Balada Sepuluh Tahun Energy





Kalau ada yang bilang bahwa sekarang adalah masanya boyband, saya kurang setuju. Dari zaman saya TK juga boyband sudah ada, masalahnya ya media untuk mengakses si boyband yang banyaknya berasal dari Amerika itu masih belum merata dan merakyat. Beda sama masa sekarang yang warnet sudah masuk desa, dulu mah baru ABRI yang bisa masuk desa. Kalau mau nonton boyband, minimal harus kenal dulu sama MTV.

Hmmm, ngomongin soal boyband dan jadi satu dari sekian bayak fans boyband, saya juga pernah jadi gadis yang kalau dibahasakan dengan bahasa zaman sekarang ya jadi gadis alay. Haha. Iya, kan, sekarang kita kalau lihat anak-anak SMP dan SMA yang masih ternganga setiap melihat Suju, Beast, SS501, atau bahkan HITZ, pasti kita langsung memanjatkan doa kepada Tuhan yang Maha Pemberi Petunjuk agar segera menyadarkan mereka bahwa nikmat penglihatan itu sebaikanya tidak digunakan hanya untuk melihat glamoritas pria-pria yang sulit dijangkau. Nah, saya waktu SMP sampai kelas 2 SMA pernah mengalami masa-masa itu. Errrr, ralat, kayaknya sampai sekarang masih sih tapi karena keterbatasan zaman dan berkembangnya rasionalitas dari dalam dompet, saya pun sekarang sudah tidak sesanter dulu dalam mencintai boyband legendaris dari Taiwan, Energy.


Saya suka band yang digawangi oleh Ah Di, Shu Wei, Kun Da, Toro, Niu Nai, dan Xiao Gang ini sejak tahun 2002. Hmmm, sekitar kelas 2 SMP. Ah, iya, dinamika anggota Energy ini cukup bikin sesak juga. Personel yang ada dari awal sampai sekarang itu cuma Ah Di, Shu Wei, dan Kun Da. Toro keluar tahun berapa gitu ya lupa, terus berapa tahun kemudian giliran Niu Nai yang keluar, terus digantikan oleh Xiao Gang. Karena XIao Gang ini anggota yang sangat baru, saya nggak punya kedekatan emosional dnegan Xiao Gang. Halah. Iya, saya nggak terlalu kenal Xiao Gang dan enggak kepengen juga tertarik sama Xiao Gang lalu menerima dengan ikhlas bahwa Xiao Gang adalah anggota resmi Energy. Pokoknya selepas Toro dan Niu Nai pergi, Energy ya cuma Ah Di, Shu Wei, dan Kun Da. Demi apaaaaa, keterangan barusan penting pisan. Haha.


Alasan saya suka sama Energy? Hmmm, ya lagunya enak didengar, dari yang ballad sampai yang keras, terus skill ngedance mereka sungguh mempesona, beberapa di antaranya bermuka ganteng khas Asia Timur, warna suara dua vokalis utamanya, Ah Di dan Shu Wei, totally amazing, sempat banyak diliput media yang kerennya, liputan tersebut nggak memperlihatkan kepongahan, kesokterkenalan, atau eksklusivitas mereka. Energy itu selalu diceritakan sama seperti remaja-remaja pada umumnya yang gokil. Pokoknya nggak palsu. Kalau dianalogikan sama kehidupan saya selama mahasiswa sekarang ya mungkin Energy itu tipikal pria-pria yang suka makan di Pedca, nungguin dosen bimbingan, ngambil duit di ATM yang dua puluh ribuan, nongkrong di kafe sambil nge-kepoin orang-orang secara random, cuma bedanya Energy itu ganteng dan menjual, nggak kayak saya dan teman-teman saya.


Nah, selayaknya anak-anak remaja alay pada umunya, saya pun membuktikan ke-fetish-an sama terhadap Energy dengan membeli majalah, tabloid, dan kaset serta memutar lagu-lagu Energy terus menerus sampai saya hapal semua lagunya, nggak cuma lagu ballad, tapi juga lagu yang ada rap-nya. Jagoan lah pokoknya saya. Sampai sekarang kalau playlist saya secara random memutar lagu Energy, saya tanpa sadar langsung mengikuti liriknya. Hmmmm, saya juga pernah nangis dua kali terkait dengan Energy. Errrr, pertama waktu Toro, salah satu personel yang unyu, keluar dari Energy, dan kedua waktu Energy terancam bubar sekitar setahun atau dua tahun sepeninggal Toro. Ah, sedih pisanlah. Saya akui itu alay, tapi saya juga sampai sekarang nggak bisa bohong bilang kalau saya nggak merasa sesak dengan keretakan Energy. Lebay? Iya, sih, tapi saya seriuuuusssss ini seriusnya seriusssss. 

