Faktanya Adalah

Faktanya adalah....

Dari tiga mal terbesar di dunia yakni The Dubai Mall, SM Mall of Asia, dan New South China Mall, satu mal di antaranya batal launching karena 99% tenant yang dijadwalkan mengisi mal tersebut mundur. Mal manakah itu? Hmmm, New South China Mall.
Saya akan mencari penyebabnya di lain waktu.
Ini hanya sekilas info.

Dari Umi

Pas jam 3 pagi saya mencoba menutup mata tapi nggak kunjung berhasil karena rasa panas yang begitu menyiksa di lutut saya, tiba-tiba lampu depan menyala. Tumben banget. Pasti ibu saya tuh. Saya panggil, iya kan bener itu ibu saya. Kirain lagi mau ngerjain laporan tuh jam segitu nyalain lampu, tapi ternyataaaaaaaa......
Umi mau mengucapkan ulang tahun buat sayaaaaa!!!!
Kenapa harus jam 3?
Karena saya lahir jam 03.10 pagi.
Nah, ternyata ada aba juga ikut heboh.
Kamar saya pun jadi huru hara.
Habis solat subuh yang rencananya mau tidur cepat itu, eh kamar saya disatroni lagi oleh satu sosok pemuda. Jodohkah itu? BUKAN!!!! *harus huruf gede* pemuda itu adalah adik sayaaaaaaa. Saya sempat curi kecup ke pipinya waktu dia meluk saya. Adik saya ini anti dikecup, Sodara-sodara. Rasanya senang sekali bisa melakukan hal yang tidak disukai orang. Hahaha. Kedua adik saya yang lain juga kemudian datang menyusul.
Pukul enam, saya pikir saya bisa memulai tidur saya, tapi ternyataaaaa...
belum euy.
Ibu saya masuk lagi ke kamar.
Nah, sepertinya ini adalah balas kado karena pada malam sebelumnya saya bikin surpris membelikan kue tart untuk ibu saya. Ibu saya yang kreatif membuatkan saya kue tar tradisonal yang manis, mengenyangkan, bergizi, dan penuh cinta.....ini diaaaa....

Ini ketan yang ditaburi serundeng :D
Terima accciiiiiiiiihhhh umigikkkuuuuuuuuuuuuuuu sayaaaangggggg :D *peluk cium virtual

22

Hmmmmm...
22 tahun yak?
Hmmmm...
Waktu berjalan cepat sekali.
22 tahun itu sesuatu banget. Gede banget gituh. Mateng aja gitu.
Waktu saya masih kecil dan abege, kalau denger ada orang umurnya 22 tuh kesannya wahhh banget. Dunia yang penuh kesenangan itu rasanya ada di dalam genggaman. Udah boleh bermimpi dan berambisi untuk mewujudkan keinginannay juga.
Fiuhhhhhh. Yang saya rasain sih, saya kok kayaknya belum pantas ya menyandang citra yang saya bayangkan sendiri akan perempuan berusia 22 itu.

Saya masih berat meninggalkan dunia yang kemarin.
Dunia yang membuat saya jadi anggota termuda dalam komunitas.
Mmmmm, nggak rela aja menghadapi kenyataan bahwa saya nggak bisa lagi menganggap orang yang usianya beberapa tahun di atas saya sebagai kakak yang unyu dan bakal sabar mengajari saya. Memasuki umur 22 ke sana itu benar-enar memasuki era kesetaraan. Nggak ada lagi kakak-adik yang manis. Semua adalah persaingan dan bukan usia yang dipandang, melainkan kemampuan. Mengerikan. Heuheu. Dan emang kerasa juga sih, beberapa orang yang dalam usia saya beberapa tahun lalu jadi orang yang bisa saya andalkan sebagai kakak, sekarang sudah berjalan sendiri dan menyisakan interaksi antara kami sebagai interaksi, "Hai, gimana kabar? Wah, sukses ya buat lo!" saja. Kering aja. Tapi ya mau gimana? Mau akrab kayak zaman dulu mah juga utopis dan ngajak ribut pacarnya atau istrinya kali. Haha. Yah, sepertinya orang-orang sudah mulai menyusun hidupnya.

Lalu hidup saya?

Hmmmm

Masih tertahan di skripsi. Sigh.

Entah kapan bisa move on (minjem istilah Alex) ke tahap selanjutnya.
Lagi dalam titik jenuh banget ini. Bener-bener sampai nggak bisa mikirrrrr. Dosen saya juga kemarin negur, "Kamu kok sekarang menurun gini, sih? WHERE ARE YOUUUUUUUU?"

Kenapa ya?
Konsentrasi lagi bercabang kali ya.
Mungkin juga karena saya lagi jetlag banget sama usia baru ini. Bikin rencana kepanjangan dan kedetailan sampai akhirnya melupakan realita yang harusnya dihadapi. Heheheehehe. Terus memang sempat irritated, annoyed, dan intinya mah terganggu weh lah sama persaingan citra zaman sekarang. Hahaha. Apa ya, ini konyol sih sebenernya. SMA banget. Di satu sisi, sekarang lagi musim-musimnya teman-teman seangkatan saya di ITB dan FK yang wisudaaan. Nah, situasi yang zaman baheula banget teh jadi memanas lagi gitu. Intinya mah, saya sok berani memisahkan diri dari kumpulan tapi ujungnya mah sekarang masih 'kalah' juga sama anak-anak yang 'pada umumnya'. Ya pada umumnya teman-teman saya kan masuknya ke ITB dan FK tuh, saya aja sok jago mau tampil beda masuk ke ranah sosial, tepatnya politik, tepatnya hubungan internasional. Nah, pas sekarang, mereka udah banyak yang lulus, ai saya keneh weh di sinih, bergulat dengan segala kendala skripsi yang begitu menempa saya dari titik teratas ke titik yang terbawah, ke kanan sampai ke kiri. Makanya saya sekarang lagi males-malesnya berurusan sama temen SMP dan SMA. Mengalihkan pikiran ke tahapan yang ingin saya capai setelah lulus s1, yaitu s2, hemmmmmh ada lagi bebannya. Beban gengsi. Gengsi SMA lagi. Ceritanya menyemangati, tapi jadi tegang tea. Dia aja SMA X bisa, masa kamu SMA Y ngga bisa? Bisalah bisaaaa... Jadi semangat sih, tapi naha jadi bawa-bawa nama sekolah. Hahaha. Nama besar sekokah asa dipertaruhkan. Euh lalieur.

Hmmmmm...
Tapi pernah ada yang bilang sama saya, saya lupa siapa, kayaknya juga lebih dari satu orang. Mmmmm, dari titik tergelap, nanti akan segera muncul titik terterang. Yah, baiklah. Saya juga percaya kok. Huffffff. Semoga titik itu segera saya temukan supaya di usia saya yang 22 ini saya bisa menjadi manusia yang pantas menyandang usia 22. Amin. Haha.

Oke, mari awali umur yang baru dengan pacar baru. Hlaaaaaaah. Tadi mau bilang mari awali umur yang baru dengan berbagai hal yang positifffffff menyemangati sepeti sugesti yang baik bagi diri sendiri.

Hahhahahhahhaha.

Happy birthday, dear me! :D

Telimaaaaaaaa Accciiiiiihhh :D

Seorang senior saya yang ganteng *ini beneran ganteng*, Iqbal Nurman yang konon sudah melanglangbuana ke berbagai tabir kehidupan pernah mengatakan kepada saya bahwa dengan bertambahnya usia kita, maka akan semakin sedikit kawan yang mengingat ulang tahun kita. Hiks. Iya juga sih. Kalau dibikin grafik mah mungkin bentuknya bakal menukik bertahap. Nah, tapi justru karena kenyataan itu, saya mau mengucapkan terima kasih banyak sekali buat teknologi bernama facebook yang telah membantu mengingatkan hari ulang tahun dan tentu saja kepada teman-teman saya yang mencintai saya apa adanya dan selalu ada ketika saya apa-apa.

