen, seorang ilmuwan yang juga ditawan oleh teroris. Di bagian ini kita mulai diperlihatkan bahwa suatu hari nanti, berbagai jenis power rangers, pasukan turbo, winspector, dan lain-lain bukan hanya sekedar cerita bagi anak-anak SD. Dengan prinsip-prinsip fisika yang logis, pelindung tubuh dari serangan peluru yang nampak di mata kita sebagai robot berisi manusia tersebut adalah hal yang mungkin.

Tapi ada hal yang khas Amerika yang ditampilkan di film tersebut, ehm...agak sedikit mengganggu. Pertama, tentang penggambaran image teroris. Lagi-lagi image Arab plus sorban dijadikan simbol bagi para teroris. Ada beberapa hal yang patut dicatat dari image tersebut, pada saat para teroris dalam dialognya mengungkapkan apa tujuan mereka ingin menyerang AS. Menurut dialog tersebut tujuan mereka melakukan serangan teror adalah untuk menguasai dunia. Hmmmm... tujuan tersebut di telinga saya terdengar sangat dangkal dan fiktif sekali. Menguasai dunia untuk apa? Kenapa? Apa latar belakangnya?

Selama ini kita sering mendengar bahwa tujuan teroris memang untuk mengusai dunia, namun masih ada kalimat ekornya, yakni menguasai dunia dan menyatukannya dalam panji Islam. Bukankah itu alasan yang menjustifikasi para teroris untuk mengatakan bahwa mereka syahid fisabillah ? Jika sang sutradara berdalih karena enggan menyelipkan unsur agama dalam film tersebut, namun, dalam pandangan saya, justru keengganan sutradara tersebut menimbulkan kejanggalan yang lain. Seolah-olah sang sutradara menggambarkan bahwa tujuan teroris menyerang AS sangat dangkal sekali dan sangat perlu diperangi karena sangat tidak terpuji.

Secara teoritis dan ini pun diungkapkan oleh para ilmuwan AS sendiri, sebenarnya tujuan umum teroris melakukan serangan teror adalah karena adanya penindasan terhadap ras mereka oleh suatu pemerintahan –khususnya pemerintahan di luar negara mereka- sehingga tujuan dari usaha yang mereka lakukan adalah untuk mengusir para ’penjajah’ dari tanah air mereka. Satu kesimpulan yang saya ambil adalah para teroris tersebut bertindak bukan tanpa alasan. Mereka memiliki latar belakang yang kuat untuk bangkit melakukan serangan. Mereka tidak akan menyerang apabila mereka tak disakiti terlebih dahulu. Alasan yang dikemukakan dalam film Iron Man, meski ia hanyalah sebuah film, sama sekali tidak menyentuh ranah ini. Seperti film kebanyakan lain, pesan yang ditampilkan oleh image teroris selalu mengarahkan masyarakat dunia untuk memusuhi kaum Arab (baca : teroris) secara absolut tanpa memberi celah untuk bercermin, siapa penyulut perang antara pemerintah dan teroris.

Hal lain yang agak mengganjal adalah kehiperbolaan penggunaan prinsip balance of power. Prinsip balance of power ini jauh lebih tepat apabila dikondisikan seperti pada saat masih ada bipolar Blok Barat dan Blok Timur atau yang kita kenal antara Amerika dan Rusia. Bandingkan dengan balance of power yang diperlihatkan oleh film ini. Amerika memang dikatakan berperang dengan negara di gurun pasir sana, namun mengapa musuh yang tampak hanyalah satu kelompok kecil teroris? Jangankan dengan satu kelompok teroris tersebut, bahkan dengan satu negara tersebut saja kekuatan AS sudah di atas segalanya. Dikisahkan juga para teroris tersebut memiliki senjata buatan Stark karena ada pengkhianatan dari orang dalam perusahaan Stark sendiri, namun masih saya melihatnya kurang logis karena dari mana para teroris tersebut mampu membeli senjata secanggih dan sebanyak itu? Sedangkan mereka hanyalah sekelompok, kecil, dan juga dimusuhi oleh warga sipil negaranya sendiri.

Masih ada hal yang lain yang tidak kalah mengganggu meski ia hanya detail ringan. Kembali lagi tentang image teroris. Teroris, yang digambarkan sebagai orang yang sukunya tidak jauh dari suku Arab (intinya sih karena muka dia kayak muka Arab tapi agak sangar –soalnya botak&matanya garang- dan pake sorban di lehernya), lagi-lagi digambarkan sebagai orang yang kalah cerdas dibanding AS. Tony Stark memang disebut sebagai orang tercerdas sejak kecil dengan beragam prestasi akademis sehingga wajar apabila ia tak terkalahkan dalam segala situasi, namun penggambaran image teroris tersebut sangat berlebihan. Mereka bisa ditipu Stark dengan mudah, mereka juga bisa diperdaya oleh pengkhianat Stark yang bekerja sama dengan mereka, dan mereka pun seolah tak mengerti apa-apa tentang persenjataan. Intinya, lagi-lagi AS lah pusat peradaban.

Saya tidak tahu apa saja kritik kefiksian Iron Man yang berasal dari dunia sains. Hmmm, bukan bidang saya yang jelas. Namun di atas semua kefiksian Iron Man, Iron Man masih dapat dibilang sebagai film yang masuk kategori Must See. Penggambaran yang sangat baik tampak dari berbagai angle yang diambil, dialog yang diucapkan, dan ide cerita yang tidak terlalu khayal seperti beberapa film superhero lainnya, meski para pembuat filmya bukan seorang ahli politik, ahli perang, dan ahli sains. Hmmm...mumpung film musim panas ini belum banyak diakhiri di bioskop, tonton aja film ini.

Ark.Mei’08