Namun demikian, di antara dedikasi saya yang begitu tulus untuk Energy dan meskipun kamar saya sempat penuh dihiasi poster Energy serta saya nggak berhenti memutarkan lagu Energy, saya punya dosa yang tidak terampuni soal Energy. Saya nggak pernah bisa menirukan dance-dance mereka macam anak-anak zaman sekarang yang gara-gara jatuh cinta sama Suju jadi lancar ngedance padahal nggak pernah ikut kursus cheerleader zaman sekolah. Bukan karena saya nggak niat dalam mencintai Energy, tapi saya emang nggak berbakat dalam mengoordinasikan mata, otak, tangan, kaki, pinggang, bahu, dan musik. Saya bebal masalah olah tubuh. Dosa berikutnya adalah saya juga nggak pernah datang ke konser Energy yang bahkan sempat konser di Bandung. Makanya saya sebel banget sama bapak saya yang pernah sepesawat sama Energy waktu Energy mau konser empat kota di Indonesia sekaligus saya menyesal nggak nganterin bapak saya ke bandara. Ah, gila, dulu saya punya kesempatan gituh buat ketemu Energy tapi saya meluputkannya. 


Hidup sembilan tahun dengan Energy dan mengoleksi kenangan-kenangan bersama Energy membuat perasaan saya jadi begitu sentimentil selama dua hari terakhir gara-gara waktu saya main ke fanpage-nya Energy di facebook, saya nemu video aplotan sesama penggemar Energy yang memutarkan suara Ah Di yang kini mendedikasikan dirinya untuk anak perempuannya. Ah, iya, sejak saya kuliah, saya agak longgar mengikuti berita-berita Energy sampai-sampai saya nggak tahu kalau Ah Di sudah menikah dan sudah punya anak cewek yang lucu. Jleb pisan rasanya tahu Ah Di punya berita besar tapi saya telat tahu. 



Nah, didorong oleh rasa jleb yang beberapa bulan lalu sempat menghinggapi saya, makanya waktu saya liat video Ah Di yang sedang menyanyi untuk anaknya, saya jadi merasa sentimentil dan melankolis. Saya jadi tersadar satu hal, yes we have grown up so far. Dulu saya hanya seorang gadis sekolah menengah dan mereka adalah sekumpulan remaja yang bernyanyi untuk fansnya. Sekarang saya sudah berumur 22 tahun dan idola saya juga sudah memiliki dunia lain di luar dunia panggungnya. Yappppp, dunia berputar dan mengoleh-olehkan saya kenangan masa lalu. Enggak, saya nggak akan berhenti suka sama Energy. Meskipun sekarang mereka sedang vakum bikin single atau album dan media sudah jarang meliput mereka, saya tetap suka sama mereka, yah setidaknya telinga saya paling nyaman kalau sedang mendengarkan lagu mereka. Hmmm, apa ya...saya sentimentil aja gitu, gila ya sekarang gue udah gede, mereka juga udah jadi bapak-bapak (meskipun belum semuanya nikah dan punya anak). Terus kayak, ah serius nih gue udah bukan anak SMP-SMA lagi. Beneran nih sekarang sudah mau tahun 2012? Bener nih kalau tahun 2012 dan tahun 2002 itu jaraknya sepuluh tahun yang kalau dikonversikan dengan usia manusia mah umur segitu udah mau Ujian Nasional SD. Ah, masa sih gue udah berjalan sejauh ini. Gila ajalah, ini udah sepuluh tahun. Sepuluh tahun gituloh. Pohon mangga dan jambu air yang dulu saya tanam berbarengan dengan saya mendengarkan lagu Energy yang masih sama Toro sekarang juga beberapa dahannya sudah ditebang karena tingginya sudah melebihi tinggi rumah saya. Hmmmmm....sepuluh tahun...Dunia sudah berjalan selama sepuluh tahun, ternyata.

Ark.Des'11