Karena yang mengucapkan di facebook dan twitter bisa ditelusuri secara live, saya mau bilang terima kasih buat kawan-kawan yang menggunakan jasa sms dan telepon buat mengucapkan ulang tahun :D

Ini dia para kawan yang mengirim sms penuh cinta, kasih, doa, harapan, perhatian....
  1. Bima Prawira
  2. Husen Mauludin
  3. Adi Mulia Pradana
  4. Bu Eli
  5. Satria Rangga
  6. Pak Hilman
  7. Grinanda Megantika
  8. Seli Rakhmayanti
  9. Oom Agung
  10. Fransiska Ardie
  11. Ferdyansyah Sechan
  12. Kakak
  13. Astrid Putri
  14. 0852749538xx
  15. Mas Yandri
Teruuuus, nah ini dia geng Jeremy Thomas yang menelpon saya dengan segala kehebohan yang mencengangkan dan mengharukan bagaikan Arjuna merindukan Baratayudha.
  1. Ayiiie
  2. Deccciiih Waldaaaa
  3. Ewrieawan Priyyo
  4. Remmmon Teye
Nah, jangan lupakan juga tante saya yang heboh yang suka saya sebali dan cibiri. Berisik, deh dia itu sumpah. Untung masih mau nelpon saya buat bilang selamat ulang tahun. Hebat gening, inget sama saya walaupun saya suka judes. Hahahahhahaha. Tante Rina.

Ah, iyaaaa, baru ingattttt. Ada kategori lain yang belum saya sebutkan, yakni ucapan dua media. Iya, ini unik nih. Udah gitu doanya juga beda. Bukan doa copy paste karena khawatir nggak nyampe kalau cuma dilewatkan satu media. Siapakah merekaaaaaaa.....jengjengjengjengjeng...
  • Tedi Trikoniiiiiiii, doi kirim lewat twiter dan komen di blognya. Doa yang di komen blognya menyentuh sekali tuh. Ah, saya copast di sini aja deh.
selamat milad, moga usia yang sudah dilewati berkah dan Allah terima semua amal kebaikan yang telah dilakukan, dimaafkan segala khilaf, dan kedepan semoga Allah melancarkan segala urusan bufes, dimudahkan untuk mencapai setiap rencana demi rencana yang bufes rencanakan. sukses selalu!
  • Iqra Anugrahhhhhhh, nah abang ini jauh-jauh dari amerikah nulis di wall sama twit
  • Hilman Mulya Nugrahaaaaaaa, pahil ini udah ngirim sms panjang sebelum subuh terus pas siang ngewall
  • Adi Mulia Pradana, nah si mas-e yang sekarang sudah hijrah ke gedung MPR/DPR ini mengirimkan sms dan twit
Kyaaa kyaaaaaa maaaccciiihhhhhh iaaappsss :D

Terus, terus, terus, si doa-doa ini apabila dianalisis secara tematis, maka kita akan menemukan doa-doa yang top request. Apakah ituuuuuu....
  1. Semoga skripsi lancar
  2. Semoga segera mendapat jodoh
Hahahhahahhaha. Semoga karena ini adalah top request doa pada hari ini untuk saya, maka Allah berkenan mengabulkannya dengan seindah-indahnya. Hahahahhahahhah. Amin.

A Day to Remember


Terinspirasi dari wartawan infotainment yang makin lama makin kehilangan berita untuk digosipkan sehingga menjadikan Satu Hari Bersama Bisma SM*SH sebagai acara yang fardu kifayah disaksikan para SM*SH Blast, saya yang kemarin disebut Pak RMT sudah memiliki ketenaran hampir sekelas seleb (seleb jurusan) pun berkehendak membagi satu hari saya kepada para kawan Sawah Blast yang tersesat membaca blog saya ini. Hmmmm, soooooo..this was the day, The Day to Remember!


The Day

Harusnya sih saya jam setengah sepuluh ngajar di Ujungberung. Masalahnya, satu hari sebelumnya, kaki saya digigit serangga yang entah namanya apa sampai akhirnya lutut saya bengkak. Bukan bengkaknya yang paling bermasalah. Proses merasakan betapa pedihnya digigit cinta eh hewan itu yang bikin saya skip ngajar. Semalaman saya harus mengompres lutut saya dengan air dingin saking panasnya kulit saya akibat yang diakibatkan oleh kecupan bersengat itu. Saya baru bisa tidur setelah shalat subuh. Saya juga bingung itu saya kepanasan karena dosa atau karena hewan kejam itu. Hehe.

Oiya, ini dia si hewan bersengat itu :( Gede, kan? Terus waktu saya mukul hewan itu pakai sandal terdekat, eh ada darah muncrat. Pasti itu darah saya! :(



Tidur habis subuh, tiba-tiba tak lama berselang, sekitar pukul 08.00 *disorientasi periode waktu, maklum lagi tidur*, ada telepon dari nomor yang tak dikenal. Saya kuatkan suara saya untuk menjawab telepon agar tidak terlihat sedang tidur, eh taunya ketauan juga. Saya nggak ingat orang di seberang itu ngomong apa. Pokoknya dia ngomel saya jam segitu masih tidur. MASIH? Huh, orang saya BARU tidur. Saya masih nggak tahu siapa yang iseng banget nelpon saya hanya untuk mengkritik cara hidup saya itu. Eh, dia ngomel lagi waktu saya bilang nggak tahu dia siapa. Beberapa menit berselang, akhirnya dia bilang kalau dia tante saya. Oh. Tante yang manaaaaaaa.

Saya : Siapa sih? Tante Indah?

X : BUKAAAAAAAAANNNNN. MASYA ALLAH AREK IKI TURU KOOOOOON. NGGAK NGERTI IKI SOPOOO.

Saya : Siapaaa? Tante siapa lagi ini?

X : RINAAAAAAAAAAAAAAA.

Saya : Oh. Mana Mbah Dewi?

X : AREK IKIIIII REEEKKKK. AKU SING NELEPON, MBAH-E SING DIGOLEKI. MBAHMU NANG OMAH. JAM PIRO IKI, NOOOON? AKU NANG KANTOR SAIKI.

Saya : Bohong ah. Itu di belakang ada suara Mbah Dewi. *padahal suara orang ngetik*

X : NGIMPI AREK IKIIIIIIII. SIK TALAH AKU TAK NGOMONG DISIK. AREP TAK KIRIM DOA GAK?

Saya : Hmm mmmm. iyaaa soklah mangga. hmmm mmm. iya. *tidur lagi*


Saya akhirnya benar-benar bangun jam 10. Itu juga terpaksa. Masa iya ulang tahun cuma di kasur doang. Saya juga ingat rencana saya buat merayakan ulang tahun saya. Ihiiirrrr.

Pertama, hari ulang tahun adalah hari yang sempurna untuk mandi dengan baik. Kalau umur saya sudah cukup dan uang saya berlimpah sih maunya spa dan creambath di Salon Roger atau di Marina Bay. Masalahnya, umur saya masih 22 jadi flek hitam belum nampak di pipi saya yang merah merona. Saya belum akil balig untuk melakukan treatment demikian. Saya pun mandi di tempat konvensional dan wajar bagi anak seusia saya. Kamar mandi deket dapur.

