Kata orang-orang bijak yang sepertinya pernah melalui fase sangat idealis-kecewa-pesimis-berdamai-jadi motivator, hidup itu seperti roda. Tapi bagi saya, itu terlalu era JS Badudu sekali. Hidup bagai roda itu adalah ungkapan warisan Jalur Sutera yang ke sana ke mari mencari alamat palsu dengan menggunakan jasa pedati. Itu idiom-idiom pada hari Minggu aku diajak ayah ke kota naik delman istimewa. Sekarang delman sudah banyak yang direlokasi ke daerah kabupaten atau dijadikan wisata nostalgia yang daerah-daerahnya dibatasi. Di Bandung saja yang boleh dilewati delman hanya jalan yang banyak kotoran burungnya. Nah, bagaimana bisa generasi mobil SMK bisa memaknai bentuk roda yang profetik? Saya pikir kita butuh ungkapan dengan representasi yang lebih mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari supaya makna yang didapat oleh generasi 2.0 bisa lebih terpancang.
Bagi saya, hidup itu sejatinya seperti kecepatan modem. Naik turun tak menentu tergantung hal-hal gaib yang dirahasiakan si provider modem.
Dalam hidup, bisa saja seminggu lalu kita ke sekolah masih diantar sopir pribadi di atas Baleno, tapi minggu depannya kita malah naik bus kobutri atau dalam bahasa Jakarta dikenal sebagai metromini dan mempertengkarkan kembalian yang kurang lima ratus rupiah.
Dalam hidup, bisa juga saat ini kita bisa membayar komik-komik elex media komputindo kita dengan kartu debit tapi besok kita merogoh celengan untuk menutupi biaya Pemantapan ujian akhir.
Tapi bisa juga dalam hidup, kemarin kita luntang-lantung pulang kampus nggak punya pekerjaan, tapi dua hari kemudian kita menjalani hidup di bawah tekanan deadline editor kita.
Ya, pasti bisa juga dalam hidup, seminggu lalu kita menelan ludah melihat billboard Mc D, tapi minggu depan kita bisa pulang ke rumah membawa 4 bungkus martabak spesial dan delapan ikat rambutan.
Yes, dan tulisan saya ini bukan lagi bercanda. It may happen to everyone.
Dan...
Kalau kalian pikir bahwa hal itu bisa kalian akali semisal dengan memacari putri direktur LPS (gatau LPS? Coba nongkrong di pintu masuk bank) atau menabung emas yang konon harga jualnya selalu naik ketika kalian masih hidup dalam gelimang harta, tahta, dan nggak jomblo, ah satu hal yang harus kalian ingat adalah quote terkenal dari ayat terakhir surat Yasin. Kun Fayakuun. Tuhan terlalu kompleks untuk kalian beri plan A hingga Z atau dari kedua puluh enam kombinasinya.
Tapi nggak apa-apa.
Yakin di saat sulit kalian, pasti kalian bakal punya satu orang teman yang menyanyikan lagu Pure Saturday buat kalian, "Terang akan datang di saat yang tak terduga dan malaikat di atas kan tersenyum senang."
Badai pasti berlalu, kawan. Pasti. Meskipun nantinya akan datang badai-badai yang lain. Ah, yang penting yakin dulu saja bahwa badai yang ini pasti akan berlalu dan Tuhan selalu ada. Meyakini itu saja nggak akan membuat kalian dicap sebagai penganut fatalis kok. Santai saja. Kalian manusia, kan? Yasudah, yakini saja kalau Tuhan bisa kalian pegang.
:)