Mitos di Sekitar ASEAN


Selepas kuliah THI beruntun pada hari Jumat dan Senin awal Mei lalu yang mengkritisi berbagai mitos yang mengitari hidup kita, saya jadi mikir kenapa pengetahuan kita tentang ASEAN selalu didasari pada penjelasan yang top-down dan sangat realis sekali. Hmmm, ada, sih pendekatan yang lebih dalam dari sekedar keinginan bersama lima negara Asia Tenggara (Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina). Namun demikian, pendekatan paling dalam yang saya temukan hanya satu lapis di bawah realis yakni neorealist. Saya pengen tahu apakah memang kenyataannya demikian atau ada hal-hal bottom-up yang melandasi terbentuknya ASEAN namun ditutupi sedemikian rupa sehingga tidak terlihat oleh outsider macam kita?

Ini juga yang akan menjawab pertanyaan saya sejak dulu kala mengenai alasan utama ASEAN sangat terobsesi dengan peningkatan interdependensi ekonomi di antara sepuluh negara anggotanya. Kenapa keinterdependensian ini begitu melegenda kepentingannya padahal saya yakin para pemimpin ASEAN sama-sama tahu keadaan mereka yang hampir sama, dari mulai keadaan geografi, kualitas SDM, hasil alam, sampai sumber daya alam. Kesamaan keadaan ini seharusnya dijadikan kemahfuman, dong bahwa ASEAN jangan dititikberatkan pada bidang ekonomi. Kalau yang saya baca dari literature, sih konon interdependensi bisa mengeratkan ASEAN.

Ah, masa, sih?

Pertama, apakah hanya interdependensi yang mampu mengeratkan kesatuan suatu organisasi? Kedua, kalau begitu ASEAN selama ini dipandang belum erat, dong. Nah, kalau belum erat, mengapa mereka harus bekerja sama? Terus, dari keeratan yang konon katanya akan tercapai melalui interdependensi, apa sih misi utama ASEAN? Apa tujuan yang ingin ia capai setelah ia erat? Butir-butir dalam ASEAN Charter-nyakah? Untuk siapa dan untuk apa tujuan itu harus dicapai? Untuk seluruh negara ASEAN atau beberapa atau bahkan satu negara saja? Dan benarkah hanya negara yang berkepentingan di sana? Atau ada aktor lain?

Hmmmm. Pertanyaan di otak saya makin berkembang, nih! Ah, sudah sudah sudah hentikan! Pertanyaan-pertanyaan tersebut pasti akan berujung pada pertanyaan menampar macam ini, “Hayoloh, sebenernya saya mau jadi praktisi atau mau jadi akademisi?” Huaaaaa!!!!

Ark.Mei’10.