Kedua, saya mau makan sesuatu yang selama ini sering saya tunda. Setelah mengingat-ingat, saya pun tahu saya mau makan apa. Cheese cake di Cizz Jalan Laswi!!! Yeayyyyy! Ini agak nekat juga, sih. Saya baru beres mandi, solat, makan, dll itu jam 1, sedangkan saya jam 3 ada ngajar di Cinunuk. Jarak antara rumah saya ke Laswi itu sekitar 40 menit dan sebaliknya, Laswi-Cinunuk itu juga sekitar 40 menit. Mmmmmm, tapi kalau nggak sekarang mah kapan lagi coba? Abis pulang ngajar? Hmmmmh. Cape, macet, males. Yasudah, akhirnya saya putuskan melakukan petualangan ini bersama lagu Westlife di earphone. Alhamdulillah yah, nyampe Cizz itu jam setengah dua pas.

Di Cizz, saya pesan cheese cake yang memiliki warna cerah yang akhir-akhir ini tanpa saya sadari sering saya pilih sebagai warna baju yang saya beli, yakni merahhhhh. Raspberry Cheese Cake! Ini fotonya :


Nah, di Cizz ini kan saya sendirian tuh, nah kayaknya saya lagi agak kurang waras deh. Hehehehe. Nggak, bukan karena makan sendiriannya, melainkan karena apa yang saya perbuat di Cizz ini. Ngapain cobaaaa? Sambil saya makan Cheese cake yang saya anggap sebagai kue tar saya itu, saya pasang webcam buat mengabadikan saya yang sedang makan cheese cake. Hehehehehehe.

Tiga hari sebelumnya juga saya melakukan kegiatan sia-sia yang saya juga bingung kenapa saya melakukannya. Ngapain coba? Nyari lilin yang angkanya 2. Hahahhaha. Sayangnya, saya nggak nemu lilin itu. Huh. Nggak jadi deh mengabadikan umur ini dengan simbol lilin. Hehehe.

Pulang dari Cizz jam 14.20, saya lalu sampai di Cinunuk jam 14.50. Ngajar sampai jam 6, terus saya pulang. Di rumah, saya ingat saya punya makanan andalan yang selalu ingin saya santap tapi nggak jadi-jadi melulu karena ibu saya masak. Makanan apakah ituuuuu? Indomie goreng dan Nutri Sari. Haha. Saya mau memfoto si Indomie bersejarah itu tapi karena keburu lapar, saya pun jadi lupa. Yang sempat saya foto cuma si Nutri Sari yang saya wadahi di mug baru kesayangan sayaaaaaa dan sempat diilerin sama saya dan Fransis beberapa bulan lalu. Ini diaaaa...


Nah, begitulah perjalanan saya selama ulang tahun pada tanggal 27 September ini. Masih ada posting lain tentang ulang tahun kok. Silakan menikmati yaaaaa. Hahaha.

rindu benci marah sesal suka bahagia duka luka perih

terangkum dalam satu nuansa

tanya jawab

dan tak ada yang tahu berapa banyak cecar yang disekutukan hati

yang kemudian dijawab bijak oleh otak

yang kemudian memberontak lagi dengan lara yang masih tersisa di sanubari

dalangnya adalah jiwa yang tak merdeka karena bercak-bercak ideologi dan egosentrisme khas metropolis

kita pun terkotakkan dalam gempita semu yang mencoba pasrah dan mencoba berpegang pada kuasa Tuhan yang ternyata itu hanya ilusi apatis yang tak teridoi

tak percaya?

lihat saja celah-celah yang menganga itu

dengar saja degup yang tak beraturan saat teguh hati itu dibenturkan pada selongsong kasih yang tak berkompromi

dan jangan lupakan tatap netra kita yang semakin nanar saat kepungan waktu dan ideologi menarik kita ke dalam lubang alienasi yang membuat kita merindu dalam sisa-sisa perdu cemburu

ah, kita nyatanya hanya korban konspirasi dan persekutuan ilusi

aku bilang cinta tapi aku juga tak hendak beranjak dari definisiku yang menyuperioritaskan aku

kau sendiri jelas bilang tak cinta dan memang bergestur ingin pergi ah tapi nyatanya aku masih nyaman bila mengulum senyummu

lalu kita pun menjadi batu

lalu hujan menjatuhi kita dengan air yang lembut

namun hujan itu sepertinya tak mampu membuat kita melunak

kita tetap kokoh dan membuat hujan itu mencipta sungai

dan sungai itu kemudian membuat kita kalut

ingin menyebrang namun bukankah kita batu yang memilki segunung keras hati?

kita pun bergeming

membiarkan sungai itu membelah kita dan mengejek jarak di antara kita

kita bergeming

tapi luka dan tangis itu ada

hanya saja karena kita batu maka kita bergeming

Komunitas ASEAN 2015 dan ASEAN Blogger: Sebuah Upaya Menuju Perdamaian Nontradisional

Saat ditanya mengenai makna perdamaian, beberapa di antara kita akan menjawab perdamaian adalah keadaan tanpa perang yang membuat negara-negara hidup berdampingan. Jawaban tersebut tidak salah, hanya bila diproyeksikan pada masa kini ia tidak lagi update. Dalam keadaan pasca-Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan Perang Dingin, jika memang pendefinisian perdamaian berhenti pada keadaan tanpa perang, seharusnya perdamaian tidak lagi menjadi isu yang dicita-citakan negara sekarang. Faktanya, sampai sekarang perdamaian yang sepertinya sudah tercapai seiring dengan munculnya pemenang-pemenang perang masih menjadi fokus cita-cita. Artinya, pendefinisian perdamaian masih belum usai sehingga perdamaian pun sebenarnya belum genap tercapai.

Dua dekade terlepas dari masa Perang Dingin, keadaan dunia makin kompleks. Isu-isu berkembang tidak hanya melibatkan negara, tetapi juga penduduknya. Globalisasi, perkembangan demografi penduduk dunia, modernisasi, industrialisasi, degradasi lingkungan, peningkatan permintaan energi, demokratisasi dan kesadaran penegakan HAM, bencana alam luar biasa, perdagangan bebas, merupakan beberapa dari sekian banyak penyebab keadaan paradoks yang mewajibkan kita (rakyat) masih harus berjuang meskipun telah bebas dari ancaman perang tradisional militeristik. Tuntutan rakyat kepada negara pun bergeser. Bukan kemerdekaan atau pakta gencatan senjata yang dipetisikan rakyat kepada pemerintahnya, melainkan penyelesaian secara maksimal isu low politics yang menekan rakyat.

Pergeseran makna perdamaian secara global tersebut juga melanda negara-negara di Asia Tenggara yang secara bertahap sejak tahun 1967 hingga 1999 tergabung dalam ASEAN. Menurut penulis, pergeseran makna perdamaian tersebut memiliki dua dampak bagi ASEAN. Pertama, tingginya ekspektasi rakyat terhadap kiprah ASEAN hingga pada tingkat grassroot dan kedua, keseriusan ASEAN dalam menanggapi ekspektasi penduduknya melalui perkembangan ASEAN yang menargetkan diri menjadi komunitas yang menaungi negara-negara di Asia Tenggara. Tak hanya bagi ASEAN, pergeseran makna perdamaian pun berdampak pada masyarakat, yakni munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang menyadari bahwa perdamaian pada masa kini yang bersifat people-centric menuntut keterlibatan people itu sendiri dalam perwujudannya. Internet menjadi media yang powerful dalam mengakomodasi gerakan-gerakan masyarakat dalam mewujudkan perdamaian nontradisional. Keaktifan ASEAN dan masyarakat dalam mewujudkan perdamaian nontradisional pun menjadi dua hal kunci terciptanya ASEAN yang lebih membumi.




ASEAN, Selayang Pandang 44 Tahun Usia

Tahun 2011 ini ASEAN telah 44 tahun menjadi bagian dari sejarah dunia. Perkembangan ASEAN dari sebuah organisasi hingga tinggal landas menjadi komunitas yang menandai bergesernya fokus perdamaian yang state-centric menjadi people-centric memperlihatkan dinamisasi yang signifikan dan responsif. Empat puluh empat tahun perjalanan ASEAN menandai bahwa ASEAN bukan organisasi yang didirikan sebagai bagian dari tren Perang Dingin atau poskolonialisme, melainkan organisasi bervisi jangka panjang yang mampu beradaptasi dengan berbagai isu di tingkat global.

Dalam masa awal pendiriannya, ASEAN hadir sebagai respon negara-negara yang baru merdeka yang berjuang menciptakan perdamaian dan stabilitas kawasan melalui pengamanan kolektif dalam kerja sama ekonomi. Kerja sama ekonomi demi kesejahteraan tersebut terutama ditujukan ASEAN untuk meminimalisasi berkembangnya komunisme yang berusaha mengudeta pemerintahan yang sah yang dipercaya berkembang pesat di tengah kondisi kurang sejahtera. Dengan adanya kerja sama ekonomi dan kesejahteraan yang dibawanya, diharapkan penyebaran komunisme dapat diminimalisasi sehingga masing-masing negara dapat berkembang mencapai kepentingan nasionalnya kemudian secara otomatis melahirkan kesejahteraan sekawasan. ASEAN seolah-olah mendahului logika Barry Buzan mengenai security complex, yakni keamanan di satu negara sangat bergantung pada keamanan negara-negara di sekitarnya. Karena berbagai permasalahan berpindah lebih cepat dalam lingkup geografis yang berdekatan, maka diperlukan adanya mekanisme untuk meminimalisasi ancaman-ancaman yang datang dari negara-negara di satu kawasan geografis.

ASEAN terus berkembang dengan menggandeng negara-negara di luar kawasan untuk bekerja sama dengan ASEAN. ASEAN menyadari bahwa dalam menciptakan perdamaian dan stabilitas kawasan, ASEAN tidak dapat berjuang sendirian. Namun demikian, popularitas ASEAN yang tinggi di tingkat global pun memberi tantangan tersendiri bagi kiprah ASEAN secara internal. Rakyat di masing-masing negara ASEAN juga ingin ikut merayakan kemahsyuran nama ASEAN di wilayah sendiri dengan mengajukan pertanyaan, apa kontribusi ASEAN bagi perdamaian yang berdampak langsung pada rakyat?




Komunitas ASEAN 2015 : Penguatan ke Dalam

Sering dikatakan dalam pidato, kuliah umum, dan siaran-siaran pers resmi bahwa tanpa ASEAN, bukan wajah Asia Tenggara yang damai dan hidup berdampingan seperti ini yang sedang dan akan kita lihat. ASEAN adalah kunci bagi perdamaian Asia Tenggara, itu intinya. Tapi perdamaian dalam arti apa? Tradisionalkah? Nontradisionalkah? Selama masa berdiri ASEAN, memang kita tidak pernah mengalami perang yang hebat dengan sesama anggota ASEAN. Namun permasalahannya, perdamaian dalam arti tradisional tersebut terlalu elitis untuk bisa dipahami rakyat. Perdamaian yang diinginkan rakyat adalah perdamaian yang lebih membumi, merakyat, dan sederhana untuk diresapi, dimaknai, serta diraba. Rakyat menginginkan ASEAN sebagai wadah kedua setelah negara dalam mewujudkan perdamaian yang dekat dengan mereka.

Isi hati rakyat yang terdalam tersebut sepertinya juga disadari ASEAN. Sejak ASEAN Vision 2020 pada tahun 1997 yang kemudian diperkuat dalam Bali Concord II tahun 2003, ASEAN telah memproyeksikan wajahnya dalam beberapa tahun ke depan sebagai kawasan yang terintegrasi dengan menjadi komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan sejahtera, saling peduli, dan diikat dalam kemitraan yang dinamis melalui tiga pilar utama yakni Komunitas Politik-Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan Komunitas Sosio-Budaya ASEAN. Melalui visi untuk menjadi komunitas dengan pilar-pilar yang memiliki kekhususan tersebut, ASEAN berusaha untuk memenuhi kebutuhan perdamaian nontradisional bagi lima ratus juta rakyatnya.

Menjadi organisasi kawasan yang berkembang menjadi sebuah komunitas merupakan tantangan tersendiri bagi ASEAN terutama dengan perbedaan kondisi enam negara ‘senior’ ASEAN dengan empat negara CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) yang baru menjadi anggota ASEAN pada dekade 90-an. Permasalahan pembangunan di antara kedua pengelompokkan negara tersebut menjadi salah satu pekerjaan rumah ASEAN untuk bisa berdiri kokoh sebagai komunitas. Kerangka kerjasama menuju Komunitas ASEAN pun mau tidak mau meletakkan pembangunan CLMV sebagai prioritas utama. Tentu saja hal tersebut merupakan hal yang positif bagi CLMV. Bila ASEAN berhasil membangun CLMV, maka peresepan ASEAN sebagai pewujud perdamaian nontradisional di negara CLMV akan lebih dirasakan oleh rakyat CLMV. Bisa jadi, sense of belonging dari rakyat CLMV yang baru sepuluh-dua puluh tahun mengenal ASEAN akan lebih kuat daripada rakyat di enam negara senior di ASEAN.

Namun demikian, ASEAN juga perlu waspada. Meskipun Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Brunei sudah lebih dulu masuk menjadi anggota ASEAN ketimbang CLMV, peresapan ASEAN-isme di dalam masyarakat keenam negara tersebut tidak dapat dikatakan lebih kuat daripada di dalam masyarakat CLMV. Hal ini bisa ditelusuri dari kiprah ASEAN di keenam negara senior pada masa awal berdiri ASEAN hingga dekade 90-an yang masih berkisar pada persoalan perdamaian tradisional yang lebih melibatkan negara. Kaum elit pemerintahan di negara senior ASEAN memang lebih melek ASEAN ketimbang elit pemerintahan di CLMV, namun tidak demikian dengan masyarakat. Baik masyarakat di negara senior maupun CLMV masih berada pada level yang tidak jauh berbeda mengenai sense of belonging terhadap ASEAN. Usaha untuk membumikan ASEAN di benak masyarakat negara senior ASEAN dan CLMV seharusnya mendapat porsi yang seimbang.




ASEAN Blogger : Dari Masyarakat untuk Masyarakat demi ASEAN

Berkejaran dengan waktu untuk menjadi Komunitas ASEAN merupakan tantangan yang dihadapi ASEAN. Beruntung ASEAN kini hidup di era globalisasi yang dengan segala kemudahan teknologinya mampu mengompres jarak dan waktu serta melahirkan kelompok masyarakat yang dalam istilah posmodern disebut sebagai middle class atau kelompok masyarakat yang sudah melek akan suatu isu kemudian aktif menyebarkan gaya hidup atau pengetahuan yang berkaitan dengan isu tersebut kepada kelompok masyarakat lainnya. ASEAN blogger merupakan salah satu bagian dari middle class ASEAN yang berpotensi melakukan ASEAN-isasi ke seluruh wilayah ASEAN sehingga ASEAN pun dapat lebih membumi.

Kekuatan ASEAN blogger terletak pada penguasaannya pada teknologi melalui penggunaan internet, khususnya blog, dalam menyebarkan ASEAN-isme. Selain itu, ASEAN blogger merupakan kelompok masyarakat yang mandiri dari pemerintah. ASEAN-isasi yang dilakukannya minim potensi dicurigai sebagai bagian dari program buatan pemerintah, justru dianggap sebagai testimoni yang kemudian mampu meyakinkan kelompok masyarakat lain untuk lebih mengenal dan merasakan ASEAN.

Hal yang patut dieksplorasi ASEAN blogger untuk lebih membumikan ASEAN adalah pengeksplorasian perannya sebagai intermediary atau penengah antara pemerintah dengan rakyat yang mampu menerjemahkan ASEAN dalam pernyataan pemerintah menjadi ASEAN yang dipahami rakyat, serta sebaliknya, menerjemahkan kesederhanaan perdamaian yang diinginkan rakyat menjadi saran formulasi dan impelementasi kebijakan bagi pemerintah. Untuk memperkuat legitimasinya sebagai middle class ASEAN-isasi, ASEAN blogger juga harus semakin terlihat di mata masyarakat dan pemerintah, baik melalui kampanye atau pengiklanan diri maupun melalui keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan yang diselelnggarakan pemerintah dan masyarakat.



Komunitas ASEAN, ASEAN Blogger, dan Perdamaian yang Membumi

Perkembangan ASEAN sejak tahun 1967 hingga sekarang dalam merespon definisi perdamaian yang berubah menunjukkan bahwa ASEAN merupakan organisasi yang mengalami tahapan yang disebut oleh para regionalis sebagai spill-over. Namun demikian, masih ada missing link di antara pemerintah dengan masyarakat sehingga masyarakat masih mencari ASEAN seolah ASEAN sangat jauh di luar jangkauan mereka. Keberadaan middle class, yakni ASEAN blogger dalam era globalisasi diharapkan mampu ‘menambal’ missing link tersebut. ASEAN blogger merupakan kekuatan baru bagi ASEAN dalam usahanya untuk lebih dekat dengan masyarakat. Dengan segala potensi power-nya, ASEAN blogger diharapkan mampu menyebarkan dan membumikan perdamaian yang diwujudkan ASEAN di benak masyarakat sehingga Komunitas ASEAN yang menjadikan wilayah Asia Tenggara sebagai wilayah yang terintegrasi pun tidak mustahil akan benar-benar dapat terwujud mulai tahun 2015.



Rikianarsyi Arrassyidinta N. Wirantoputri

Penulis adalah mahasiswa Hubungan Internasional Unpad, pemerhati isu ASEAN, peserta 100 ASEAN Students Visit to India tahun 2007, Juara III Lomba Penulisan ASEAN yang diselenggarakan Deplu RI pada tahun 2006.

:)





Orang-orang ini adalah orang-orang yang kelak pasti akan sangat saya rindukan :)
Plus bapak saya juga, tentunya.
Sayang, beliau tidak ikut dalam sesi foto ini. Hihi.

Takbir

Kalau iseng mengurutkan hal-hal apa saja yang membuat saya terpekur, salah satu dari daftar tersebut adalah mendengarkan suara takbir idul fitri. Gaya? Sok religi? Saya juga nggak bisa memastikan. Mungkin ini salah satu jenis kelatahan sosial. Hmmm, tapi kalaupun ini memang hanya bentuk kelatahan sosial, saya rela kok latah selamanya. Asik. Haha.


Takbir dan Sebuah Perjalanan

Perjalanan pulang dari mengajar di cabang Rancaekek pada akhir pekan terakhir KBM Ganesha yang biasanya jatuh pada minggu ketiga Ramadan adalah tertuduh utama keterpekuran saya atas takbir. Jalur Rancaekek-Cileunyi merupakan jalur arus mudik yang kalau kita cermat melihat kanan-kiri, maka wajah kita akan tampil di televisi selama lima detik sebagai potret pemudik meskipun kita hanya lewat sekedar untuk membeli ubi bakar. Jalur itulah yang setiap menjelang akhir Ramadan akan sesak oleh beragam jenis kendaraan, orang, dan permasalahan lalu lintas. Biasanya saya selalu jenuh dengan kemacetan, tapi tidak dengan kemacetan anual tersebut. Saya malah menikmati kemacetan itu.

Sambil mendengarkan pemutar musik di tengah kemacetan selepas pintu tol, saya berpikir. Tahun ini saya berada di tengah kemacetan ini hanya sebagai orang yang pulang mengajar. Rumah saya dan tempat saya bekerja jaraknya dekat, hanya sekitar 15 menit tanpa macet dan hanya 45 menit jika macet hebat. Hmmm, tapi sampai kapan? Pada akhirnya, yang entah akan dimulai kapan, saya juga akan melewati jalur ini bukan sebagai orang yang setiap sore pulang bekerja, melainkan sebagai orang yang pulang dalam rangka mudik. Waktu itu pun akan datang sebentar lagi. Semakin dekat, malah.

Kemudian mengenai takbir.

Momen takbir adalah momen yang paling mengharukan. Alasannya sama seperti saat saya melewati Rancaekek tadi. Entah sampai kapan saya bisa menikmati takbir yang begitu ramai dari masjid di belakang rumah saya dan masjid dari komplek sebelah dari kamar saya di sini. Waktu semakin berlari, menyeret kita pada perkembangan hidup. Saya dulu gadis kecil berseragam merah putih ketika pindah ke sini lalu sekarang saya sedang berjuang meraih gelar sarjana dari universitas yang hanya berjarak 10 menit dari rumah. Hmmm. Sebentar lagi tentu saya akan mendengarkan takbir dari kecamatan lain di belahan bumi yang lain. Mungkin Cinunuk. Mungkin Kiaracondong. Mungkin Kebon Kalapa. Mungkin di luar kota. Mungkin luar provinsi. Mungkin luar pulau. Mungkin luar negeri. Atau mungkin dari alam yang lain.

Pernah dan sering saya berpikir ingin segera menyelesaikan satu tahapan hidup yang sedang saya jalani kemudian loncat ke tahapan yang lain. Penasaran, apa yang saya miliki kelak. Namun, dalam blogwalking malam yang lalu, saya menemukan kalimat indah dari pemilik yang sebenarnya tidak saya kenal. Mbak itu bilang dalam postingnya, kenapa kita selalu ingin loncat ke tahap berikutnya padahal nanti ketika kita sudah berada dalam tahap itu kita justru akan merindukan tahap yang saat ini hendak kita lewati. Hmmmm. Iya, saya jadi sadar. Saat ini, mumpung saya masih bisa mendengarkan takbir masjid belakang dari kamar saya, saya harus menikmatinya dengan syhdu dan khusuk. Bukankah nanti saya tidak tahu akan dimana saya mendengarkan takbir idul fitri?

Kisah TeKa Part Three

Karena kerap dibully bahkan atas alasan yang saya juga nggak mengerti kenapa, saya pun melancarkan aksi balas dendam ketika saya duduk di kelas B. Kelas B itu adalah kelas bergengsi, dimana anak-anak TK digembleng untuk menghadapi kehidupan nyata di kelas satu SD. Kelas B ini biasanya dipegang oleh wali kelas yang memiliki dedikasi tinggi untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa melalui begitu banyak latihan menulis, menggambar, mewarnai, dan berkerajinan tangan. Hanya orang-orang terpilih yang mampu memegang amanah sebagai wali kelas B. Menurut kabar yang tersiar, wali kelas B juga dinominasikan untuk mendapat gelar kepahlawanan dari Presiden Sudan Selatan yang baru merdeka.

Keinginan saya untuk balas dendam di kelas B ini merupakan reaksi yang wajar dari seorang gadis yang dibully oleh kawan sekelas karena :
  1. Saat lomba menyanyi vokal grup lupa harus bergaya bagaimana. Bukan lupa sih, tapi gengsi saja. Gaya yang dititahkan oleh guru saya itu nggak masuk akal. Masa saya harus menggoyang-goyangkan pinggang saya? Kalau saya didakwa pasal pornoaksi dan disabotase Bang Haji Roma gimana? Saya ini gadis yang beretika loh. Terus masa saya juga harus menggoyang-goyangkan kepala saya ke kiri dan ke kanan? Ini nyanyi atau SKJ? Saya pun menyanyikan lagu "Kupandang langit penuh bintang bertaburan..." dengan memegang mikrofon saja sambil menatap penuh arti kepada ibu saya yang bertepuk tangan sambil berkaca-kaca dan kepada guru saya yang entah kenapa di bawah panggung menggoyangkan pinggangnya.
  2. Saya nggak bisa berkreasi dengan plastisin. Sementara temen-teman saya bisa membuat kreasi berbagai jenis binatang dari plastisin, saya hanya bisa membuat ular, itu pun karena bentuk ular yang panjang saja dari kepala hingga jari kaki.
  3. Saya nggak bisa memegang gunting dengan satu tangan. Karena saya suka memperhatikan bapak-bapak yang suka menggunting rumput di halaman rumah saya dan dengan caranya memegang gunting itu semua rumput bisa terpotong, maka itu adalah role model bagi saya. Cara saya dalam memegang gunting untuk kertas sangat berciri Bapak Rumput sekali yakni dengan dua tangan. Bagi saya itu ngga masalah karena itu adalah ilham yang saya dapatkan. Yang saya herankan adalah kenapa guru dan teman-teman saya sangat subversif sekali terhadap perbedaan? Apakah mereka lupa akan Bhinneka Tunggal Ika yang selalu diselipkan dalam setiap pidato kenegaraan? Mengapa urusan memegang gunting yang sedikit berbeda padahal hasilnya sama menjadi borok yang harus ditertibkan? Mengapa? Bukankah ini negara demokrasi dan multikultur? Saya nggak mengerti.
  4. Setiap kali piknik, saya nggak ditemani ibu saya karena entah kenapa setiap kali piknik, adik saya yang imut dan berjenis kelamin perempuan dan notabene lebih putih dan cantik dan tinggi dibanding saya itu selalu sedang diopname. Bagi saya, tidak masalah saya piknik sendirian karena bukankah bumi ini adalah milik Allah sehingga kita tidak perlu khawatir. Selain itu, bukankah saya ini adalah gadis mandiri yang dipuja-puja dalam lagu Chris Brown, Miss Independent. Guys, I've started that independency since I was in kindergarten!!! Saya heran mengapa mereka menganggap saya anak yang tidak berorang tua.
Bully lain masih ada, tapi sepertinya hanya akan membuat air mata di pipi kalian semakin deras. Karena itulah, saya putuskan untuk segera membuat daftar pembalasan dendam saya selama kelas B.

  1. Saya menjadi penguasa ayunan yang paling hegemon, kuat, dan tak tertandingi. Kalau saya naik ayunan, kepala saya bahkan bisa menyentuh ranting pohon jambu yang tingginya sekitar 18 kilometer dari tanah. Saya biarkan teman-teman saya menganga penuh kekaguman dan keirian karena hanya saya yang bisa melakukan hal seperti itu tanpa dimarahi guru. Saya juga sengaja nggak mau turun dari ayunan. Biarin aja mereka antri sampai bel masuk.
  2. Saya sengaja memanas-manasi teman saya dengan plastisin hancur yang saya buat. Sepertinya anak-anak TK adalah anak-anak yang mudah disulut emosinya padahal itu nggak penting. Waktu mereka pamer mereka bisa membuat berbagai bentuk dengan warna merah, kuning, hijau, biru, dan lainnya, saya pamerkan hasil plastisin saya yang berbentuk ular dan warnanya sudah bercampur dengan berkata, "Ah, kamu nggak punya kan warna malam yang gini? Malam aku warnanya beda, nggak merah, kuning, hijau, biru. Ini warna baru!" Terus teman-teman sayang yang pendengki itu pun terbelalak matanya, "Gileeee lu, Fes, lu beli dimana tuh malam? Mau dong kitahhhhh! Ini buat gue yakkkk. Maneh make nu urang weh!" Dan akhirnya saya pun mendapatkan hasil karya mereka dan nilai yang bagus plus pujian dari guru, sementara mereka mendapat gelengan kepala dari Bu Cucu karena mereka menunjukkan hasil karya saya yang amburadul itu.
  3. Ada satu anak yang mulutnya memang sungguh nista sekali bahkan ketika saya ingat-ingat dalam umur saya yang hampir 22 ini. Dia itu pemfitnah dan provokator kelas. Dia juga suka menjebak saya ke dalam dosa yang bahkan tidak saya mengerti. Masa dia mengajarkan saya cara membuat bunga dari jeruk tapi ketika saya praktekan dia bilang saya mencontek dia? Kan sungguh menimbulkan gejolak jiwa dan bursa efek. Kepercayaan publik terhadap saya pun menurun drastis. Yang pertama membully saya dan memarahi saya karena saya tidak bergaya di lomba menyanyi juga dia. Karena itulah, saya memutuskan untuk melancarkan PEMBALASAN.
  • Pada suatu hari yang cerah dalam pelajaran menggunting, dia bolak-balik menertawai saya yang memegang gunting dengan cara dua tangan. Gayanya begitu kenes dan centil memainkan gunting dengan benar di depan saya. Ketika dia keluar dari bangkunya, saya bersembunyi di belakang bangkunya sambil berjongkok dan memegang gunting. Ketika dia datang dan akan duduk, saya bergegas menggunting rok belakangnyaaaaaaaaa hahahhahahhahahha. Dia sadar kemudian dia berteriak dengan sangat menderitanya lalu menangis kencang. Guru pun datang dan ibunya juga datang. Dia bilang saya sudah menggunting roknya. Saya datang dengan muka tidak bersalah dan tangan yang memegang gunting dengan salah. Ibu guru bingung, "Masa Festyka menggunting rok kamu? Dia kan nggak bisa menggunting.." | "Iya, Bu...dia menggunting. Pokoknya dia menggunting!!!" | "Apa kalian ada yang melihat Festyka menggunting rok?| "Engga, Buuuu...Dia kan nggak bisa menggunting" | "Tapi dia menggunting rokku, Buuuu....!!!" | "Coba, Festyka, kamu peragakan bagaimana cara kamu menggunting, coba gunting kertas ini"| Terus saya dengan polosnya mencoba menggunting dengan satu tangan yang tentu saja nggak bisa saya lakukan. | "Tuh, kan Festyka itu nggak bisa menggunting. Mungkin tadi ada yang ngga sengaja menaruh gunting di kursi kamu" | Terus ibunya ikutan bicara : "Jangan-jangan Teteh yang nggunting baju Teteh sendiri! Teteh kan gitu!| Wakakakakkakakakkakakkakakkakakakk. SAYA BERHASIL MEMBALASKAN DENDAM SAYA.
  • Tapi aslinya sih saya juga nggak sengaja-sengaja amat menggunting rok dia. Saya itu hanya untung-untungan, bisa nggak saya menggunting dengan dua tangan. Saya pikir saya bakal gagal, tapi nyatanya saya bisa melakukannya. Saya juga kaget. Setelah saya menggunting rok si cewek itu saya juga nggak bisa melakukannya lagi, baik dengan satu tangan maupun dengan dua tangan.

Yak, begitulah kira-kira kisah TK saya yang begitu mengharu biru. Jahat, sih saya menggunting rok orang, Untung itu roknya, bukan kulit pahanya. Untung saya bisa ngeles, ngga ke-gap. Saya juga menyesal sih kenapa saya melakukan hal itu. Tapi, kadang memang emosi itu membuat kita melakukan hal-hal yang tidak kita bayangkan.

Selama TK, walaupun kerap dibully oleh geng pimpinan perempuan yang sudah saya gunting roknya itu, saya juga punya temanlah, nggak sendirian-sendirian amat. Ada Lina. Karlina Agustina ini juga jadi teman SD saya di SDN Padasuka III setidaknya sampai saya kelas II karena kelas III-nya saya pindah ke Cileunyi. Waktu saya SD dan menunggu jemputan Ayah saya, saya juga selalu main di rumah Lina. Teman lainnya adalah Meta. Nah, Meta ini ibaratnya malaikat bangetlah buat saya. Kalau sama Lina, saya masih ada bete-betenya, soalnya Lina suka temenan juga sama si cewek penyihir. Beda sama Meta. Meta mah orang yang selalu ngebela saya dan nemenin saya kalau ibu saya belum menjemput dan kalau saya sendirian pas piknik. Ah, saya punya tuh foto saya sama Meta waktu piknik di Taman Lalu Lintas. Saya sama Meta naik kuda-kudaan yang sama. Tapi dimana ya foto itu? Dulu itu teknologi digital belum nyampe ke Padasuka, jadi segala sesuatu dilakukan secara manual dnegan kamera yang berfilm. Selain Lina dan Meta, ada juga Rian dan Dicky. Mereka suka baik sama saya, tapi saya yang suka judes sama mereka. Biasalah, jual mahal dikit. Cih. Hahaha.

Yap, mash ada banyak sih kisah TK, tapi karena sekarang saya lagi puasa, saya sudahi dulu. Nanti kita bertemu lagi di kisah masa kecil yang penuh warna lainnya.

Kisah TeKa Part Two

Hal yang saya ingat dari TK Bhayangkari hanya sampai pada pelanggaran hak asasi anak dan kesuksesan saya menggambar lingkaran. Saya sekolah di TK Bhayangkari hanya sebentar karena saya pindah ke Bandung. Di Bandung saya bersekolah di TK Sejahtera. TK-nya ada di daerah Padasuka, Cicaheum.

Hmmmmm. Saya ingat-ingat dulu ada kejadian apa saja dalam masa ini.

Seingat saya, saya memang kerap dibully atau jadi bahan olok-olok dan dimusuhi pada masa ini. Saya nggak ngerti kenapa. Mungkin karena logat saya yang masih begitu medok karena baru pindah dari Surabaya. Hmm, mungkin karena saya kalau dibahasakan dalam istilah modis akademis zaman sekarang adalah liyan atau orang yang berbeda dari kebanyakan. Saya sering diejek gara-gara saya nggak punya uang untuk beli mainan balon-balonan, rokok-rokokan, atau mainan dan makanan remeh temeh lain. Saya pikir saya masyarakat miskin dan dhuafa yang terjebak di kerumunan masyarakat high-end yang suka berpesta setiap malam. Saya pun mengalami krisis identitas.

Namun kemudian saya pun bertanya kepada ibu saya, kenapa saya nggak dilahirkan dengan uang saku setidaknya seratus rupiah sehari? Ibu saya pun lagi-lagi naik pitam. Menurut ibu saya, seharusnya saya tidak menilai segala sesuatu dari uang, tetapi dari kotak bekal. Lihat apa yang saya punya di kotak bekal. Saya bingung. Apa itu kotak bekal? Apakah itu sejenis nintendo seri terbaru yang bisa dimainkan dengan bluetooth dan skornya bisa ditukarkan dengan sembako di Toserba Griya? Saya galau. Ibu saya bertambah gemas, ibu saya pun menceritakan bahwa kotak bekal saya itu berisi Susu Ultra Coklat dengan Indomie Goreng spesial dengan telur atau Dunkin Donuts atau Chiki Balls. Wah, ternyata saya orang kaya dan makan makanan yang berlisensi dari negeri Paman Sam!!! Saya mau sombong, tapi saya sadar bahwa saat ini saya sudah lulus TK dan saat ini saya juga tidak tega mengeluarkan uang untuk membeli Dunkin Donuts sebagai bekal kuliah.

Oke, alasan pembullyan pertama sudah tersibak, yakni karena saya berbekal makanan-makanan yang diiklankan secara masif di Majalah Bobo. Ah, harusnya saya sadar merk sejak dulu. Harusnya saya pamer dan jadi penguasa kelas waktu TK karena saya makan makanan berlisensi. Harusnya saya mewarisi sifat-sifat hegemon dari Paman Sam dan George Bush!!! Ah, saya menyesal sekali. Karena kebodohan itu, sementara Amerika Serikat makin memperkuat armada perangnya dalam Perang Teluk, saya malah kerap dibully :(. "Ah, kamu mah ngga punya uang buat beli balon-balonan. Ahhh, donat mah ngga enak. Mending main balon." Dan saya hanya diam kemudian menjadi gadis yang berkrisis identitas. Yang sekarang saya bingungkan adalah, itu yakin tuh bocah-bocah itu makan pas istirahat sama balon doang? Kembung kayaknya otak mereka.

Hmmm.

Bully kedua adalah ketika saya sebagai anak baru nggak punya tempat di kursi anak perempuan, tetapi di kursi anak laki-laki. Sebagai pejuang kesetaraan gender, saya merasa biasa saja duduk dengan anak-anak lelaki. Namun, sayangnya, kawan-kawan saya yang perempuan itu nampaknya menganggap saya adalah penyakit sosial yang harus dibasmi karena berkumpul dengan makhluk jenis lain. Seharusnya sih, kalau mereka bijak, mereka memberikan tempat untuk saya. Sayangnya, mereka tidak memberikan kesempatan itu. Setiap pulang sekolah pun saya diejek karena duduk dengan anak laki-laki. Ah, saya berusaha mengingat-ingat apakah dalam kejadian itu ada anak laki-laki dengan model rambut Jimmy Lin datang menolong saya dan menembaki anak-anak perempuan yang mengejek saya dengan AK-47 atau RPG milik Israel. Tapi sepertinya tidak ada. Saya pun galau. Kalau gitu siapa dong jodoh saya? Eeeeaaaa.

[cont]

Kisan TeKa Part One

So, okay. Seperti yang saya bilang pada diri saya sendiri pada malam yang panjang dan penuh trauma karena selalu saya lewati hanya dengan berbekal winamp kemudian ada suara-suara yang tidak saya kenal dari belakang kamar *engga juga sih*, awkward rasanya melihat laptop tanpa memainkan jari saya yang lentik dan berpotensi menjadi jari keyboardist andai saja ibu saya istiqamah dalam mencari tempat les keyboard. Dalam rangka mencari kegiatan distraktif atau kegiatan yang bermanfaat melepaskan penat saya akibat mabuk-mabukan tadi malam *mabuk duku* barusan saya habis main ke tumblrnya kawan saya yang unyu, sporadis, kritis, pemalu, dan selalu tampak manis, yaitu Dewa dan saya ngakak membaca post-nya mengenai kisah masa TK-nya. Saya sebagai gadis yang hidup di masa copy-paste dan tidak memiliki ide original, bahkan hanya untuk memberi nama biskuit oreo menjadi orio*EH IYA GUE KAN MASI PUNYA OREO STROBERI DI KRESEK!!!*, saya pun berkeinginan untuk menceritakan masa TK saya yang begitu berdarah dan juga penuh fitnah. Ah, saya dan Dewa sepertinya adalah dua gadis polos dan suci yang begitu rapuh dalam menghadapi kejamnya dunia.


Mmmm, sama kayak Dewa, saya juga sekolah di TK Bhayangkari, tapi kalau Dewa mah di Wonosobo, saya di Surabaya. Ibu saya sudah ingin menyekolahkan saya sejak saya umur 3 tahun, tapi sepertinya runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 belum berdampak pada penyebaran palygroup hingga ke kota ibu kota Jawa Timur yang berjarak sekitar 18 hari hari Jakarta apabila ditempuh dengan jalan kaki sambil kayang. Saya pun harus menunggu umur 4 tahun untuk bisa sekolah di zaman Orde Baru.

Kisah sedih traumatik dimulai pada saat itu. Dalam perspektif mata saya dan kepala saya yang imut relatif dari mata dan kepala saya pada umur ini, kelas di TK Bhayangkari itu gedddeeeee sekali. Anak-anak berloncatan dengan barbar ke sana ke mari dan saya merasa bahwa saya sedang satu sekolah dengan kera-kera di Gunung Hua Kao bersama Sun Go Kong. Cultural shock saya rasakan begitu berat hingga saya pun kerap menangis, ditambah lagi saya tidak bisa menggambar lingkaran. Jari saya terlalu lentik untuk menggambar hal remeh temeh yang bahkan pada masa globalisasi sudah bisa dibuat hanya dengan menjiplak uang koin atau dengan menggunakan jangka atau dengan membayar pembunuh bayaran. Alhasil apa? Hmmm, guru saya yang tampaknya lebih cocok jadi ibu tiri di serial Dulce Maria itu menggendong saya ke luar kelas lalu memindahkan saya ke aula kemudian mengunci saya di dalam aula sampai jam pulang.

Ya, akibat dari kejadian yang terulang tiap hari itu sih saya trauma sama ruangan tertutup. Saya baru berani tidur sendirian di kamar tertutup itu waktu saya kelas berapa SMP gitu. Hmmm, saya sudah mencoba bilang sama ibu saya bahwa di TK itu saya diperlakukan semena-mena dan melanggar hak-hak anak untuk hidup dengan tenang, sayangnya ibu saya pikir saya ini anak yang terlalu berpikir jauh ke depan padahal permasalahan utama saya adalah saya nggak bisa menggambar lingkaran. Saya bilang itu semua nggak benar. Tapi saya menyerah ketika ibu saya menguji kemampuan saya dalam membuat lingkaran. Saya memang ngga bisa membuat lingkaran yang dari ujung yang satu bertemu dengan ujung yang lain. Oh, tidak. Saya hanya bisa menggambar kurva abstrak. Reaksi saya sih, saya menangis dan menyerah. Saya bilang saya mau putus sekolah saja. Lebih baik saya mengasuh adik saya saja. Dua kalimat terakhir barusan bukan kalimat lebay, itu serius beneran saya bilang gitu dan sampai sekarang saya selalu diledek sama orang tua saya, "Cieeee yang ngga mau sekolah, maunya ngasuh adik." Hahaha. Menanggapi hal itu, ibu saya sedih tapi gengsi, jadi ibu saya pun naik pitam. Dari magrib sampai jam 10 malam ibu saya memegangi jari saya, mengarahkan kelimanya untuk membuat lingkaran. Yeayyy!!! Jam 10 malam saya pun bisa menggambar lingkaran!

[cont]

teruntuk pemilik http://paradoxical-reaction.blogspot.com

Apa lagi sih yang lebih membakar semangat yang sudah nggak berbentuk selain membaca posting dari seorang teman yang sudah pernah mengalami masa itu ?

I love you, Ayi my dear :)

Jatuh

Perenungan dimulai ketika suatu malam saya memutuskan untuk mencari Ayi dan menceritakan satu kejadian yang saya alami pada hari sebelumnya. Perenungan kemudian berlanjut pada menit berikutnya ketika Ayi membuatkan satu kado virtual buat saya. Gambarnya manis sekali. Tulisan yang menyertai membuat gambar itu lebih manis dan berarti lagi.

Perenungan kedua berlanjut dalam perjalanan panjang Cibiru ke Majalaya dan Ciparay selepas buka bersama Ganesha saat playlist di mobil bos saya yang sedang dikemudikan Bu Sukroh memutarkan lagu unyu dari Vierra. Saya nggak tahu judulnya apa. Saya tanya pada guru lain yang sedang ada di mobil itu, mereka juga nggak tahu. Mungkin harusnya saya bertanya pada bos saya yang masang playlist itu hehe. Sayang sekali karena bos saya nggak ikut dalam perjalanan panjang itu, akhirnya saya bertanya pada penguasa jagat maya, Kyai Ageng Google. Ternyata judul lagunya Terbang.

Dua hal tersebut kemudian mengantarkan saya pada perenungan yang lebih berkembang. Ya, sebelumnya saya hanya bisa mencoret-coret tumblr saya dengan berjuta kekesalan pada diri saya sendiri yang kemudian berujung pada kesimpulan bahwa saya adalah perusak dari segala mimpi saya sendiri. Kalau saya nggak bisa menggapai apa yang saya impikan, ya itu pasti berasal dari kebodohan saya sendiri. Perekaan saya atas makna yang tersembunyi dari segala kerusakan yang saya ciptakan itu adalah saya memang nggak boleh punya mimpi itu. Saya salah punya mimpi.

Saya kemudian berhenti memikirkan itu ketika Ayi bilang saya nggak boleh mengalkulasikan masa depan saya hanya karena satu batu sandungan. Ayi bilang ini saatnya saya untuk istirahat dulu. :). Judul posting Ayi membuat saya tersenyum. Ayi bilang Happiness Awaits. Sabar dulu karena Tuhan pasti punya rencana yang indah.

Mmmmm. Sabar, istirahat, batu sandungan. Menghubungkan perkataan Ayi dengan lirik di lagu Vierra yang saya tangkap di mobil, yakni kata Jatuh dan Berlari, saya jadi mikir. Ya, saya bukan bertindak bodoh dan salah punya mimpi. Saya jatuh bukan karena dua hal itu, melainkan karena saya sedang berlari. Karena saya berlari, maka saya rawan jatuh, bahkan hanya karena satu batu sandungan.

Ketika kita berlari, kita pasti akan mudah jatuh, bahkan oleh hal kecil. Iya, blundernya adalah hal kecil. Hal yang padahal kalau dipertemukan dengan kita saat kita sedang berjalan, hal itu bisa kita atasi dan bahkan bukan masalah. Salahnya bukan pada hal kecil itu, melainkan pada kecepatan kita saat mengejar mimpi. Dan memang kecenderungan kita dalam mengejar mimpi adalah dengan cara berlari. Itulah yang membuat banyak dari kita jatuh saat berusaha merealisasikan mimpi.

Hal umum yang kita anut adalah dengan berlari maka kita akan semakin cepat menggapai mimpi. Yah, tapi kita lupa bahwa saat kita berlari, keseimbangan kita tidak sebaik ketika kita sedang berjalan. Bukan nggak boleh berlari, tapi saat kita memutuskan mau berlari, kita juga harus tahu bahwa ada resiko lebih mudah jatuh yang tersembunyi. Masalahnya kita nggak pernah tahu oleh apa, kapan, dan bagaimana kita jatuh. Bisa saja karena ada batu yang sengaja dilempar orang. Bisa saja karena ada orang yang nggak sengaja melempar batu. Bisa saja karena kita sudah tahu ada batu yang menghalagi jalan tapi kita lupa letaknya ada dimana. Bisa saja karena ada batu yang tiba-tiba mencuat dari jalan yang pecah. Banyak sekali kemungkinannya.

Hmmm.
Ya dan sekarang saya jatuh. Berarti dalam masa yang lalu itu saya sedang berlari. Hmmm. Karena kemarin saya sudah berlari dan sekarang saya jatuh, maka setelah ini saya harus istirahat. Istirahat, menunggu luka yang diakibatkan oleh jatuh ini kering, kemudian belajar bangkit, lalu berjalan. Ya, berjalan saja. Jangan berlari lagi. Masih ada banyak batu di penggalan jalan berikutnya dan saya nggak tahu mereka dari mana dan kenapa harus datang. Saya harus memaknai mereka untuk dapat memaknai kesesuaian mimpi saya dengan rencana Tuhan dengan hati yang lapang, kepala yang dingin, dan tanpa luka.

:)